Part 4 (Pulang Bersama)

831 72 6
                                    

Sesampainya di kantin, Jimin langsung mengambil minuman dingin dan menegaknya dengan cepat, membuat air menetes turun membasahi leher putihnya. Persetan dengan menjadi anak manis dan pendiam, Jimin benar-benar butuh asupan mineral dalam tubuhnya. Selain haus, ada hal lain yang membuatnya segera mendinginkan seluruh tubuhnya.

Masih ingat kejadian di pinggir lapangan? Iya, itulah penyebabnya. Wajahnya memerah total, ditambah Yoongi menatapnya begitu lamat seakan menelanjangi dirinya saat itu juga. Tidak ada pilihan lain selain melarikan diri, bukan?

Mendudukkan dirinya pada kursi kantin, mengusap bulir keringat di keningnya. Oh ayolah, ia tak pernah segugup ini sebelumnya. Lomba olimpiade saja ia bisa tenang, bagaimana bisa Yoongi membuatnya seberantakan ini? Ini tidak bisa dibiarkan, ia tidak boleh lemah hanya karena Yoongi menatapnya.

Semua orang memiliki mata untuk melihat, jadi wajar saja Yoongi menatapnya. Yah, begitu cara Jimin menenangkan dirinya. Tapi, tatapan matanya penuh kehangatan, bolehkah Jimin berpendapat seperti itu? Jimin tidak mau terlalu percaya diri, tapi tatapan Yoongi padanya seperti tatapan memuja. Oh, sudah hampir gila rupanya.

Menggelengkan kepala keras, menghalau pemikiran yang barusan merusak akal sehatnya. "Tidak, Jimin, tidak! Jangan terlalu percaya diri, oke? Tenangkan dirimu," ungkapnya menenangkan diri, sambil perlahan mengatir nafasnya.

Hembusan nafas kasar keluar dari bibir tebalnya, sungguh, ia bisa gila hanya karena seonggok manusia bernama Min Yoongi. Membenturkan kepala pelan ke meja di depannya. Bergumam tidak jelas, entah apa yang jelas menyalahkan kebodohannya.

Hingga sebuah tangan yang tiba-tiba menghalangi benturan kepala itu. Membuat Jimin menegang seketika. Dari aroma tubuhnya, ia tahu aroma milik siapa.

Jimin semakin merutuk dalam hati. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Tidak berani mengangkat wajahnya hanya untuk sekedar memastikan tangan milik siapa yang menahan kepalanya.

"Kau akan pusing nanti, jika membenturkan kepalamu seperti itu." Dimana pun Jimin berada, mengapa harus namja ini yang ada saat itu juga. Tidak bisakah Jungkook atau Baekhyun yang tiba-tiba datang? Tapi itu tidak mungkin, sih.

Jimin masih setia pada posisinya. Entahlah, ia benar-benar malu saat ini. Bukan hanya tentang tangan Yoongi yang ada di kepalanya, tetapi juga tentang kejadian di pinggir lapangan dengan bodohnya ia menjatuhkan tasnya yang berat itu dan menatap Yoongi dengan tatapan memuja. Sungguh, ingin di taruh mana wajahmu saat ini Jimin.

"Hey," panggil Yoongi pada Jimin.

"Iya, h-hyeong," jawab Jimin begitu lirih.

Yoongi dengan terpaksa mengangkat wajah Jimin dan menatapnya. Jimin masih menunduk malu. Kau bukan anak kecil yang harus malu-malu seperti itu Jimin.

Senyum terlukis di bibir tipisnya. Ia gemas sekali dengan namja di hadapannya ini. Bagaimana bisa ada namja menggemaskan seperti Jimin dengan segala tingkahnya.

"Kau kenapa?" tanya Yoongi akhirnya.

'Kenapa kau masih bertanya hyeong, aku begini karenamu.' Pekik Jimin yang tentu saja hanya terucap dalam hati.

Menggelengkan kepalanya, "tidak apa-apa, hyeong," ucapnya pelan.

"Kau yakin?" Tanya Yoongi memastikan keadaan Jimin. Sebab, yang Yoongi lihat keadaan Jimin saat ini sedikit kacau.

Bibirnya total bungkam, entah apa yang ingin dikatakan ia pun tak tahu. Hanya menganggukkan kepalanya ringan. Pikirannya masih terus bertanya bagaimana bisa Yoongi menemukannya disini? Sekolah ini luas, dari sekian banyaknya tempat mengapa kantin tujuan Yoongi?

Because, I Love You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang