MC 13

142 7 0
                                    

"Mas, bangun. Salat Subuh dulu, jamaah, yuk!"

Aira menggoyang-goyangkan tubuh suaminya.
Adnan menggeliat dan mulai membuka matanya. "Masyaallah!" serunya kaget.

"Kenapa, Mas?"

"Kok bisa ada bidadari di sini?" goda Adnan yang seketika membuat pipi istrinya bersemu merah.

Aira yang sedang duduk di samping suaminya berbaring, dengan rambut basahnya yang panjang tergerai, mampu membuat Adnan terpesona di pagi buta.

"Ih, apaan sih, Mas!" Aira menepuk lengan suaminya.

"Udah mandi wajib, Sayang?" tanyanya.

"Udah. Kan mau salat Subuh."

"Ya ..., padahal rencana Mas mau ngajak lagi, ngulang yang seperti semalam," goda Adnan sambil mengerlingkan matanya.

"Duh, Mas nakal, ya! Udah, ayo buruan mandi sana, kita udah ketinggalan jamaah Subuh di masjid." Aira mendorong tubuh atletis suaminya menuju kamar mandi.

"Mandi bareng, yuk!"

"Mas ...!"

"Iya-iya, Mas mandi dulu. Kita jamaah di kamar aja, ya. Lagian Abah sama Ummik juga pasti memaklumi, lha wong kita ini pengantin baru, habis melalui malam pertama, ya, pasti nambah berkali-kali, wajar kalau ketinggalan jamaah Subuh di masjid," jawab Adnan diikuti senyum menggoda.

Aira kembali menepuk lengan suaminya, kali ini lebih keras.

"Aduh! Iya, Mas mau mandi dulu, Sayang."

💞💞💞💞

Lantunan ayat-ayat suci Al quran yang dibacakan Adnan dengan suara merdunya saat menjadi imam salat Subuh membuat hati Aira bergetar. Begitu fasih suaminya membaca ayat demi ayat sesuai dengan makhrajnya disertai suara yang indah. Rupanya suaminya itu bukan hanya sekadar merdu dalam bernyanyi, tetapi mengaji juga.

Aira mencium lembut tangan suaminya seusai salam.

"Kenapa nangis?" Adnan mengusap lembut kepala istrinya.

"Suara Mas merdu banget, hati Adek sampai bergetar."

"Duh, sampai segitunya istri, Mas." Adnan memeluk istrinya dengan mesra.

"Kapan cutinya berakhir, Mas?"

"Lusa kita harus sudah kembali ke batalyon, Dek. Nanti sore kita izin sama Abah dan Ummik untuk ke rumah Ibu, ya, sekalian berpamitan."

"Iya, Mas."

💞💞💞💞

Sebuah rumah dinas mungil beraksen minimalis menjadi hunian Adnan dan Aira di batalyon tempatnya bertugas.

"Alhamdulillah, akhirnya dapat rumah juga, udah nggak tinggal di barak lagi," ujar Adnan saat memasuki rumah dinas barunya.

"Alhamdulillah, sudah bersih, ya, Mas, rumahnya. Kapan Mas bersihin?"

"Kemarin minta tolong adik-adik leting buat bersihin. Untuk penataan ruangannya terserah Adek aja. Nanti kita belanja perabotannya, ya."

"Iya, Mas." Aira mengangguk sambil tersenyum.

Adnan mendekat dan memeluk mesra istrinya dari belakang sambil berbisik. "Rumah ini nantinya akan kita isi penuh dengan kebahagiaan dan cinta. Juga riuh suara anak-anak kita yang bermain dengan gembira."

Aira membalikkan tubuhnya menghadap suaminya. "Mas mau punya anak berapa?"

"Sebanyak-banyaknya."

"Hah? Kok sebanyak-banyaknya sih?"

Muhasabah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang