° EPILOG: Sekarang Apa? °

537 70 7
                                    

1st Person POV

"Pey, bantuin kami, Pey! Samsul udah nggak napas ini, Pey!" Sahut Marvel panik setelah mengecek keadaan saudaranya sendiri karena aku tidak menjawab panggilannya dari tadi.

"Iya... terus kenapa?" Peppey berjalan pelan mendekati kami.

Marvel langsung menoleh dan melotot ke arahnya. "Lu nggak peduli?! Dia saudara kita, Pey!!"

"Emangnya apa yang bisa kita lakuin, Vel? Jiwanya udah nggak ada. Kecuali kalau..." Peppey berjongkok di sebelahku, lalu tiba-tiba menyingkap jubahku. Aku butuh waktu untuk menyadari hal itu dan dikejutkan dengan apa yang dia ambil. Batu Sapphire.

"Pey... lu nggak serius, kan?" Bisikku dengan suara tercekat.

Tawa pahit keluar dari mulutnya. "Terakhir kali gue nganggep remeh sesuatu, gue cuman berakhir dengan luka menyedihkan yang sama." Dia memandang kedua telapak tangannya yang ternyata... terdapat luka bakar. Jangan-jangan itu didapatkannya ketika berlatih sihir api hitam untuk pertama kalinya?

"Ta, tapi, Pey, pasti ada cara yang lain!" Suara Marvel bergetar. Dia juga melihat luka bakar itu.

"Coba kasih tahu gue sekarang apa caranya, Vel," ujar Peppey sambil mengangkat Batu Sapphire itu.

"Pey... please jangan!" Marvel langsung berdiri dan mencoba meraih tangan Peppey, namun anak laki-laki paling tua itu mengibaskan tangannya dan mendorong sang 'adik' ke belakang.

Waktu Marvel hendak bergerak sedikit, api hitam langsung mengurungnya.

"Lu mau nyegah gue juga, (Y/N)?" Mata hijau mudanya melirik ke arahku, membuatku baru menyadari apa yang hilang dari sepasang iris tersebut: cahaya kebahagiaan.

Aku diam.

"Gue harus anggap itu sebagai nggak atau iya?" Tawa pelan keluar lagi dari mulutnya, membuatku langsung memeluknya.

Dia menghela napas pelan, lalu balas memelukku. "(Y/N), biarlah ini jadi cara gue menebus dosa dan kesalahan yang telah gue buat," dia pun beralih menatap Marvel. "Vel... Titip salam buat Papa, ya."

Air mataku langsung tumpah sambil aku mengeratkan pelukanku. Cahaya lembut mulai membalut tubuhnya dan tubuh Samsul. Tak lama, tangannya telah terkulai lemas dan suara kaca pecah terdengar pelan. Suara api perlahan memudar dan Marvel langsung ikut memeluk kakaknya. Ketika Samsul terbangun, dia langsung mengerti apa yang terjadi. Isak tangisnya pun bergabung dengan kami sampai kami tidak menyadari bawha para raja akhirnya tiba di ruangan aula yang porak-poranda ini.

.。.:*✧ " EPILOG: Sekarang Apa? " ✧*:.。.

1st Person(?)'s POV

"Kamu mau tahu sesuatu, tidak?"

Aku memutar bola mata malas. "Apa?"

"Di Wangshu Inn tadi, Paimon sempat mendengar pembicaraan dua orang mengenai hal yang sangat menarik, lho! Tapi, Paimon nggak terlalu ngerti..."

"Emang apa yang mereka bicarakan?"

"Ngg... tentang sebuah 'objek' yang 'tidak terpengaruh oleh waktu', 'menembus ruang dimensi dan takdir', dan 'tidak berada di masa depan maupun masa lalu'..."

"Hah?" Aku mengangkat alis, turut bingung.

"Dari yang bisa Paimon dapat, intinya gitu!"

Aku diam, berpikir sejenak. Ini menarik dan membuatku penasaran, jadi aku segera balik kanan dan berlari kecil mengikuti jejakku di belakang.

"Eh, hei! Tungguin Paimon!" Teman kecilku satu itu segera meluncur menyusulku.

Kami sampai lagi di Wangshu Inn dan Paimon pun menunjuk sebuah meja yang berisikan dua orang. "Ah, itu mereka! Untungnya masih ada di sini!"

"𝘼𝙣𝙩𝙖𝙧𝙖 𝙍𝙪𝙖𝙣𝙜 𝙙𝙖𝙣 𝙒𝙖𝙠𝙩𝙪" || 𝑉𝑖𝑣𝑎 𝐹𝑎𝑛𝑡𝑎𝑠𝑦 (S1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang