01.

5.1K 224 1
                                    

Jaejong terbangun dan membuka selimutnya. Dia duduk di sisi ranjang sejenak sambil melihat ke arah jendela kamar itu, sudah pagi. Jaejong berjalan tertatih ke arah kamar mandi. Dia menyalakan shower air dingin lalu membasahi tubuhnya. Dia menggosok tubuhnya dengan sabun, menggosoknya berkali-kali sampai kulitnya memerah. Dia meninju dinding di depannya. Air matanya tersamarkan oleh air dingin yang membasahi wajahnya. Sebanyak apapun dia membersihkan tubuhnya, dia tetap merasa kotor..

Pintu kamar mandi diketuk. Mau tidak mau Jaejong harus mengakhiri ritual mandi paginya. Dia menggunakan bathrope hotel yang tersedia di sana lalu membuka pintu untuk keluar dari kamar mandi.

"Ck. Lama sekali, aku juga harus mandi!"

Jaejong tidak peduli. Dia bahkan tidak ingin melihat pria tua itu. Jajeong hanya berjalan melawatinya seakan tidak ada apa-apa disana. Dia segera berpakaian lalu mengambil ponselnya untuk mengirim pesan pada seseorang.

---
Aku sudah selesai.
---
Sopir akan menjemputmu seperti biasa.
---

Jaejong segera mengemasi barangnya lalu keluar dari kamar itu untuk menunggu jemputan di lobi.


------------------


Jaejong turun dari mobil mewah yang menjemputnya, lalu memasuki bagunan rumah mewah dengan langkah cepat. Dia tidak ingin bertemu siapapun saat ini. Tapi sebuah suara menyapanya sesaat setelah melewati pintu masuk.

"Apakah kau melayaninya dengan baik?"

"Apakah dia mengeluh padamu?"

"Tidak. Hanya memastikan."

Jaejong tidak menjawab lagi. Dia bahkan tidak repot-repot untuk menyapa atau berpamitan. Dia segera melenggang meninggalkan pria itu. Ntah apakah pria itu masih layak untuk disebut ayah oleh Jaejong, karena tidak ada sedikitpun kebahagiaan yang Jaejong terima darinya semenjak ibunya meninggal. Jaejong menuju kamarnya, mengunci pintu, lalu mengambil salep untuk mengobati lebam di tubuhnya, lubangnya bahkan masih terasa perih, pria tua itu bermain sangat kasar tadi malam.

Jaejong menyimpan lagi salepnya, lalu merebahkan diri di ranjang, dia sangat lelah, tubuhnya lelah, hatinya lelah, pikirannya lelah. Dia mengabaikan rasa lapar yang menggelitik perutnya dan terlelap.

Hari sudah malam saat dia terbangun. Jaejong keluar dari kamarnya untuk mengisi perutnya. Para maid biasanya tidak membereskan makanan di meja makan setelah Tuan Kim dan putra keduanya selesai makan, karena para maid tahu kalau Jaejong akan makan setelahnya. Jaejong tidak sudi makan 1 meja dengan Tuan Kim di rumah itu.

Jaejong sedang menikmati makanannya ketika Tuan Kim tiba-tiba menepuk pundaknya. Napsu makan Jaejong langsung hilang, Jaejong meletakkan sendoknya ingin beranjak pergi, tapi tangan Tuan Kim menahannya tetap duduk.

"Besok ikut aku ke acara makan malam di kediaman tuan Park. Perhatikan penampilanmu, jangan membuatku malu. Akan ada banyak orang penting di sana."

Jaejong mendengus, dia sangat tahu apa artinya itu. Tuan Kim mengajak Jaejong hanya untuk menunjukkan kepada rekan-rekannya bahwa dia punya 'barang bagus'. Jaejong memang sangat tampan. Penampilannya maskulin, tapi memancarkan aura yang manis dan anggun, sehingga wanita ataupun pria pasti akan tertarik padanya.

Jaejong menepis tangan Tuan Kim dari bahunya lalu bangkit berdiri dan kembali ke kamarnya tanpa mengucapkan apapun. Tidak ada yang perlu dikatakan, karena Tuan Kim tidak akan menerima penolakan.




-----------------------





Keesokan harinya Jaejong mengikuti Tuan Kim berangkat ke acara makan malam itu tanpa sedikitpun ingin tahu acara apa itu. Kediaman Tuan Park sangat mewah, semua yang hadir di sana adalah orang kaya atau orang penting. Tuan Park mengundang semua rekan bisnisnya ke acara pertunangan putranya.

Tuan Kim mulai menyapa orang-orang yang dikenalnya, melakukan banyak basa-basi untuk membuka relasi maupun kesempatan bisnis baru. Melihat ayahnya sudah disibukkan dengan sesuatu, Jaejong mengambil kesempatan untuk mencari tempat untuk menyendiri, dia tidak suka pesta maupun keramaian. Jajeong mengambil segelas minuman lalu menuju ke balkon untuk menikmati langit malam. Jaejong tidak terlalu kuat minum minuman beralkohol, tapi di acara seperti ini, Jaejong akan memaksakan dirinya banyak minum untuk menekan semua perasaan tidak nyaman yang dialaminya. Tidak masalah jika dia mabuk, karena dia tidak perlu berinteraksi dengan siapapun, ayahnya hanya akan menunjuknya dari jauh untuk memberitahu rekannya jika itulah 'barang bagus' yang dimaksud, Jaejong hanya perlu mengangkat gelas untuk merespon ayahnya.

Jaejong sudah mabuk, tapi ayahnya belum mengajaknya pulang, jadi dia hanya terus menunggu di balkon itu. Sampai tiba-tiba sebuah suara menyapanya.

"Lama tidak berjumpa."

Jaejong menoleh untuk melihat sosok orang yang menyapanya. Hatinya tiba-tiba berdegup kencang. Sudah hampir 10 tahun mereka tidak bertegur sapa..

"Yunho..."  Jaejong menjawab lirih.

"Masih mengingatku."  Yunho tersenyum.

".... Aku tidak pernah--"

"Apa yang kau lakukan di sini? Mencari klien?"

"Apa maksudmu?"

"Bagaimana kalau aku yang menjadi klienmu?"

Yunho mendekat sambil merangkul pinggang Jaejong. Jajeong yang sudah mabuk tidak melawan, dia sudah setengah sadar saat ini, kepalanya juga pusing. Bahkan ketika Yunho kemudian mencium bibirnya, Jajeong tidak punya cukup kekuatan untuk mendorongnya menjauh.

Jajeong tidak terlalu ingat apa yang terjadi setelahnya karena detik selanjutnya yang dia lihat adalah langit-langit kamar tidurnya.

********

Offered ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang