Zoe kembali ke apartemennya saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dengan segera ia rebahkan badannya pada sofa panjang yang tersedia di depan tv. Hari ini terasa begitu melelahkan untuknya, dari saat dirinya mencoba berkomunikasi dengan hal ghaib sampai latihannya dengan Wiora atau Wissy.
Ternyata misi yang harus ia selesaikan adalah latihan menembak dengan gadis blonde itu. Untuk dirinya yang sama sekali belum memiliki skill menembak hal itu sangat menyulitkan baginya. Sudah banyak cacian yang ia terima dari mulut Wiora karena kesalahan-kesalahan yang dia lakukan. Zoe merutuk kenapa harus Wiora yang menjadi mentornya dalam hal menembak.
Zoe mengakui skill yang Wiora miliki sangatlah ahli tetapi dia sama sekali tidak cocok untuk dijadikan mentor jika dilihat dari sisi kesabarannya.
Entahlah, ia hanya ingin meluapkan segala kekesalannya. Mungkin karena berbagai energi negatif yang sedari tadi mengikutinya sejak kejadian di halte bus. Matanya terpejam sejenak, berharap semua masalahnya akan selesai disaat itu juga.
"You udah pulang?"
Sebuah suara menginterupsi membuatnya kembali membuka mata. Ia menoleh kesamping dan mendapati Vio sudah duduk nyaman di sofa yang sama.
"Gue capek banget, Wissy anjing."
Vio hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat kekesalan sepupunya itu. Entah apa yang terjadi, Zoe seperti hendak menelan orang hidup-hidup.
Sejenak Vio merasakan hawa yang berbeda dari semenjak ia mendapati Zoe didekatnya. Seperti rasa tidak nyaman, lalu tiba2 sebuah pajangan kayu yang ada di belakang mereka jatuh membentur kerasnya lantai. Refleks keduanya menoleh ke arah yang sama. Berbeda dengan Zoe yang tidak terlalu memperdulikannya, Vio terus memfokuskan matanya ke arah sana.
Tak lama kemudian dia memukul bahu Zoe sedikit keras.
"Fuck, lo bawa apaan?" Tanyanya setelah menyadari banyak sosok seram berkeliaran di sekitar mereka. Sebelum Zoe datang, suasana tampak aman-aman saja, tetapi sekarang kondisinya sudah berbeda. Ia yakin setelah ini mungkin akan terjadi kekacauan lagi di sini.
"Bersihin Zoe, gue agak ngeri liatnya," pinta Vio pada Zoe yang masih bergeming, tidak menunjukkan adanya tindakan apapun.
Zoe memilih meletakkan kepalanya pada bahu Vio, ia jadikan bahu itu sebagai sandaran. "Biarin aja, gue ga ada tenaga," ucapnya dengan lesu.
"Lo ga bakal bisa tidur tenang kalo gini caranya."
Vio mencoba memberi pengertian secara halus karena dia tahu seberapa besar sikap keras kepalanya Zoe.
"Beresin dong, please!" Zoe mendongak menatap mata Vio dengan puppy eyesnya, berharap sepupunya itu mau mengabulkan permintaan tolongnya.
"Ga usah sok imut gitu, jijik."
Tangan Vio menampol pelan pipi Zoe sampai kepalanya menoleh lagi ke depan. Walaupun begitu, sebenarnya dia juga tidak tega melihat kondisi Zoe yang memang sudah lemas seperti ini. Lain di mulut, lain di hati.
Vio beranjak dari duduknya untuk membereskan kekacauan yang terjadi sebelum makin parah. "Mandi sana, you bau angin trotoar!"
"Sialan, orang masih wangi gini." Zoe mencium lengan bajunya untuk memastikan bahwa perkataannya tidak salah.
Setelah memastikan dirinya masih wangi, Zoe berbalik menghadap arah belakang sofa dimana Vio sedang membenarkan pajangan yang jatuh tadi.
"Anyway, ngapain ke sini?"
Vio menghentikan gerakannya ketika mendengar pertanyaan Zoe.
"Gapapa, cuma mau ngasih tau jangan terlalu keras sama diri sendiri. Zio ada buat bantu lo kapan pun lo mau."

KAMU SEDANG MEMBACA
Ornamen
RandomOrnamen adalah organisasi yang menampung banyak manusia berkekuatan magic di dalamnya. Kelompok ini sudah ada sejak nenek moyang mereka, dan pada setiap generasi pasti memiliki kisahnya sendiri. Pada generasi baru ini mereka mungkin masih remaja, ta...