9. Patah Hati

659 17 0
                                    

Hari minggu harusnya merupakan hari menggembirakan bagi semua anak sekolah. Tetapi buat Dara, minggu ini melambangkan hari yang begitu menyedihkan. Hari kelabu. Hari yang sangat suram baginya.

Bagaimana tidak, setelah kemarin ia memutuskan mundur mengejar Kenn, sampai sekarang efeknya masih terasa. Ia laksana orang yang patah hati beneran.

Tapi ada bedanya. Jika patah hatinya cewek remaja lain, mereka biasanya kebanyakan sedih dan menangis. Melakukan apa pun enggan. Sedangkan Dara itu beda, dia kalau udah frustrasi dan patah hati begini, bakalan kumat gilanya.

Nggak percaya? Lihat aja penampilannya. Kini ia memakai baju bercorak aneh lagi. Aneh banget. Berwarna ungu kombinasi kuning, hijau, cokelat, pink, orange dan banyak lagi campuran lain. Ia juga memakai syal dengan warna senada. Bibir yang diolesi lipstik orange, menggunakan maskara, dan kelopak mata yang dibubuhkan warna ungu dan gold. Oh, jangan lupakan wig kribo cokelat yang ia kenakan, menempel sempurna di kepala.

Dan lebih parahnya lagi, pagi-pagi dengan dandanan sedemikian luar biasa itu, ia udah bertengger di bawah pohon jambu biji di halaman belakang rumahnya. Memasang wajah melas dan nggak berdaya. Sampai-sampai Paijo dan Paijan yang baru datang sontak terlonjak ke belakang.

"Astagfirullah hal adzim ... itu apa, Jan?" tanya Paijo kepada Paijan.

"Allahu akbar! Itu ... bukannya genderuwo, Jo?"

"Ngawur! Itu bukan genderuwo, tapi wewe gombel," bantah Paijo.

"Masa? Eh, sebentar, Jo. Kok kayaknya aku kenal, ya." Paijan perlahan berjalan mendekat. Ia mengambil jalan memutar dari arah samping kolam renang dan berhenti dua meter dari pohon jambu tersebut. "Jo-Jo-Jo, sini!" panggilnya sembari mengayunkan tangan tanpa menoleh.

Paijo mendekat. "Ada apaan?"

"Coba liat betul-betul," kata Paijan sambil membungkuk bersama Paijo. "Itu bukannya—"

"Nona Dara!" seru mereka berbarengan.

Mereka berdua saling menunjuk, lalu memutar kembali ke arah cewek yang sampai saat ini tetap diam dengan tatapan kosong. Oh, bukan-bukan! Bukan tatapan kosong, melainkan seperti tatapan orang yang lagi ngenes dan pasrah. Tapi bukan gitu juga, lebih dominan orang linglung yang kehilangan akal. Ya, pokoknya gitu deh.

"Ini kan masih jam 6 pagi, kenapa Nona Dara udah nongkrong di sini, ya, Jan?"

"Aku juga heran, Jo. Kok bisa-bisanya pake baju kayak gini segala."

Paijo manggut-manggut. "Apa mungkin Nona Dara dapat ilham di mimpi kali, ya. Terus bangunnya dipraktekin langsung."

"Bisa jadi. Tapi masa iya, sampai segitunya," tukas Paijan sambil menggaruk pipinya. "Perasaan aku udah sering mimpi aneh-aneh, tapi juga nggak ada niat buat praktek langsung."

"He-em. Aku juga, Jan."

"Nona Dara aneh, ya."

"Iya."

Mereka mengubah posisi dari membungkuk menjadi jongkok. Sama-sama melihat Dara dan sibuk menilai. Hingga dua pembantu lain berdatangan.

"Kalian ngapain di sini? Lagi ngopi, ya? Kok kopinya nggak ada?" tanya Tukiyem dengan polosnya.

Paijo dan Paijan kontan menoleh ke belakang, mendapati Tukiyem dan Mbok Darmi yang membawa sayur kangkung mentah dan beberapa belanjaan lainnya, menyembul di dalam plastik besar hitam.

"Ngopi dari mananya?! Ini kami mau bersih-bersih kolam, Yem," balas Paijo, agak jengkel juga.

"Kalau mau bersih-bersih kolam, ya, cepetan dibersihkan. Jangan males. Pagi-pagi itu harus kerja biar rezekimu nggak dipatok ayam," timpal Mbok Darmi yang mulai mengeluarkan petuahnya. "Lho, itu siapa?"

Cewek Agresif VS Cowok PolosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang