Zee duduk di kursi yang sudah di sediakan untuknya. Ia memandang panggung yang berisikan dua orang pengisi acara itu dengan tatapan kosong. Pikiran kacau menyelimuti dirinya saat ini.
Acara penyambutan ini sudah dilaksanakan beberapa menit yang lalu. Berjalannya waktu, pasti Zee akan dipanggil ke atas panggung untuk tampil bersama kawan-kawannya. Walaupun tampil bersama, perasaan tak tenang tetap melekat di dada.
Zee hela napasnya yang terasa berat, menundukkan kepalanya. Di dalam hati, ia berdo'a. Semoga dirinya bisa menampilkan yang terbaik.
Puk.
Zee kaget saat ada yang menepuk bahunya secara tiba-tiba. Menoleh ke belakang, dan tak disangka-sangka ternyata pelakunya adalah Marsha.
Zee menatapnya bingung, apa yang dia lakukan disini? Tumben sekali menghampirinya.
Marsha duduk disamping Zee, di kursi yang bertuliskan nama Olla. Kebetulan gadis itu tengah menemui kekasihnya.
"Semangat," kata Marsha pelan. Mendengar itu, bibir milik Zee melengkung tipis. Rasa tak tenang itu perlahan memudar walaupun masih tersisa.
"Makasih." balas Zee singkat. Dia alihkan pandangan, tak mau menatap kedua mata Marsha. Entahlah, ia juga tak tahu mengapa dirinya melakukan ini.
"Aku videoin kamu, ya, Kak. Nanti kita tunjukkin ke Mama kamu," Zee menolehkan kepalanya, dahinya berkerut bingung.
"Kenapa gitu?"
Marsha tersenyum lembut. "Kamu pasti inget ucapanku pas di rumah sakit kemarin. Aku nggak mau omongin ulang, takut kamu sedih."
Zee mengepal ujung kaos putih miliknya dikala mendengar perkataan Marsha, menunduk lagi.
"Makasih, Marsha."
Marsha mengangguk, mengusap bahu Zee guna menenangkannya.
"Anything for you, Kak. Berbagi rasa sakit nggak ada salahnya, kok."
Zee tertegun dengan sepersekian kata yang gadis bergigi taring itu ucapkan. Benar, dia benar. Tidak ada salahnya untuk membagi rasa sakit.
Namun, kepada siapakah ia harus berbagi? Zee tak yakin jika Marsha dapat menampung semua rasa sakitnya. Dan Zee juga takut jika Marsha tak bisa bertahan lama, ia takut jika Marsha akan pergi setelah berjanji akan menampung sedikit rasa sakitnya. Ia tak bisa sepenuhnya percaya begitu saja.
Zee benci tentang adanya fakta jika manusia itu datang dan pergi. Walaupun itu fakta.
Acara demi acara sudah terlaksanakan. Syukurlah bisa dilaksanakan dengan lancar. Dan saat inilah, nama Zee dan kawan-kawannya dipanggil. Hal itu membuat jantung Zee ingin copot rasanya.
"Berikutnya, mari kita saksikan penampilan Azizi dan rekan-rekannya!" begitulah katanya.
Zee enggan berdiri, ia masih setia duduk di kursi. Sedangkan teman-temannya menghampiri, sejenak dengan tatapan bingung.
"Ayok, Zee," ajak Oniel. Dia bisa melihat jelas kesedihan di diri Zee, tapi ia tak tahu kesedihan apa yang sedang terjadi kepadanya.
Zee masih diam.
Lulu menarik lengan gadis itu, sehingga Zee terkejut dan reflek berdiri.
"Kalau lagi sedih, jangan dibawa ke panggung. Lo lakuin yang terbaik." Lulu tersenyum, Olla dan Oniel ikut tersenyum guna meyakinkan.
"Maafin gue, ya," timpal Zee pelan.
"Never mind. Jangan di pikirin. Ayok kita naik ke atas panggung, semuanya udah nungguin lo." Zee mengangguki ucapan Olla.