Bab 30 ( Rembulan dan Kehangatan)

593 65 18
                                    

Susana malam ini cukup dingin, angin yang sengaja meniup dahan agar bergoyang meramaikan malam yang sunyi. Rembulan yang setia menemani bintang turut meramaikan malam dalam hening. Cuaca seperti ini sangat cocok untuk merenung dan berdiam diri sambil memikirkan masa depan.

Menatap rembulan yang tengah tersenyum malam ini, ikut melukiskan senyum di ranum tebalnya. Hatinya sedikit menghangat karena indahnya rembulan yang diselimuti langit gelap. Rembulan itu berani dan kuat sekali dengan malam gelap, tidak takut akan kegelapan karena bintang yang menemaninya.

Secangkir susu vanilla yang berada di genggamannya cukup untuk menghangatkan tubuhnya yang mulai terasa dingin. Bulu kuduknya pun ikut berdiri kala serayu dengan sengaja menyentuh kulit halusnya. Ia butuh kehangatan, ia butuh pelukan untuk menghangatkan tubuhnya.

Namun, ia segera menepis kala hatinya dengan tidak sengaja memangil nama Yoongi. Tidak, ia tidak bisa terus bergantung pada namja pucat itu. Ia tidak bisa terus mengharapkan namja pucat yang sial nya telah menyakitinya. Hatinya terluka, hatinya hancur, tapi ia berusaha kuat seperti rembulan diatas sana.

Helaan nafas ia hembuskan secara pelan. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi ia amat sangat mencintai Yoongi, di sisi lain ia kecewa dengan Yoongi. Entahlah ia tidak tahu mana yang lebih besar. Rasa cintanya atau kecewanya. Mungkin, jika dari awal Yoongi jujur padanya, ia tidak akan kecewa berlebihan seperti ini.

Apa yang bisa ia lakukan selain membiasakan diri tanpa Yoongi dan perlahan mengubur perasaannya. Ia hanya ingin mencoba untuk merelakan apa yang tidak ditakdirkan untuknya. Jika Yoongi terlalu sulit untuk digapai, maka ia akan ikhlas melepaskan.

Memikirkan bagaimana namja pucat itu menemani hari-harinya selama ini cukup menjadikan kenangan manis dalam hidupnya. Sudah cukup kenangan itu untuknya. Ia tidak ingin menambah kenangan lagi bersama namja pucat itu.

Pikirannya melayang tentang bagaimana senyum tampan Yoongi yang menyapa nya di pagi hari. Tentang bagaimana Yoongi yang begitu lembut berbicara padanya. Tentang bagaimana Yoongi yang menggenggam erat tangan mungilnya. Semua terekam jelas dalam memori ingatan nya.

Jika begini, sangat sulit melupakan namja itu. Namun, ia akan berusaha semampunya.

Masih sibuk dalam pikirannya, ketukan pintu di luar rumah cukup menarik penuh kesadarannya. Tubuhnya sedikit tersentak, keningnya mengernyit bingung. Tubuhnya berdiri kemudian berbalik menatap jam yang ada di nakas. Sudah hampir tengah malam, siapa yang bertamu malam-malam seperti ini.

Ketukan terdengar lagi, tapi kali ini sedikit lebih keras. Mau tidak mau Jimin melangkah cepat menuju lantai bawah dimana pintu utama berada. Ranum tebalnya menggumamkan kata 'sebentar' terus menerus, karena ketukan pintu semakin intens terdengar.

Membuka pintu itu dengan terburu, mendapati sosok yang sejak tadi berkeliaran dalam pikirannya. Menatapnya begitu dalam dengan tatapan sayunya. Ada apa dengan Yoongi? Begitu pikir Jimin.

"Yoongi hyeong?"

Sedikit terkejut dengan kehadiran Yoongi secara tiba-tiba.

"Bisakah aku masuk lebih dulu?" tanya yang lebih tua. Namja mungil itu sedikit menggeser tubuhnya untuk membiarkan Yoongi masuk.

Yoongi memasuki rumah sederhana Jimin, menghirup aroma khas Jimin disana, begitu kental. Ia berjalan menuju sofa yang ada di ruang tamu. Mendudukkan bokongnya pelan dan menyandarkan tubuh lelahnya sembari memejamkan maniknya. Menghirup kembali aroma Jimin membuatnya begitu nyaman, rasanya begitu nyaman seperti rumah.

Jimin terdiam, tidak tahu harus bagaimana menanggapi Yoongi yang tiba-tiba saja datang, lalu duduk dengan nyaman di sana. Namun, langkahnya ia bawa mendekat pada Yoongi. Berdiri tepat di samping namja pucat yang masih setia memejamkan manik.

Because, I Love You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang