MC 14

138 8 0
                                    

Acara syukuran pembukaan butik milik Aira yang baru berlangsung meriah dengan mengundang seluruh anggota batalyon. Abah, Ummik, dan Ibu Adnan juga hadir di sana untuk mendoakan.

"Selamat, ya, Bu Adnan atas pembukaan butik barunya, semoga lancar dan berkah," ucap Ibu Danyon.

"Aamiin. Siap, terima kasih banyak doanya, Ibu," balas Aira.

"Jadi deket banget deh sekarang, Ibu nggak perlu jauh-jauh lagi kalo mau ke butiknya Bu Adnan," ucap Bu Danyon kemudian.

"Alhamdulillah, siap, Ibu."

Anisa turut hadir dalam acara pembukaan butik untuk membantu Aira. Seperti biasa, dia lah yang menghandle urusan butik dan diskon untuk grand opening hari itu. Ibu-ibu anggota batalyon banyak yang memanfaatkan momen diskon, terlebih Adnan menggelar acara pembukaan butik pas tanggal muda, jadi isi ATM mereka masih penuh.

"Selamat, Adnan dan Ibu. Kau hebat, Adnan. Kau pung istri su cantik, baik, pintar cari duit lagi." ucap Togar, senior Adnan dengan logat kentalnya dari daerah Timur.

Tatapannya terhadap Aira terasa beda. Aira bahkan sampai risih dibuatnya. Biasanya teman-teman Adnan di batalyon tidak berani menjabat tangan Aira, mereka merasa sungkan karena mengetahui Aira adalah seorang Ning, putri seorang Kiai. Anggota batalyon biasanya hanya menangkupkan kedua tangannya di atas dada sebagai ganti jabat tangan dengan Aira.

Beda dengan Bang Togar kali ini. Ia mengulurkan tangannya dan minta dijabatt. Aira membalas sebentar jabatan tangannya demi menjaga perasaannya dan agar ia tidak dibilang sombong.

Grep!

Bang Togar meremas tangannya erat, Aira berusaha untuk menariknya, namun sedikit kesulitan.

"Bang, mari silakan langsung menikmati hidangannya, Bang!" Adnan memegang tangan seniornya sehingga ia otomatis melepaskan jabatan tangannya dari Aira.

"Hufft!" Aira menghela napas lega.

Sepertinya Adnan tengah mengamati gelagat seniornya itu sejak tadi. Sempat memerah muka Adnan menahan amarah atas perlakuan seniornya yang dirasa kurang pantas terhadap istrinya.

Jika saja Adnan tidak memandang Bang Togar sebagai seniornya, ia sudah menghantamnya di tempat. Ia segera menggiring seniornya menuju meja tempat hidangan disediakan.

"Mari, Bang! Silakan dinikmati hidangannya," ucap Adnan mempersilakan.

Bang Adnan segera melahap rakus hidangan yang tersaji di atas meja makan bersama dengan rekan-rekannya yang lain.

Adnan menghampiri istrinya, memeluk pundaknya, dan mengecup lembut pucuk kepalanya. "Kamu nggak pa-pa, Sayang?"

"Nggak pa-pa kok, Mas."

"Mas di sini aja menemanimu." Adnan menggenggam erat tangan istrinya, menjaganya biar tetap aman.

💞💞💞💞

"Assalamualaikum, permisi, Bu Adnan," ucap Prada Yesua.

Aira menoleh ke arah pintu masuk butik. "Iya, Om. Mari silakan masuk!"

Aira sengaja tidak menjawab salam yang disampaikan oleh Om Yesua karena dia berbeda kepercayaan dengannya.

"Ada yang bisa saya bantu, Om?" tanya Aira.

"Mohon maaf, Bu Adnan. Ini ada titipan dari Bang Togar, minta tolong untuk dijahitkan atribut seragam lorengnya."

Semenjak membuka butik di depan batalyon, Aira memang menerima jahitan apa pun dari anggota maupun ibu-ibu di batalyon, terutama pemasangan atribut seragam agar para anggota tidak jauh-jauh menjahitkannya di luar batalyon. Katanya, dulu ada ibu-ibu anggota yang membuka jasa menjahit di asrama, tetapi kini ibu tersebut telah pindah satuan dan sejak saat itu anggota yang mau menjahitkan seragamnya harus pergi ke tempat jahit di luar batalyon yang cukup jauh jaraknya.

Aira mengajak seorang asisten di butik barunya, salah satu tugasnya adalah untuk membantu menjahit seragam para anggota batalyon.

"Oh, iya, Om. Letakkan saja di atas meja nanti biar dikerjakan asisten saya. Nanti malam sudah bisa diambil, ya Om."

"Siap, Ibu. Nanti Bang Togar yang ambil ke sini sendiri katanya, saya hanya diminta mengantar saja."

Perasaan Aira tidak enak saat mendengar Bang Togar akan mengambil sendiri seragamnya ke butik.

"Ya udah, nanti habis ngimami jamaah salat Magrib di masjid, Mas temenin Adek di butik, ya," ucap Adnan saat Aira menceritakan kekhawatirannya.

"Iya, Mas."

"Oh, iya. Besok Adek diminta Ibu Danyon untuk mulai ikut mengelola TPQ. Yang mengaji juga anak-anak batalyon sini, Dek. Kegiatannya dimulai setelah jamaah salat Asar. Adek sanggup kan? Besok Mas temani juga di masjid. Selama Adek ngajar TPQ butik biar dijaga sama asisten barunya Adek, udah bisa kan dia?"

"Baik, Mas. Adek siap kok."

Adnan mengecup lembut pucuk kepala istrinya. Pasangan pengantin baru ini memang selalu mesra di mana saja. Membuat iri siapa saja yang melihatnya, apalagi para jomlo.

💞💞💞💞

"Selamat malam, permisi." Bang Togar membuka pintu sambil menyapa asisten di butik Aira.

"Selamat malam, Om. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Rima, asisten di butik Aira.

"Saya mau ambil baju loreng, Mbak."

"Atas nama siapa, Om"

"Togar."

Rima menuju lemari tempat menyimpan baju-baju yang telah selesai dijahit dan mencari nama yang dimaksud.

"Ini, Om. Totalnya lima puluh ribu." Rima menyerahkan bungkusan plastik warna putih kepada Bang Togar.

"Bu Adnan ke mana, Mbak?" Togar celingukan mencari sosokAira.

"Ibu lagi di dalam, makan malam sama Bapak, Om."

"Oh, ya udah. Biar aku tunggu di sini saja."

Togar duduk di sofa butik yang disediakan untuk para tamu.

"Maaf, Om. Kalau ada perlu mungkin bisa nitip pesan ke saya," kata Rima.

"Enggak. Aku mau tunggu Bu Adnan aja."

"Baik, silakan."

Rima berlalu meninggalkan Togar dan menemui Aira di lantai dua.

"Maaf, Bu. Om Togar lagi nunggu Ibu di bawah, katanya mau ada perlu," ucap Rima.

"Kamu nggak bilang kalo Ibu lagi makan sama saya, Rim?" tanya Adnan.

"Saya sudah sampaikan seperti itu, Pak. Tapi, Om Togar tetap keukeuh mau nunggu Ibu."

"Coba dia bukan seniorku, udah kuhajar habis tuh orang!" geram Adnan.

"Sabar, Mas. Ya udah, kita turun aja, tanya apa keperluannya, setelah itu kita langsung pamit mau keluar. Sekalian Adek mau ngajak Mas belanja ke swalayan. Isi kulkas di butik udah mulai menipis," terang Aira.

"Ya udah, yuk!"

"Rima, kamu jaga butik sebentar, ya."

"Siap, Ibu."

Aira dan Adnan segera menemui Togar yang masih sabar menunggunya di ruang tamu butik. Beberapa pelanggan tampak sedang memilih busana muslim yang dilayani oleh Rima.

"Izin, Bang! Selamat malam," sapa Adnan kepada seniornya.

"Selamat malam!"

"Maaf, Bang, nunggu lama, izin ada perlu apa, ya, Bang?"

Lirikan mata Togar ke Aira sempat membuatnya tidak nyaman. Ia mengeratkan genggaman tangannya ke Adnan.

"Maaf, Om Togar, jika ada hal tentang pemasangan atribut atau pun permak seragam bisa langsung sama Rima, asisten saya, ya. Dia udah pinter kok, Om, hasil kerjanya juga rapi, bagus. Mohon maaf, saya dan Mas Adnan mau permisi keluar dulu, mau belanja keperluan butik," ucap Aira menegaskan.

"Izin dulu, ya, Bang!" Adnan menggandeng tangan istrinya menuju pintu keluar butik.

"Ok, silakan!"

Bahkan tatapan Togar masih saja tertuju kepada Aira yang sedang berjalan digandeng oleh suaminya.



Bang Togar bikin geregetan! 😁😁😁
Terima kasih sudah mampir baca 🥰🥰🥰

Muhasabah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang