° XV. Pertemuan Tiga Raja °

490 84 1
                                    

3rd Person POV

Bukan (Y/N) namanya jika menyia-nyiakan informasi atau pengetahuan tambahan yang bisa saja dia dapatkan dari ketiga raja dari tiga kerajaan besar di Tanah Viva ini.

Raja GM menyuruh semua orang--kecuali para raja--untuk keluar dari ruangan karena ini adalah pertemuan penting yang sangat dadakan dan tak terduga. Genah mengajak Marvel, Samsul, dan (Y/N) untuk mencari tempat istirahat, namun gadis berambut pirang pendek itu berdalih bahwa ada 'hal pribadi' yang ingin dia lakukan terlebih dahulu. Dia akan menyusul secepatnya nanti.

Jadi, di sinilah dia; berjongkok di balik sebuah tanaman yang memiliki kuncup sebesar kepalan tangannya, yang berada di samping pintu ganda ruang pertemuan. Posisi yang bisa dibilang cukup strategis untuk menguping pembicaraan di dalam.

"Jadi, bagaimana kamu bisa menemukan kerajaan ini, Malik?" Tanya Raja GM lebih tenang.

"Biar aku menceritakannya dari awal, dengarkan baik-baik. Kau ingat pembicaraan kita di Olvia seminggu yang lalu? Berkat sedikit informasi darimu itu, aku berhasil mendapatkan petunjuk mengenai tempat penyegelan Herobrine 15 tahun yang lalu. Di sana, aku menemukan sebuah batu monolit besar..." jawab Malik memulai ceritanya.

**

12 jam yang lalu, setengah kilo di utara Vermillion, di tengah hamparan padang rumput luas dengan pegunungan tinggi di salah satu sisinya. Rafel sebenarnya sudah merasa ada yang tidak normal sambil melangkah di atas rumput yang setinggi betis, mengikuti rajanya menuju salah satu gunung yang terlihat hitam dibalut gelapnya malam.

Malik berhenti di depan goa yang mulutnya menganga tidak natural sampai setengah dari gunung tersebut, tanah kehitaman di sekitar mereka, dan suara desir angin menambah kesan mencekam di dalam sana. Namun, dengan bodo amat, Malik melangkah masuk.

"Hati-hati, Rafel. Kita tidak tahu bahaya apa yang ada di depan. Tetaplah waspada karena sepertinya akan ada jebakan. Rafel? Kau dengar, tidak?" Suaranya menggema di dalam goa tersebut.

Dia berpikir agaknya langkahnya terlalu cepat atau panglimanya itu memang lambat, karena cahaya dari lentera yang dibawa pemuda bermata kuning keemasan yang seharusnya mengikutinya itu terasa seperti meredup dan menghilang. Malik menoleh ke belakang dan dikejutkan dengan sebuah jalan buntu. Padahal, dia baru saja lewat, kan? Bagaimana bisa jalannya sudah tertutup?

"Rafel?" Panggilnya bingung sambil melihat sekitar.

Dia berada di sebuah tempat seperti ruangan asimetris. Obor-obor menyala sendiri memberikan penerangan, terkhusus kepada sebuah batu besar berbentuk kubus dengan banyak ukiran aneh di hadapannya sekarang. Dia pun melangkah mendekat dan mengamati batu tersebut baik-baik.

Tap...

Terdengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya. Malik langsung menoleh dan memasang posisi siap bertarung. Mata merahnya menangkap sosok 'buruk rupa' yang menyerupai dirinya.

"Siapa kau? Apakah mungkin... kau adalah Si Mata Katarak itu?" Malik mencabut pedangnya dan menatap dengan tajam.

Suara tawa terdengar sambil sebuah seringai menyeramkan terpasang di wajah sang 'buruk rupa'. Dapat terlihat deretan giginya, terutama gigi taringnya yang panjang dan tajam. Kemudian, sosok itu berkedip sekali untuk mengeluarkan cairan seperti darah dari mata merah terangnya. Malik menggeram, merasa diremehkan.

[ Tidakkah kau mengenali wajahmu sendiri? ]

Jika 'berisisik' dapat digunakan untuk mendeskripsikan suara, maka itu bisa menjadi suara sosok 'buruk rupa' itu yang menggema di ruangan tersebut. Lantang dan sarat ketegasan langsung di baliknya, benar-benar mirip seperti Malik.

"𝘼𝙣𝙩𝙖𝙧𝙖 𝙍𝙪𝙖𝙣𝙜 𝙙𝙖𝙣 𝙒𝙖𝙠𝙩𝙪" || 𝑉𝑖𝑣𝑎 𝐹𝑎𝑛𝑡𝑎𝑠𝑦 (S1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang