Chapter 12 : Teror Malam

448 36 7
                                        

"Jongin mengalami teror malam, hal ini biasa terjadi pada anak seusia Jongin. Kondisi ini terjadi karena kualitas tidur yang kurang baik, untuk menhindari hal ini terulang lagi, Saya sarankan untuk mengurangi aktivitas Jongin di siang hari. Jangan biarkan Jongin terlalu lelah karena saat tubuh kelelahan, anak justru akan menjadi rewel dan sulit untuk mendapatkan tidur yang nyaman."

Aiden masih setia menggerakan badannya ke kanan dan ke kiri supaya Jongin bisa tidur dengan nyaman. Sekitar lima menit lalu, Jongin kembali berteriak histeris dan menangis kencang. Anak kebanggannya itu bahkan bangun terduduk dengan mata terbuka secara tiba-tiba. Aiden memejamkan mata ketika mendengar Jongin kembali menjerit dan menangis lebih kencang dari sebelumnya. Matanya memanas melihat Jongin seolah tak bisa mendengar dan merasakan pelukan tubuhnya.

"Sayang, ini Papa, Nak," bisik Aiden di telinga. "Jangan membuat Papa khawatir, Mama dan Sehun sedang pergi sebentar membeli susu untuk Jongin. Bangun saja supaya Papa bisa melindungi Jongin, jangan diam di sana kalau takut."

"Jongin capek, ya? Maafkan Papa karena terus mengabaikan Jongin dan tidak peduli dengan kesehatan Jongin." Aiden menyesali kelalaiannya karena telah membiarkan sang istri mengatur segala kegiatan Jongin tanpa sedikitpun peduli. Aiden lupa jika Jongin bukanlah Sehun yang mudah mengerti dan juga tidak seperti Suho yang kuat dengan tekanan. Jonginnya berbeda, dia terlalu istimewa dan Aiden lupa akan hal itu.

Mendengar ucapan dokter anak kemarin, ia benar-benar merasa gagal menjadi seorang ayah. Dia terlalu mementingkan urusan pekerjaan semenjak Jongin dan Sehun masuk sekolah dasar. Menganggap semuanya akan baik-baik saja seperti biasa. Aiden bahkan lupa kapan terakhir kali Jongin tidur dengan sangat nyenyak tanpa jerit tangis hampir setiap malam.

"Papa ...." Jongin memanggil Aiden lirih, dia terbangun dengan tenggorokan yang sakit dan mata yang basah. Tubuhnya lemas dan kepalanya pusing, kondisi yang selalu ia alami jika kembali terkena teror malam. "Mau minum, Pa."

"Ah, ayo kita ambil minum." Aiden segera menghapus air matanya ketika tersadar dari lamunan. Senyumnya terukir tipis setelah mengecup kening Jongin yang dibasahi keringat. "Nanti mandi setelah Sehun pulang, oke?"

"Hun mana?"

Aiden mendudukkan Jongin di kursi lalu membawakan gelas hisap berisi air minum. Jongin sudah hampir berusia delapan tahun, tapi masih menolak minum di gelas biasa dan memilih untuk tetap memakai gelas hisap. Anaknya itu hanya akan minum jika menggunakan gelas hisap dan sedotan. Ia tidak terlalu memusingkan hal itu meski Tiffany selalu memaksa Jongin untuk melepas kebiasaannya. Bahkan Tiffany pernah membuang seluruh gelas hisap Jongin, berharap sang anak mau menggunakan gelas biasa. Namun bukannya berhasil, Jongin malah menolak minum seharian dan berakhir sang istri yang mengalah.

"Sehun belanja bersama Mama, susu Jongin sudah habis. Jongin tadi tidur seperti beruang sepulang latihan menari jadi tidak diajak." Aiden menjawab setelah memastikan Jongin minum dengan benar. "Jongin lelah?"

Jongin memiringkan kepala dan berpikir sebentar lalu mengangguk pelan. "Tadi Ngin banyak nari, Pa."

Aiden tersenyum setelah mendengar jawaban polos Jongin, tentu saja dia belum bisa mengerti maksud lelah yang ditanyakan. "Papa sudah lama tidak melihat Jongin menari, kapan mau nari depan Papa lagi?"

"Nanti, Ngin malu hihi." Jongin terkekeh pelan. Wajahnya kembali ceria setelah Aiden menanyakan tentang tariannya. Seolah tak pernah terjadi apapun, Jongin bercerita dengan gembira. Menjelaskan apa saja yang ia lakukan hari ini di tempat les menari. Dari semua kegiatan yang dia lakukan setiap hari, Jongin hanya suka les menari. Badannya akan bergerak otomatis sesuai irama lagu yang dinyalakan.

"Nanti kalau ada pentas seni lagi Jongin harus tampil, ya. Papa tidak sabar melihatnya, Jongin pasti sangat keren."

"Iya, Ngin ikut biar Papa senang."

Twins!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang