46. Merajuk

197 5 0
                                    

Derap langkah itu terkesan cepat dan tergesa-gesa. Gumaman tak jelas dari mulutnya membuat beberapa pasang mata mempertanyakan sosoknya bahkan ada yang tertuju pada keadaan jiwanya.

Tapi toh gadis itu tetap tak peduli tentang tanggapan yang ada di sekitarnya.

Ia terus saja berjalan dan mendongkol dalam hati. Sebagian ia keluarkan sebagai gerutuan supaya dada yang sesak segera plong dan berasa bebas lagi.

Saat mencapai pintu kelas XII IPA-1, segera saja ia asal nyelonong masuk dan langsung berdiri di sebelah tempat bangku Ari.

"Hai, Ra," sapa Ari dengan ramah.

Yang disapa menunjukkan raut muka cemberut sembari melipat kedua tangannya di dada. Ari tersenyum kikuk. Jelas ia tahu penyebab cewek itu marah seperti sekarang.

"Eh, panci gosong! Ngapain lo ke sini?" serobot Alvin yang masih di tempat duduknya.

"Suka-suka gue, dong. Nggak usah ikut campur," semprot Dara sambil berkacak pinggang.

"Buseetttt! Lo masih betah sama nih cewek jadi-jadian, Ar?" caci Alvin sembari tertawa mengejek. "Mending lo ikuti saran gue. Putusin dia terus gue bakal carikan cewek yang—"

"Dasar temen kurang ajar! Rasain ini," potong Dara seketika sambil meraih rambut Alvin dan menjambaknya sekuat tenaga.

"Adow, Adow, lepas, woy! Panci gosong lepasin!"

"Nggak sudi. Lo temen laknat." Dara makin mempererat cengkeramannya.

Seisi kelas berasa nonton gulat dadakan yang terasa lucu. Banyak yang tertawa geli mendengar ucapan Dara.

"Sak-sakit, sakit. Woy, pacar lo, Ar." Alvin jejeritan. "Sakit, adoww!"

Teman sebangku Alvin yang bernama Linda merasa kasihan, tetapi melihat beringasnya Dara, ia jadi ngeri juga. "Gue ke kantin dulu ya, Vin."

"Lho, lho, kok ke kantin? Lin, tolongin gue dari dedemit ini dong, Lin!" teriaknya panik.

"Maaf, Vin. Lo yang salah sih tadi mulut lo nggak dijaga. Jadi gue nggak ikut-ikutan, ya. Bye, Vin." Linda segera angkat kaki bersama teman-temannya yang lain.

"Woy, tunggu gue, woy! Adoww!!"

Dara kali ini benar-benar mengamuk. Kalau bisa dengan cara ini ia bisa meluapkan sebagian emosinya.

Kevan yang melihatnya sedari tadi hanya diam aja seraya menahan senyum. Wajah tampannya tak sedikit pun terlihat bersimpati pada Alvin. Ia justru membiarkan adegan tersebut agar mempunyai efek jera untuk sobatnya itu.

"Udah, udah, Ra. Kasian Alvin." Ari tak tega juga melihat penderitaan sahabatnya.

"Dia jahat, Kak," ujar Dara, geregetan.

"Iya, iya, dia jahat." Ari berdiri dan memegang tangan Dara. "Tapi lepasin dia dulu, ya. Diliatin banyak anak. Malu, Ra."

Seketika ia melepas cengkeraman dan celangak-celinguk melihat banyaknya siswa melihat tingkah lakunya. Dara cengengesan sembari memainkan tangannya seanggun mungkin, berubah menjadi remaja yang sok malu-malu.

Huekk! Alvin yang melihatnya langsung mual.

"Ayo, kita keluar kelas. Entar kelas kita keburu dikunci sama petugas sekolah," bisik-bisik siswa-siswi lainnya.

Mereka beranjak pergi dari ruangan. Sesuai peraturan, sekolah di sana emang selalu dikunci tiap istirahat tiba.

Sedangkan Alvin tampak menata rambutnya dan melotot ganas ke arah Dara. "Dasar jin kura-kura betina!"

"Dan lo jin kura-kura jantan!" Dara nggak mau kalah, matanya mendelik lebih parah.

Kevan hanya geleng-geleng kepala memperhatikan perseteruan mereka, dan akhirnya ia memilih keluar terlebih dahulu. "Gue tunggu di kantin, Ar."

"Gue juga ikut, Kev. Di sini gue pengin muntah," seru Alvin, melirik Dara sambil menjulurkan lidahnya.

Dara makin emosi, ia akan mengejar tuh cowok dan kembali ingin menjambaknya, tetapi niatnya dihalangi oleh Ari.

"Udah, Ra. Nggak usah dihiraukan si Alvin."

Cewek itu mengentak-entakkan kakinya jalan ke luar sambil melihat Alvin yang kabur gitu aja. Ia menatap pacarnya, kemudian mogok bicara lagi. Membuang mukanya sembari menggerutu dalam hati.

Ari nggak tahu jika cewek udah ngambek akan sedemikian luar biasanya. Sangat susah dibujuk dan membuatnya bingung. Apalagi ia tak punya pengalaman apa pun merayu cewek apalagi pacar. Ingin minta saran Alvin, tentu aja tuh anak nggak mungkin sudi membagi tips untuknya jika menyangkut tentang Dara. Alhasil ia buang jauh-jauh keinginannya itu.

"Ra, lo marah sama gue?"

"Kak Ari liatnya gue lagi marah apa nggak?" jawab Dara sewot.

Ari menggaruk rambutnya yang tidak gatal sama sekali. "Dari nada suaranya sih, marah."

"Udah tau, masih nanya. Huh!" Dara memberengut dan membuang mukanya berlawanan sama Ari.

"Terus gue harus gimana biar lo nggak marah lagi, Ra?"

"Ya, usaha dong. Masak gitu aja harus tanya dulu. Ngasih gue apa kek, janjiin gue apa kek!" Ia menoleh, masih memasang muka cemberut. "Emang gue nggak berhak marah saat kemarin Kak Ari dengan teganya ninggalin gue di taman gitu aja? Udah gitu gue jatuh gara-gara terlilit tali tas gue. Malu tau nggak sih, Kak. Gue dibuat ketawaan sama banyak orang di taman itu demi ngejar Kak Ari."

Sebenarnya bukan itu aja, selain karena Ari, hari ini Dara emang sedang bad mood parah. Frel yang udah masuk sekolah mulai hari ini, tetiba susah diajak ngobrol. Pandangannya selalu aja tertuju pada bangku Kenn.

Mungkin Frel sedang galau atau kecewa karena dari kemarin Kenn nggak datang menjenguknya di rumah sakit. Tapi jika dipikir-pikir emang ada keanehan di antara mereka berdua, Kenn yang mendadak menjadi pahlawan bagi Frel melakukan semua yang nggak bisa dilakukan cowok lain, terlebih Kenn hingga rela membayar semua biaya rumah sakit Frel yang tentunya super mahal melihat waktu itu sahabatnya ditempatkan pada kamar di ruangan VVIP.

Tapi ... ah, untuk saat ini dia nggak mau ambil pusing. Ia bisa mencari tahu di lain waktu.

Tiba-tiba Dara nangis sesenggukan. "Gue emang pantas digituin, ya?" Tuh cewek tetap melanjutkan acara ngambeknya. "Sampai-sampai Kak Ari juga diemin gue di mobil, bahkan sampai Kak Ari turun dari mobil pun nggak nyapa gue dulu, asal turun ninggalin gue."

Sroooottt!

Suara Dara saat mengeluarkan ingusnya nggak tanggung-tanggung, membuat Ari yang ada di sebelahnya langsung syok sekaligus bergidik ngeri.

Cowok itu mengangguk hormat kala ada petugas sekolah datang mengunci pintu kelasnya. Ya, mereka berdua emang kini masih di depan kelasnya. Untung udah lumayan sepi karena pada kabur ke kantin.

"Kak Ari tau nggak, sakit banget hati gue digituin, Kak," lanjut Dara dengan gaya lebay yang tiada tara sembari menunjuk dadanya di sebelah kiri.

Walaupun demikian, Ari yang baik hati dan nggak tegaan itu tetap mempunyai sisi kemanusiaannya. Ia agak mendekat ke arah Dara. Mencoba meminta maaf dengan tulus.

"Ya, udah, gue minta maaf, ya, Ra. Jangan nangis lagi." Mendapati Dara masih nangis, Ari terpaksa memberikan tawaran lain. "Atau gini aja, lo bisa minta apa pun ke gue sekarang. Gue akan turuti kemauan lo."

Spontan Dara berhenti nangis. "Yang bener, Kak?!" seru Dara girang.

Ari melongo. Kira-kira tangisan cewek itu lari ke mana? Kok tiba-tiba hilang?

Tuh cewek sekarang malah berganti lonjak-lonjak sambil memegang erat tangannya. Sontak Ari ketakutan dan super panik. Ia takut salah ambil keputusan.

Mengetahui respons Dara yang tak terduga, Ari seakan mendapat firasat buruk. Kontan ia mundur beberapa langkah.

"Loh, loh, kenapa, Kak?" tanya Dara bingung.

"Nggak apa-apa." Cowok berdagu belah itu gelagapan. "Maksud gue cuma satu permintaan, Ra. Dan nggak bahayain gue."

Iya, maksud Ari tuh jangan sampai membahayakan keadaan jiwa raganya. Tahu sendiri Dara kayak gimana, kan?

Dara manggut-manggut. "Oke. Tenang aja, Kak." Ia tersenyum lebar dan menyeringai iblis. "Gue bakal kasih tau nanti."

...........................***........................

Cewek Agresif VS Cowok PolosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang