Malam hari di kediaman keluarga Banyuarta tampak suasana penuh ketenangan. Terdengar suara televisi menyala di ruang keluarga menampilkan acara kartun spons kuning yang bekerja di sebuah restoran burger.Sementara si penikmat kartun duduk tenang di sofa dengan sekantung camilan di pangkuannya.
Ketika mengecek jadwal pelajaran untuk besok dan ternyata tidak ada tugas yang harus dikerjakan adalah impian bagi banyak murid di dunia, termasuk Shan. Kini dia bisa bersantai menonton kartun favoritnya tanpa dihantui oleh tugas-tugas yang belum selesai.
Saat sedang asik menonton, Shan merasa ada yang meniup tengkuknya. Dia menoleh ke belakang tetapi tidak menemukan seseorang di sana. Mencoba tetap berpikiran positif mungkin hanya angin sepoi-sepoi yang berlalu saja, tetapi tak selang lama tiupan itu kembali terasa.
Shan kembali menengok dan tidak mendapati siapa-siapa lagi di belakangnya. Kini otaknya tidak bisa diajak untuk berpikir positif lagi. Biarkan saja orang lain menyebutnya penakut, memang begitulah faktanya.
"Shan Anjesa," panggil sebuah suara menyebut namanya samar-samar dengan nada menakutkan. Suara itu seperti berasal dari bagian belakang bawah sofa yang dia duduki.
Shan tidak lagi merasa takut karena dia kenal betul siapa pemilik suara itu. Gadis itu menaikkan sepenuhnya badannya ke sofa dan berbalik lalu sedikit menunduk untuk melihat bagian bawah sofa.
"Lo ngapain sih, kak?" Tanya Shan sedikit sebal dengan tingkah kekanak-kanakan kakaknya.
Marka memang memiliki badan bongsor tetapi tidak dengan sifatnya ketika di rumah, yang menurut Shan tidak ada bedanya dengan anak kecil umur lima tahun. Terbukti saat ini terlihat Marka tengah menunduk di belakang kursi, menjadi tersangka utama dibalik kejahilannya terhadap sang adik.
"Manggil doang," jawab Marka.
"Iseng banget heran. Gue aduin ke ayah tau rasa," cibir Shan sambil memperbaiki posisinya semula seperti tadi.
"Dih cupu, gitu aja takut," ledek Marka yang puas karena baru saja menjahili adiknya. Dia sering menjahili Shan karena tahu adiknya ini memiliki sifat penakut, entah kepada manusia maupun makhluk halus.
Marka memutuskan keluar dari persembunyiannya dan memilih duduk di lantai bawah depan sofa yang diduduki oleh Shan.
"Ngapain lo duduk di situ? Lagi cosplay jadi babu?"
"Heh mulutnya, orang ganteng gini dikatain babu," ucap Marka dengan percaya dirinya.
Shan merollingkan matanya muak. "Punya kakak kenapa freak banget sih anjir, ga betah gue"
"Yang penting pinter," sahut Marka tak mau kalah.
"Ketos gak jelas," cibir Shan. Dia mengakui bahwa kakaknya ini memang pintar di bidang akademik dan cekatan sehingga banyak orang mempercayakan posisi ketua OSIS kepadanya, tetapi sikap bawaan Marka yang freak ini susah untuk ditolerir juga.
"Tumben lu diem-diem aja di rumah akhir-akhir ini, biasanya juga sama si Heksa"
Perkataan Marka langsung membuat fokus Shan yang tadinya mulai terpaku pada televisi kembali buyar. Marka tau kalau dia punya pacar sebelumnya, tetapi dia lupa belum memberi tahunya kalau dia sudah putus dengan Heksa.
"Dah putus," jawab Shan dengan entengnya.
"Hah seriusan, kok bisa? Lo diapain sama dia?" Tanya Marka dengan muka tak santai seperti sudah siap berperang melawan siapapun orang yang berani menyakiti adiknya.
Shan menghela nafas cukup tertekan dengan kehebohan yang diciptakan Marka. "Ga ada, dianya ga jelas mutusin duluan"
"Selingkuh fiks"

KAMU SEDANG MEMBACA
Ornamen
AcakOrnamen adalah organisasi yang menampung banyak manusia berkekuatan magic di dalamnya. Kelompok ini sudah ada sejak nenek moyang mereka, dan pada setiap generasi pasti memiliki kisahnya sendiri. Pada generasi baru ini mereka mungkin masih remaja, ta...