Aleppo Timur, Desember 2017
"Nak, tahukah kamu, matahari dan bulan dulunya kekasih yang saling mengasihi?"
Seorang ibu muda, rautnya secemerlang rembulan pukul tujuh, cukup cantik dipandang menyamping, mendongeng kepada putri kecilnya di pembaringan mereka. Sesekali bau mesiu menyeruak sekonyong-konyong.
Paras si anak menengadah, seteduh bayang matahari pagi itu, pukul empat subuh hari tepatnya, bercelotehlah ia, "Ma, bukankah dongeng papa berkata, matahari memancar di siang hari, dan bulan temaram di malam harinya? Mereka selamanya tak mungkin berjumpa, kan?"
"Begitu kata papamu?" Si ibu muda mengangguk tergugu, lantas direngkuhnya paras sang putri. "Nak, menurutmu bunga apa yang paling beruntung di dunia ini?"
"Bunga mawar. Karena semua wanita mau jadi mawar. Mawar paling jelita dan cahayanya menyilaukan mengalahkan bunga-bunga di sekitarnya. Itu kata Tiger Rose dulu." Si putri menjawab tanpa ragu, dentuman di kejauhan memaksanya waspada, sekalipun tubuhnya terlindungi dalam dekapan sang ibu.
"Dulu dan sekarang, mawar dianggap paling dicintai di antara bunga-bunga. Tapi, Nak, jadilah kamu sunflower, bunga matahari, karena bunga ini buah hati dari matahari dan rembulan, yang saling mencintai dulunya sebagai kekasih."
"Jadi matahari dan bulan benar-benar kekasih dulunya, Ma?"
"Benar. Akhirnya mereka berpisah, agar siang hari dan malam hari mendapatkan cahayanya secara adil. Bunga matahari adalah buah dari percintaan mereka ..." si ibu muda melemah suaranya, jemari ringkihnya tanpa disadari meraba perut yang mencuat, ada buah hati lainnya bersemayam di sana, menanti untuk dilahirkan dalam penderitaan yang tak direncanakan.
Pembaringan mereka dingin, berdebu tentunya, alas tipis karpet yang melekat pada lantai kasar yang tak semestinya ditiduri, apalagi untuk perempuan mengandung dan putrinya yang kecil. Bahkan ini bukan rumah yang sebenarnya. Ruang darurat di bawah tanah, satu-satunya cara menyelamatkan nyawa ketika kekacauan meluluhlantakkan dunia di sekelilingnya. Bisa saja, rumah mereka di atas sana porak poranda disambar mortar. Bisa saja, tak lama lagi mereka tak paham rumah itu apa maknanya, karena dalam kemelut dan kericuhan itu, tak ada rumah yang benar-benar aman untuk ditempati.
"Papa di mana, Ma?" Putrinya bertanya.
Sang ibu muda merintih ditahan-tahan, pertanyaan menyakitkan baginya, karena ketidakpastian itu menakutkan, bahkan di saat kamu terlatih enam tahun bertahan dalam peperangan, ketidaktahuan malah jauh meneror ketimbang asap mesiu, peluru tajam menerjang, maupun korban-korban nyawa berjatuhan, di antaranya orang-orang yang kamu kenal atau dekat denganmu semasa hidupnya, tewas sia-sia. Tidak tahu apa-apa sama saja binasa dalam perang.
"Baba-mu mencari kakakmu. Kakakmu entah ... entah ... di mana."
Baba adalah ayah dalam bahasa Turki. Putri si ibu muda menyapanya papa. Seharusnya mama disapa Anne dalam bahasa Turki, tapi kata mama terlanjur menjadi kesayangan bagi si putri cilik. Asalnya dari bahasa Belanda pappa dan mamma. Maklumlah, sahabat putrinya, seorang gadis kecil bernama Tiger Rose yang mengajari mereka kata-kata Belanda sederhana.
Anak yang malang, Tiger Rose yang bukan nama sesungguhnya. Ia dilahirkan dengan nama yang lain, dan nama itulah yang ditoreh pada nisannya, hanya lima puluh pekan sebelumnya. Tiger Rose tak lain mawar juga, bunga mawar berstrip, varian dari floribunda rose yang corak belangnya menyerupai harimau galak. Namun, Tiger Rose si mawar belang sesungguhnya bunga yang cantik, dan bunga unik ini menyimbolkan kesatuan serta kebersamaan yang abadi.
Kata putrinya, Allah lebih mengasihi Tiger Rose, dan mengambil nyawanya adalah perlindungan-Nya supaya si gadis tidak lagi menderita sakit. Allah punya cara melindungi yang berbeda-beda bagi setiap orang, kata seorang guru. Ada yang dibiarkan hidup senang, ada pula yang diberikan penderitaan sebagai pelajaran, dan ada yang dipanggil ke hadirat-Nya untuk dihadiahi tempat terbaik dalam rumah yang kekal. Namun, Allah mengasihi semuanya, tanpa membeda-bedakan, entah dalam perang ataupun damai keadaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunflower Moon: Aleppo is Leaving
Ficción históricaKisah fiksi sejarah yang berlatar perang saudara di Suriah sejak 2011 hingga 2017. Tokoh utamanya bernama samaran Sunflower Moon, keturunan Turki-Mesir, usianya tujuh tahun dan bermukim di Aleppo Timur yang paling parah diguncang pertikaian. Sunflo...