10. Kembali

2 3 0
                                    

Bau obat-obatan menyambut indera penciumanku. Ku tatap sekeliling yang terasa sunyi, nuansa putih sudah membuatku paham jika aku berada di rumah sakit.

Aku menatap kosong langit-langit kamar inap ku, mencerna kejadian saat pertemuanku dengan Jaemin malam itu. Aku menoleh ke arah jendela, manatap nanar butiran salju yang turun.

Aku beranjak turun dari ranjangku, dengan agak tertatih aku melangkah tak tentu arah. Jujur saja badanku terasa sangat lemas, kepala ku pening, belum lagi udara dingin terasa menusuk.

Kaki ku membawaku ke rooftop rumah sakit. Aku melihat dua orang laki-laki tengah berdebat, aku menatap lurus salah satunya. Dia Jaemin dengan pria bernama Jeno? Jika tak salah.

"Kenapa aku tak boleh menemuinya?!" Seru Jaemin. "Dia hanya orang asing, kenapa kau keras kepala sekali?" Balas Jeno dengan datar. "Aku merasa memiliki ikatan yang cukup kuat dengannya Jeno! Jangan membodohiku, aku menyadarinya saat kedua manik matanya menatapku dengan kerinduan, siapa dia Jeno?" Seru Jaemin.

Aku mendengar semua perdebatan mereka, tanpa ragu aku melangkah dengan tergesa menuju keduanya. "Hyung" panggilku lirih. Baik Jaemin dan Jeno menoleh ke arahku, Jeno menatapku tajam, berbeda dengan Jaemin yang menatapku dengan penuh tanya.

"Ini aku, Na Miran adik sekaligus kembaran dari Na Jaemin" lanjutku dengan suara yang bergetar. Kedua bola mata Jaemin melebar, ia memegangi kepalanya dan jatuh terduduk di atas salju yang menumpuk. Jeno mendudukan dirinya di samping Jaemin, tangannya di remat keras oleh Jaemin.

"Miran?" Isak Jaemin. Ia mendongak menatapku, ia berlari menghampiriku dan mendekapku erat. "Maafkan aku... aku bodoh, maaf" paraunya. Aku menggeleng, mengusap punggung miliknya.

Entah perasaanku saja atau tidak, udara semakin terasa dingin. Dekapan milik Jaemin yang biasanya hangat kini tak begitu terasa. Perut ku terasa sakit sekali seperti malam itu, bagaikan di tikam ribuan pisau. Kepalaku terasa berat, pandangan ku beberapa kali mengabur, aku menggeleng berusaha menjaga kesadaranku agar tetap stabil.

"Maaf" gumam Jaemin, aku tak begitu jelas mendengar gumamannya. Udara yang ku hirup terasa kian menipis, rasanya ada sesuatu yang menarikku dengan paksa, hingga aku tak kuasa untuk tetap terjaga, "ja-ngan per-gi la-gi" ucapku terbata, kelopak mataku menutup secara perlahan.

"MIRAN! BANGUN!"
Hanya itu yang ku dengar sebelum gelap dan hening merenggut kesadaranku sepenuhnya.

CyA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang