"aku juga tidak ingin seperti ini. Papa bisa membenciku kapanpun papa mau. Tapi tolong sekali saja, aku hanya ingin pelukanmu. Aku benar benar lelah sekarang. Apakah sesulit itu untuk menerimaku? Haruskah aku menyusul ayahku? Apa itu yg papa inginka...
Dua pasang kaki bergelantungan dgn bebas ditepi atap gedung sekolah. Sementara dua pasang tangan mereka bertopang pada pagar besi pembatas disana. Mentari sudah hampir tenggelam tapi dua remaja laki-laki itu masih enggan untuk turun dan kembali ke rumah. Sudah puluhan menit mereka hanya duduk tanpa seorang pun yg berbicara. Entah sudah kehabisan kata atau hanya sedang sibuk menata pikiran masing masing. Beberapa hari lagi adalah hari kelulusan mereka, dan itu artinya kemungkinan besar mereka tidak akan pernah bertemu lagi satu sama lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Bukankah kau sudah tidak membutuhkan aku lagi?"
Yeah.. Keduanya sempat terlibat obrolan cukup berat beberapa waktu yg lalu. Entah apa yg terjadi sebelumnya,tiba-tiba saja Rain mengakui pada Venice kalau dia hanya memanfaatkan temannya itu selama ini. Venice yg sejak awal sudah mengetahui hal itu tidak tau harus bereaksi seperti apa.
"Apa kau marah padaku, Venice?"
Marah? Tentu saja tidak. Venice audah melewati masa masa itu. Awalnya memang marah, tapi menurutnya selama Rain masih mau berteman dengannya itu tidak masalah.
Venice juga baru mengetahui dibalik harmonisnya keluarha Rain selama ini ternyata menyimpan begitu banyak tuntutan pada anak mereka. Rain mengatakan padanya bahwa dia gagal pada ujian masuk di universitas yg di inginkan oleh kedua orang tuannya. Dan akibatnya Rain harus menerima amarah dari kedua orang tuanya yg terkesan sama sekali tidak mengapresiasi usahanya selama ini.
"Tidak. Tidak masalah kau memanfaatku sesukamu asalkan kau tetap berteman denganku."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rain menatap Venice yg tersenyum manis padanya, benar-benar tidak ada kemarahan sedikitpun di wajahnya. Kenapa anak ini memiliki hati yg begitu baik, pikir Rain.
Rain sangat berterimakasih pada Venice yg tidak berniat untuk membencinya sedikit pun. Tidak tau apa jadinya jika Veenice akan berakhir membencinya disaat seperti ini. Kemarahan orang tuanya sudah cukup menyakiti perasaannya.
"Ada apa?"
Venice yg tiba tiba diam menatap kosong kearah bawah membuat Rain menepuk pelan bahunya.