"Makasih, ya, Kak Adel."
"Sama-sama. Jangan deketin Azizi lagi, dia udah berani main kasar sama lo, Sha. Dan jangan lupa, tangan lo di kompres. Gue pulang dulu, lain kali gue sempetin buat mampir."
***
Setelah dua jam yang lalu Marsha di antar oleh Adel, gadis itu langsung melemparkan tubuhnya ke atas kasur. Rambut basahnya ia biarkan tergerai begitu saja.
Jujur, Marsha masih tidak menyangka atas sikap Zee yang jarang ditunjukkan kepadanya itu. Setahu Marsha, Zee itu orangnya memang jutek plus galak, tapi Marsha tak pernah mengira jika Zee berani mengasarinya layaknya barusan.
Apa ini karena Marsha yang terlalu kekanak-kanakan? Tapi wajar, kan? Marsha melakukan ini karena ingin tahu sesuatu. Marsha ingin mengetahui urusan Zee yang disembunyikan itu. Marsha tidak suka jika ada seseorang yang sudah dekat dengannya tapi orang itu masih merahasiakan sesuatu kepada Marsha. Padahal, Marsha sudah menganggap orang itu spesial.
Tok tok tok!
"Dek, ini handphone kamu nyala terus, kenapa nggak di ambil?" suara Ashel terdengar dari luar pintu kamar Marsha.
"Biarin aja," balas Marsha tak acuh. Ia memilih untuk memejamkan mata dibanding harus menjawab semua telepon dan pesan dari Zee.
Sebelum Marsha pulang ke rumah diantar Adel, sempat terjadi cekcok antara Zee dan Adel. Disitu mereka berdua bertengkar sampai tinju-meninju. Tetapi syukur, Marsha dapat melerai dan mengusir Zee di tempat.
"Azizi, kenapa?"
Marsha membuka matanya saat suara sang Kakak kembali terdengar. Marsha berdecak malas, nampaknya Ashel sudah mengangkat telepon dari Zee.
"Marsha ada, kok, dirumah. Kalian kenapa, deh? Ada masalah?"
"..."
"Enggak? Itu soalnya Marsha daritadi nggak mau angkat telepon dari lo. Terus juga dia pulang sekolah kayaknya dianter temennya, deh. Lo kemana emang?"
"..."
"Oh, gitu? Yaudah,"
Tut.
Cklek.
Pintu kamar Marsha terbuka, pelakunya tak lain ialah Ashel. Ashel berjalan menghampiri sang Adik yang memunggunginya, tubuh gadis itu terbalut selimut tebal.
"Kalau lagi ada masalah cepet selesain, jangan lari dari masalah, deh. Azizi dua jam barusan telponin kamu mulu, nggak mau gitu ngobrol sama dia?" ucap Ashel bertanya. Marsha diam, mencoba pura-pura tertidur.
"Kakak tau kamu belum tidur, jangan pura-pura nggak denger." barulah saat Ashel berkata seperti itu, Marsha mengubah posisinya menjadi terduduk. Marsha mencebikkan bibir, matanya tak mau menatap wajah Ashel karena yakin jika sekarang Ashel sedang memasang wajah juteknya.
"Kamu ada masalah apa sama Azizi? Berantem?" Marsha mengangguki. Lalu, Ashel menghela napas. "Soal masalah tadi pagi?"
"Hmm,"
"Cuman karena itu?"
Marsha mendelik ke arah Ashel, 'cuman' katanya?
"Mending Kak Acel pergi, deh, aku lagi nggak minat buat ngomongin ini sama siapapun." tekan Marsha. Kakaknya menghela napas lagi, ia duduk di bibir kasur. "Kalau dibiarin terus, masalahnya nggak bakal selesai. Kalian berdua sama-sama egois, maunya menang sendiri." Ashel berucap lembut, sangat lembut.
Akhirnya Marsha luluh, ia menghambur masuk kedalam pelukan Ashel. "Kak Zee kasar, dia tarik tangan aku sampai lebam gini. Sakit, Kak Acel," adunya. Ashel tersenyum singkat. "Itu semua pasti ada sebabnya. Sekarang Kak Acel tanya sama Adek, masalahnya ada di siapa?"