"Izin, Bamin. Tadi dicari Bu Danki. Katanya mau minta tolong persiapan kunjungan untuk lusa," kata Prada Akbar, salah satu staf administrasi.
"Oh, ya? Ok, makasih. Aku segera merapat ke kediaman Bapak. Kamu lagi ngerjain apa, Bar?"
"Izin, Bamin. Ini, saya lagi nyicil ngerjain laporan gaji."
"Ok, sip. Nanti kalo udah selesai tinggal aku cek, ya."
"Siap, Bamin."
Sertu Adnan keluar dari kantor kompi dan berjalan menuju barak bujang, tempat tinggalnya. Ia membuka paper bag berwarna maroon lalu mengeluarkan isinya. Sebuah koko kekinian berwarna abu metalik tampak menawan.
"Memang bagus desainnya." Ia menatap lekat koko di tangannya sambil mengelus bahannya.
Sertu Adnan segera menyimpannya rapi dalam lemari. Ia lalu gegas mengganti pakaian premannya dengan pakaian loreng untuk melaksanakan apel persiapan kunjungan Panglima Kodam yang dilaksanakan lusa.
Seusai apel, Sertu Adnan berjalan menuju kediaman Danki (Komandan Kompi). Kali ini ia berkepentingan dengan sang Ibu, karena tadi siang Ibu Danki sempat mencarinya. Nasib menjabat sebagai Bintara Administrasi, urusannya banyak sama ibu-ibu.
"Assalamualaikum. Mohon izin, Ibu," sapa Sertu Adnan saat tiba di depan pintu kediaman Danki.
"Waalaikumsalam. Oh, Pak Bamin, mari silakan masuk, Pak," kata Ibu Danki.
"Siap, terima kasih, Ibu."
"Silakan duduk dulu, Pak Bamin. Saya permisi melanjutkan telepon sebentar, ya, Pak Bamin. Sekalian nunggu Pak Danki masih ganti baju."
"Baik, Bu. Siap!"
Sebuah sofa minimalis berwarna hijau lumut memenuhi ruangan berukuran 3x4 meter itu. Sertu Adnan duduk dengan tenang. Di samping sofa berdiri tegak sebuah lemari kaca yang bersih dan mengkilat tanpa sebutir pun debu yang menempel. Sepertinya sang pemilik selalu menjaga kebersihannya. Tampak terpajang di dalam lemari kaca tersebut deretan trophy, medali, dan penghargaan lainnya yang sempat diraih oleh pimpinannya.
"Memang Pak Danki hebat sejak muda dulu," kata Sertu Adnan lirih sembari mengamati pajangan di dalam lemari kaca.
"Jadi gini, Mbak Aira, baju yang sempat saya ambil seminggu yang lalu di butik, ternyata sedikit sesak, baru aja saya buka dan coba ini tadi, Mbak. Gimana, apakah Mbak Aira bisa benahin?"
"Butik? Aira? Apa yang dimaksud adalah butik yg ownernya cantik itu, kalo tidak salah di labelnya tertulis 'Aira Boutique'. Aku jadi makin penasaran sama dia."
Sertu Adnan yang tidak sengaja mendengar obrolan Ibu Danki di telepon yang menyebut nama butik dan Aira, kembali teringat dengan cewek yang sedang ingin dikenalnya saat ini.
"Ok, baik, Mbak Aira, nanti jam 8 malam saya ke butik, ya. Terima kasih. Assalamualaikum," kata Bu Danki lagi yang masih berbicara melalui telepon.
Tak berselang lama, Pak Danki keluar menemui Sertu Adnan kemudian disusul juga oleh Bu Danki. Sertu Adnan segera berdiri yang memberi hormat kepada pimpinannya.
"Silakan duduk lagi, Pak Bamin!" titah Pak Danki.
"Siap, Ndan!"
"Gimana, ada perlu sama saya atau sama Ibu?" tanya Pak Danki.
"Izin, tadi siang Ibu sempat mencari saya, tapi tidak ketemu, Ndan."
"Oh, berarti ini urusannya sama ibu-ibu perihal kunjungan panglima."
"Siap, Ndan!"
"Kirain kamu ke sini mau laporan pengajuan nikah, Bamin."
"Izin, masih belum, Ndan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Muhasabah Cinta
RomanceAira Medina, seorang putri dari kiai yang cukup ternama di desanya. Ia lebih memilih aktif di dunia bisnis dengan membuka sebuah butik baju muslim daripada mengurus pondok milik keluarganya. Ning Aira, desainer muda yang cantik dan ramah harus legow...