MC 16

136 8 0
                                    

"Drrttt ... drrttt ...."

Getar ponsel yang tergeletak di atas meja membuyarkan angan Adnan. Ia lalu mengangkat telepon dari Ning Aira, istrinya.
Chacha segera berlalu dari hadapan Adnan.

"Halo, Assalamualaikum, Sayang," sapanya.

"Waalaikumsalam. Mas lagi ngapain, sibuk nggak?"

"Enggak, Sayang. Kegiatan baru dimulai besok pagi. Ini Mas lagi ngopi di cafe sama leting."

Adnan celingukan mencari sosok Chacha yang tiba-tiba menghilang.

"Oh, ya udah kalo gitu, hati-hati selama di Bandung, ya, Mas. Jaga kesehatan, jangan lupa makan, dijaga juga salatnya, dan hatinya."

"Siap, Sayangku."

Adnan kehilangan Chacha, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut cafe, bahkan ia sempat mencari hingga pintu keluar cafe. Hasilnya nihil, seseorang yang dicari tak ditemukannya.

"Nyari siapa sih, Bro?"

"Cewek tadi, kamu liat nggak?"

"Udah pergi, tadi pas kamu angkat telepon dia langsung pergi sama temennya. Emang siapa?"

"Temen lama. Udah lama banget gak pernah ketemu."

Sedikit rasa sesal menyelinap dalam diri Adnan karena tidak menemukan Chacha. Adnan hanya ingin ngobrol banyak hal yang selama ini belum sempat ia ucap, termasuk permintaan maaf karena Adnan pernah mengecewakannya lalu meningalkannya begitu saja.

"Cabut, yuk! Udah malem nih!" ajak leting Adnan.

Mereka kembali ke satuan tempat mereka mengikuti Pendidikan Kursus.

💞💞💞💞

Ning Aira kini harus mulai membiasakan diri untuk jauh dari suaminya. Semua ini adalah risiko menjadi pendamping abdi negara. Dua hari tanpa Adnan, Aira merasa begitu kesepian. Untungnya hari-harinya ia habiskan di butik dan sore harinya mengasuh Taman Pendidikan Al quran (TPQ) di masjid batalyon. Hanya waktu malam saja saat di rumah, rasa rindu terhadap suaminya kian melanda.

"Andai saat ini ada malaikat kecil yang menemani, mungkin kesepianku sedikit terobati," katanya lirih.

Nyatanya, sudah hampir satu tahun usia pernikahan mereka, namun Allah belum juga menitipkan amanah. Namun, hal tersebut tidak pernah mereka permasalahkan. Semua hanya soal waktu, Allah pasti akan memberikan di saat yang tepat.

Adnan benar-benar mampu mengikis keraguan Aira tentang sikapnya, kepribadiannya, juga tentang agamanya. Semua kini tampak sempurna di mata Aira, Adnan mampu menjadi imam yang baik bagi dirinya. Abah dan Ummik memang tidak salah memilihkan jodoh untuknya.

💞💞💞💞

"Brakk!"

Adnan menoleh ke arah sumber suara. "Suara apaan tuh?"

"Kayaknya kecelakaan tunggal," jawab letingnya.

Mereka sedang asyik menikmati secangkir kopi panas di warkop depan batalyon. Suasana gerimis sejak sore yang tiada kunjung reda membuat mereka mencari kehangatan di warung kopi.

Suasana jalan depan batalyon begitu sepi, hanya satu dua kendaraan yang lalu lalang. Sepertinya orang-orang lebih memilih berdiam diri dalam rumah masing-masing karena cuaca memang begitu dingin. Malam ini Adnan sedang mendapat libur Izin Bermalam (IB) dari kegiatan kursusnya, makanya dia bisa keluar batalyon hanya untuk sekadar menghirup udara segar.

"Kayaknya pengendaranya cewek tuh, Bro. Yuk, kita bantuin!" ajak letingnya.

Mereka beranjak dari tempat duduk yang terbuat dari bangku kayu di warkop Mang Edi dan menghampiri cewek tersebut.

Muhasabah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang