MC 1

542 13 8
                                    

"Assalamualaikum, Abah, Ummik," salam Aira saat memasuki rumahnya di kampung.

Iya, hari ini ia dijemput oleh Kang Imron, abdi ndalem di pondok pesantren abahnya. Tentu saja penjemputan itu atas perintah dari sang kiai.

"Waalaikumsalam, duh, Nduk, Ummik kuangen lho karo sampean. Jan, kok ra wes suwe ra tau mantuk iki piye toh, Nduk." Ummik memeluknya erat sambil mengelus-elus kepala putri kesayangannya.

"Aira kangen banget sama Ummik dan Abah." Aira mencium takzim tangan abah dan ummiknya bergantian.

Ruang keluarga yang bernuansa etnik menjadi saksi lepas kangen antara Aira dan abah ummiknya. Mereka lalu duduk di sebuah kursi kayu jati dengan ukiran khas Jepara yang jika ditelusuri setiap ukiran tersebut sarat dengan makna.

Mbak-mbak ndalem menyuguhkan tiga buah cangkir teh dan cemilan kesukaan Aira.

"Monggo, silakan, Ning. Ini kue soes dan risoles, cemilan kesukaan Ning Aira," ucap Mbak ndalem.

"Wah, kamu masih ingat cemilan kesukaanku, ya. Makasih, Mbak," balasnya dengan semringah.

"Sami-sami, Ning." Mbak ndalem segera berlalu dari ruang keluarga menuju dapur.

"Piye kuliahmu, Nduk?" tanya sang Abah.

"Alhamdulillah lancar, Bah. Njenengan doakan semoga kuliah Aira selesai tepat waktu."

"Aamiin. Trus, usahamu piye? Iso ta sampean ngurus usaha karo kuliah?"

"Alhamdulillah, Bah. Usaha Aira wonten ingkang bantu, dadose Aira mboten kerepotan."

Aira Medina. Begitu Abah dan Ummik memberikan nama untuk putri mereka tercinta. Mereka dua bersaudara, Aira memiliki kakak laki-laki bernama Ahmad Zafran Ramadhan. Santri-santri di pondok biasa memanggilnya dengan sebutan Gus, Gus Ahmad.

Gus Ahmad saat ini mengelola pondok pesantren milik keluarga, dengan tetap dalam pengawasan Abah dan Ummik.

Aira sangat mendukung kakaknya mengelola pondok pesantren milik keluarganya, apalagi kini Gus Ahmad, kakaknya, telah menikah. Istri Gus Ahmad yang juga seorang jebolan pondok pesantren ternama tentu saja bisa membantu sang suami untuk lebih membesarkan pesantren tersebut.

Sedangkan Aira Medina, yang biasa dipanggil Ning Aira oleh santri-santri pondok, lebih memilih untuk berkarir sendiri di luar lingkungan pesantren. Aira kini sedang menempuh program pasca sarjana jurusan desainer.

Ia juga mulai membuka usaha butik kecil-kecilan di kota Surabaya, dekat dengan tempatnya menuntut ilmu. 'Aira Moslem Boutique' begitulah nama butik miliknya, khusus menjual busana muslim hasil desainnya sendiri.

"Kamu harus tetap menomorsatukan pendidikanmu, Nduk," sahut Ummik.

"Nggih, Ummik."

"Selesaikan dan fokus dulu sama kuliahmu, urusan  butik iku digawe sambian ae, Nduk. Suk nek wes rampung kuliahe ganti fokus nang usaha butik'e," terang Ummik panjang lebar.

"Nggih, Ummik, siap. Mohon doanya untuk Aira, nggih, Abah kaliyan  Ummik," pintaku.

"Pasti, Nduk," jawab Abah.

💞💞💞💞

"Kondisi kamarku sejak dulu tidak pernah berubah. Sudah hampir enam tahun aku meninggalkan kamar ini sejak aku hijrah ke kota Surabaya untuk menempuh S1 dulu, namun setiap kali aku pulang kamar ini selalu bersih dan wangi. Ummik memang the best," kataku pada diri sendiri.

Aroma bunga sedap malam menguar begitu pintu kamar Aira dibuka.  Bunga sedap malam adalah bunga kesukaannya sejak dulu, katanya wangi aroma sedap malam mampu menenangkan dan mengembalikan gairahnya. Itulah sebabnya, Ummik selalu menyiapkan bunga sedap malam di kamar Aira setiap kali dia pulang ke rumah.

Muhasabah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang