8. Petunjuk

116 19 2
                                    

Hari ini juga Zoe memutuskan untuk melakukan tugasnya, dan tentu saja dengan didampingi oleh kembarannya yang sangat setia menemani kemana pun dia pergi.

Waktu sekitar lima menit mereka gunakan untuk duduk di halte dekat sekolah, berhadapan langsung dengan jalan raya yang menjadi Tempat Kejadian Perkara.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi satu jam yang lalu sehingga suasana sekitar sekolah sudah lumayan sepi, hanya ada beberapa murid yang memiliki kegiatan khusus di dalam sana. Seperti ekstrakurikuler, rapat organisasi atau kesibukan yang lain.

Waktu ini yang ditunggu-tunggu oleh Zoe untuk melancarkan aksinya karena tidak ingin fokusnya terganggu jika terlalu ramai, namun hasilnya tetap saja nihil. Dia tidak mendapatkan apa-apa di sini.

"Balik aja yuk, dilanjut besok," ajak Zio yang juga sudah mulai merasa bosan, karena sedari tadi yang dia lakukan hanyalah duduk sambil memandangi beberapa kendaraan yang melintas di depannya.

"Bentar gue masih penasaran."

"Lo liat sesuatu?" Tanya Zio.

Zoe menggeleng pelan, dia memilih untuk memejamkan matanya mencoba lebih banyak menyerap energi yang ada di sekitar.

Matanya kembali terbuka dan yang ia lihat selalu sama, penampakan arwah-arwah yang tidak dikenalinya mengitari sekeliling tetapi tidak ada yang serupa dengan Angkasa.

Mereka yang Zoe lihat pasti akan menyadari jika ada ada manusia yang dapat melihat keberadaannya sehingga berbondong-bondong untuk menghampiri gadis itu meminta pertolongan.

Zoe yang panik segera memutus indra penglihatannya yang lain agar tidak melihat sosok-sosok seram itu lagi.

Bohong jika dia berkata tidak terganggu ketika melihat arwah-arwah itu. Zoe selalu bergidik ngeri saat terpaksa harus melihat penampilan mereka yang jauh lebih seram daripada saat dirinya menonton film horor.

Muka Zoe ikutan pucat setelahnya. Mendadak ia ingin muntah karena bau-bau anyir darah yang mengucur dari tubuh para arwah penasaran itu.

"Are you okay?" Zio terlihat khawatir dengan kondisi saudara perempuannya ini. Dia langsung berinisiatif mengambilkan botol air mineral di dalam tas ranselnya dan menyodorkannya ke Zoe.

Zoe mengangguk, tangannya menerima pemberian air mineral itu dan lansung meneguknya setelah tutupnya terbuka.

"Kita balik aja ya? Gue gak bisa jamin kalo semua bakal baik-baik aja habis ini," pinta Zio.

Bukan tanpa alasan Zio mengatakan hal tersebut karena siapapun anggota Ornamen yang menggunakan kekuatannya terlalu berlebihan maka energi tubuhnya akan ikut terserap habis, bahkan terkadang Zio melihat Zoe pingsan saat berlatih bersama papanya. Lebih parahnya, untuk kaum Socarta sendiri terkadang para arwah akan mengikutinya berhari-hari dan mengganggu aktivitas harian mereka.

Sebenarnya ada cara untuk menangkal hal itu, yaitu dengan mengusirnya menggunakan kekuatan Socarta yang lain, tetapi sayangnya Zio tidak bisa melakukannya karena kekuatannya yang lemah.

"Lo duluan aja, gue mau ke suatu tempat."

Zoe berdiri dari duduknya, memperbaiki gendongan tas ranselnya yang hampir jatuh.

"Gue ikut."

Zio sudah hendak berdiri dari duduknya tetapi bahunya tiba-tiba saja ditahan oleh tangan yang lebih muda. "Gue mau main, bukan jalanin misi. Lo pulang aja, oke?"

"Bilang mau kemana, biar gue gak khawatir."

Sama seperti kakak pada umumnya, Zio tetap mencemaskan saudaranya itu, takut jika dia berulah seperti yang sudah-sudah.

OrnamenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang