48. Kegemparan

131 5 0
                                    

Di depan Ari dan para pembantunya, Dara mencak-mencak, mengentakkan kakinya tiada henti. Bodoh amat dengan rasa malu. Ia nggak peduli. Kakaknya emang benar-benar keterlaluan.

Guna-guna? Bah! Mana mungkin ia mengirim jampi-jampi demi mendapatkan pacar?

Walaupun ada terbesit sedikiiiit aja keinginan ke situ jika sampai semua rencananya gagal sih, tapi kan ... arghh! Pokoknya kan dalam kenyataannya ia nggak pernah melakukan seperti yang kakaknya bilang. Ia juga tahu itu perbuatan dosa kok, dan ia nggak akan senekat itu. Ih, amit-amit!

"Apa liat-liat?!" Dara melotot dengan nada sengak saat pembantunya pada diam kayak patung dan melihatnya terus.

Ari hanya menggelengkan kepalanya kala mendapati kembali tingkah dan sikap Dara. Meski demikian, ia masih bisa memaklumi. Wajar, dia sedang kesal.

Itu berarti Dara di depannya tidak berusaha menutup-nutupi perangainya. Seperti banyak cewek yang ia temui, baik saat di depan, tetapi buruk di belakang. Selama masih dalam batas normal, ia akan coba mendiamkan dan menerima kekurangannya.

Yeah, walaupun selama hidup nggak pernah terpikirkan olehnya untuk mendapat cewek absurd macam Dara.

"Ng-nggak, Non. Kami nggak liat apa-apa," ucap Paijan sambil gemetaran. "Iya, kan, Jo? Kalian semua juga nggak liat apa-apa kan?" tambahnya sambil meminta dukungan Paijo dan yang lain.

"I-iya, Non. Nggak liat apa-apa," dukung Paijo, gelagapan.

Para pembantu semua juga manggut-manggut, memberi dukungan.

Tahu-tahu Tukiyem muncul membawa minuman dan kue di atas nampan. "Non, ini ditaruh di mana?"

"Taruh di atas meja ruang tamu aja, Yem."

"Baik, Non," jawab Tukiyem, lantas beranjak menuju meja yang ditunjuk majikan kecilnya.

Selanjutnya Dara beralih ke arah Ari. Raut wajahnya seketika berubah menjadi kalem dan manis. "Yuk, Kak, kita duduk di sana."

Meskipun agak enggan, Ari tetap menurut saat Dara menggandeng tangannya dan mengajak duduk di sebuah sofa ruang tamu. Sementara para pembantu bagaikan pengikut sejati, masih setia mengekor dari belakang dan berdiri berdempetan membentuk barisan di dekat sofa tersebut.

"Liat interaksi lo dan kakak lo tadi, kayaknya kalian sangat dekat. Seru liatnya," ucap Ari ketika mereka duduk bersama.

"Seru, apaan! Dia mah tukang buat onar, selalu aja ngerjain gue. Bikin gue kesel tau, Kak."

Ari terkekeh pelan. "Tiap kakak punya cara sendiri agar bisa deket sama adiknya, Ra. Semua orang juga tau Kak Rian tadi cuma sekadar bercanda doang sama lo."

Dara mendengus, masih terlihat cemberut.

"Eh, Kak, coba deh, cicipin kuenya," Dara mengalihkan pembicaraan seraya mengambil salah satu kue basah dari piring. Matanya bersinar ceria. "Ini nih jajanan desa buatan Mbok Darmi. Enak banget loh, Kak."

Serta-merta Mbok Darmi menepuk dadanya, bangga dipuji oleh sang majikan kecil. Pembantu yang lain langsung mencibir.

"Iya, nanti aja, Ra. Nanti pasti gue makan," ucap Ari tatkala tangan Dara terus aja maju ke depan bibirnya.

"Aaaak ... buka mulutnya, Kak." Dara seakan tuli, tetap maju hendak menyuapi Ari.

"Nggak usah, Ra." Tangan Ari mendorong pelan kue pemberian Dara. Bahkan kepalanya sendiri udah condong ke belakang untuk menghindar. "Gue bisa ambil sendiri."

"Ya, udah. Ayo, cicipin kuenya, Kak," timpalnya semangat, sesudah mengembalikan kue dari tangannya ke dalam piring lagi.

"Oke." Ari menarik napas sejenak. Daripada dipaksa terus sama tuh cewek, terpaksa dia menurutinya. "Gue sekarang ambil kuenya sendiri."

Cowok itu mengambil satu dan mencicipi kuenya tersebut. Dara sendiri kini memutar kepalanya ke arah para pelayan dan kembali memberikan perintah.

Ia berucap pelan dan lirih, "Kenapa kalian diem? Ayo, pacar gue capek. Pijatin dia."

Dalam kepala mereka, titah sang ratu harus dipatuhi. Maka dari itu, segera mereka mengangguk dan langsung tancap gas. Menyerbu di beberapa sisi tubuh Ari. Memijat tangan, pundak, kepala, kaki.

Seketika Ari menyemburkan kue yang masih ia kunyah. Ia tersedak. Bahkan, Ari kini terbatuk-batuk saat tangan Dara meraba-raba pahanya. 

Edan! Majikan dan pembantunya sama-sama gila.

Suasana menjadi gempar.

"Aaaaa ... Kak Ari kenapa?" teriak Dara panik. Ia mengipas-ngipas wajahnya, bingung. Ia pusing. Mulutnya tiba-tiba seakan kebas dan susah ngomong.

"Aduh, Non. Saya harus apa, ya, Non?" Surateni malah muter-muter di tempat karena panik.

"Auw, sakit, Mbok! Kenapa malah mukulin pundakku?" protes Sriani, melihat Mbok Darmi nepuk-nepuk pundaknya sembari tangannya menunjuk Ari.

"Itu, Sri, pacarnya Non Dara cepet ditolong," timpal Mbok Darmi.

Sementara Dara sedari tadi berusaha sekuat tenaga melambai-lambaikan tangannya ke atas meja, berusaha memberi petunjuk. "M-m-minum. Minum. A-ambilkan Kak Ari minum," imbuhnya sambil tergagap-gagap tidak karuan.

"Oh, iya, Non. Ini minumnya," sahut Paijo.

"Ih, bukan buat gue." Dara melotot tajam setelah mencubit tangannya sendiri agar suaranya kembali normal. "Kasihkan Kak Ari, Jo."

Paijo mengangguk cepat, dan buru-buru memberikan minumannya kepada Ari.

Namun, tiba-tiba....

BYUUUUURR!!

Minuman yang Ari minum muncrat, tersembur keluar. Semburan tersebut spontan mengenai wajah Paijo dan Paijan yang saat itu duduk di lantai sambil memijat kakinya. Mereka berdua cuma bisa pasrah menerima kesialan itu.

"Panas, panas," ucap Ari seraya megap-megap. Lidahnya serasa disiram air mendidih.

"Panas?" Dara mengernyitkan dahinya, beberapa detik kemudian penglihatannya mendapati minuman apa yang disuguhkan itu. "Tukiyeeeeeem, kenapa lo nyuguhin kopi panas, hah?!" teriak Dara murka.

"M-m-maaf, Non." Tukiyem menghadap Dara, wajahnya terlihat ketakutan. "S-s-saya kira cowok selalu suka kopi. Kayak Paijo sama Paijan suka kopi, Non."

Para pembantu lainnya juga ikut mengkeret, termasuk Paijo dan Paijan yang terlihat mengelap mukanya dengan kaus lusuh yang mereka pakai.

"Bodo amat! Kak Ari bukan Paijo, juga bukan Paijan, Yem."

"Harusnya dikasih minum a-apa, ya, Non?"

Tukiyem emang gadis desa polos, meski begitu ia juga paling nggak bisa lihat kondisi. Udah tahu Dara marah, ia masih berani bertanya lagi. Tentu aja itu membuat para teman pembantunya pada melotot horor, takut reaksi Dara nantinya.

Dara sontak berdiri menjulang. "Lo masih nanya gue?" Dara berkacak pinggang dan geregetan setengah mampus. "Ya, ampun. Ya, Tuhan!" Dara menggesek giginya, beradu dalam rasa geram. "Tukiyem, lo bisa suguhin tamu minuman jus atau sirup. Masa gitu aja harus tanya?!"

"B-baik, Non. Lain kali nggak akan salah kasih minuman." Tukiyem menunduk dalam.

"Nah, kenapa pada diem?" tanya Dara lagi setelah beberapa saat.

Para pembantu pada bengong sembari garuk-garuk kepala.

"Apa lagi, ya, Non?" tanya mereka polos.

"Pacar gue lidahnya kepanasan. Ganti minuman dingin!"

"I-iya, Non."

"SEKARANG CEPAAAATTT!!" Amarah Dara meluap, membuat semua pembantu kabur ke dapur saat itu juga.

........................***..........................

Cewek Agresif VS Cowok PolosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang