"Sehun!"
Sehun menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya sekencang itu. Matanya menatap malas sosok yang tengah berlari mengejarnya di tengah koridor sekolah yang cukup padat. "Ada apa, Ngin?"
"Pulang nanti kau ada latihan basket atau tidak?" Jongin tersenyum lebar melihat saudaranya mendengkus karena pertanyaannya. "Lomba Taemin dan Hansol hari ini, aku benar-benar ingin melihat penampilan mereka."
"Tapi hari ini latihan basket libur," jawab Sehun jujur.
"Ah, begitu ya, padahal mereka nomor urut satu, aku pikir bisa menonton mereka sebelum mama menjemput." Wajah Jongin berubah murung setelah tahu jika ia tak akan punya celah untuk kabur sebelum Tiffany menjemput.
"Kau minta mereka untuk merekam penampilan mereka saja," saran Sehun sebelum terdengar suara bel yang menandakan jam pelajaran pertama akan dimulai. "Aku ke kelas dulu, jangan membuat masalah hari ini."
"Tetap saja rasanya berbeda dengan melihat langsung," keluh Jongin mengabaikan Sehun yang kini telah pergi meninggalkannya. Mereka memang sudah tidak pernah berada di kelas yang sama sejak dua tahun yang lalu saat masih di tingkat menengah pertama. Sehun yang meminta, awalnya ia bilang hanya ingin mencoba berada di kelas yang berbeda. Namun setelah satu tahun, nyatanya Sehun tak pernah berpikir untuk kembali menemani Jongin di kelas yang sama.
Semenjak itu, Jongin bisa merasa jika Sehun semakin jauh darinya. Mungkin saudara kembarnya itu muak jika harus terus bersama ia yang bodoh ini. Karena Jongin, Sehun yang selalu juara kelas tetap harus mengikuti les hampir setiap hari. Mungkin itu yang membuat Sehun kesal dan menjauhi Jongin, karena waktunya bermain terus dikurangi untuk belajar bersamanya.
"Hey, cepat masuk ke kelas!" Jongin mengangguk sebelum pergi berlari setelah mengetahui siapa yang memanggilnya. Guru piket hari ini ternyata siluman badak yang selalu memarahinya karena bodoh.
.
.
.
"Heh, bodoh, belikan aku roti dan soda." Woojin melempar beberapa lembar uang ke meja Jongin setelah guru keluar dan bel istirahat menyala. "Jangan lupa belikan aku snack yang biasa kubeli, kau tidak lupa yang mana, kan? Jangan sampai salah membaca."
beberapa siswa tertawa mendengar ucapan Woojin, lebih tepatnya menertawakan Jongin yang hanya diam dan menyanggupi permintaan Woojin. "Kau parah sekali, dia tidak mungkin salah membaca. Lagipula orang tuanya menghamburkan uang banyak untuknya belajar."
"Yah, kita tidak tahu bisa sebodoh apa dia meski tiap hari kusuruh membeli makanan yang sama. Dia bahkan tetap bodoh setelah belajar tiga kali lebih keras dari kita." Woojin melirik Jongin yang terus menunduk di tempat duduknya. "Selain bodoh kau juga tuli, ya? Cepat pergi belikan aku makanan!"
"Baiklah, tunggu sebentar." Jongin bergegas pergi keluar kelas dan menuju kantin untuk membelikan pesanan Woojin.
Jongin sudah terbiasa dengan ini semua. Woojin adalah teman sekelasnya sejak dua tahun yang lalu hingga sekarang. Ia bahkan terkejut bisa kembali satu kelas dengannya meskipun sudah berbeda sekolah. Karena itu, di tahun pertamanya di sekolah baru Jongin sudah kembali menjadi kurir makanan untuk Woojin. Bahkan teman-teman kelasnya yang baru menganggap Jongin tak lebih dari sekadar kurir.
Woojin juga terus mengatainya bodoh sehingga semua teman kelasnya percaya jika Jongin memang sebodoh itu. Ingin melawan dan mendebat mereka jika Jongin tidak bodoh dan ia memiliki alasan kuat kenapa berbeda. Namun rasanya tidak berguna, karena justru ia sendiri mulai mempercayai ucapan Woojin jika dirinya itu bodoh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Twins!
FanfictionSeason 1 : daily life todlers Jongin and Sehun Season 2 : daily life highschooler Jongin and Sehun