Angin berhembus lembut, menerpa beberapa helai rambutnya. Rasanya nyaman, di sore hari ini suasana dunia begitu terlihat indah.
Namun, kenyamanan itu tak berlangsung lama setelah apa yang ditunggunya tidak kunjung datang.
Marsha duduk di atas kursi, menatap jalanan yang ramai akibat banyaknya pengendara yang berlalu-lalang. Gadis berumur enam belas tahun itu menghela napas, menghidup-matikan gawainya, berharap sang Ibu segera membalas pesannya.
Setelah kurang dari lima menit, ada notifikasi masuk.
Bunda
Marsha, Bunda nggak bisa jemput
hari ini.Marsha
Loh, terus Marsha pulang sama
siapa, Bund?Bunda
Nanti anak temen Bunda jemput, kamu
tunggu aja disitu.Marsha
Cewek atau cowok?
Bunda
Cewek.Bunda
Kakak udah pulang duluan sama
temennya. Bunda baru pulang kerja sama Ayah, maag nggak bisa jemput kamu.Marsha
Okedeh, gaapaaa.Marsha mematikan gawainya kembali. Tepat sesudah itu, datanglah motor hitam menghampiri, motor itu berhenti. Pemilik dari motor itu membuka helm full face nya.
Marsha diam memandangi wajah gadis itu, mengingat-ingat apakah dia mengenal gadis ini, atau tidak?
"Kenapa diam? Naik," suara datar itu membuyarkan lamunan Marsha. Marsha mengangguk pelan, kemudian ia naik ke atas motor.
"Marsha, kan?" tanyanya kemudian
"Iya, Kak," setelah mendapat jawaban, gadis itu tak lagi membuka suara. Dia langsung menancapkan gasnya menuju kediaman Marsha.
Heningnya suasana saat di perjalanan membuat waktu tak dirasa cepat berjalan. Sekarang mereka sudah sampai di depan gerbang kediaman Marsha dan keluarga.
Marsha turun dari motor. "Makasih, ya, Kak," si lawan bicara cukup berdehem menanggapi.
"Besok jam enam pagi lo harus udah ada di depan gerbang, tunggu gue disini."
Marsha menatap bingung gadis itu.
"Maksudnya? Aku nggak ngerti,"
Ia menghela napas. "Selama satu bulan kedepan, gue di suruh nyokap lo buat antar-jemput lo pas mau ke sekolah. Paham?"
"Terus Kak Ashel?"
"Nggak tahu, lo turuti aja kemauan nyokap lo. Gue mau pulang," dia hendak melajukan motornya, tetapi segera ditahan oleh Marsha.
"Eh, sebentar,"
"Apalagi? Yang tadi kurang jelas?"
Marsha memainkan jari-jarinya dikala kembali mendengar suara gadis itu kian meninggi. Begitu mengerikan saat didengarkan oleh kedua telinganya.
Marsha mencoba melawan rasa takutnya, lantas dirinya pun memberanikan bertanya.
"E-ehm anu, nama Kakak siapa?"