Bab 22 (Deep Talk)

642 57 13
                                    

Mentari begitu cerah pagi ini, cahayanya menyelinap masuk dari celah gorden putih. Menyapa lembut wajah manis yang tengah terlelap. Namun, tak lama maniknya mengerjap perlahan, merasakan sinar yang menusuk retina. Perlahan terbuka, menatap langit kamar yang berwarna putih bersih, mengumpulkan nyawa yang semula hilang dari raga.

Kepalanya menoleh untuk melihat sosok disampingnya yang tengah tertidur lelap menghadapnya. Maniknya terpejam erat, dengkuran halus menjadi kicauan di pagi ini. Senyum terbit dari bilah ranum tebalnya. Pipinya merasa hangat kala sekelebat bayangan akan kejadian semalam kembali berputar dalam ingatannya. Bersemu merah, merasa malu juga sedikit canggung.

Mengingat bagaimana Yoongi yang mengukungnya di atas, begitu gagah dan juga mempesona. Mereka menghabiskan waktu tiga jam untuk menikmati waktu bercinta.

Menatap jam di nakas, menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh menit. Sekolah libur di hari Sabtu, menjadi keuntungan karena pagi ini ia bangun sedikit terlambat. Mendudukkan tubuhnya, merasakan sakit pada bagian bawahnya. Kekasihnya itu benar-benar luar biasa. Meringis kecil kala menjatuhkan kaki pada lantai, rasanya begitu nyeri, tapi mau tidak mau ia tetap harus bangun untuk membuat sarapan.

Pergerakannya membuat sosok di sampingnya sedikit terusik, menggumam tak jelas, Jimin lebih memilih untuk acuh. Perlahan turun dari ranjang dan melangkahkan kaki menuju kamar mandi, dirinya sudah memakai pakaian karena semalam Yoongi memakaikannya, dengan alasan takut Jimin sakit jika tidur tidak memakai pakaian.

Setelah membersihkan tubuhnya, ia memutuskan untuk segera membuat sarapan. Berjalan ke dapur dan membuka lemari pendingin, tidak ada apa-apa selain air mineral dan beberapa telur juga keju slice. Bibirnya mengerucut sebal, ingin memasak tapi tidak ada bahan yang bisa ia olah. Akhirnya, ia memutuskan untuk membuat sandwich saja.

Mengambil roti di lemari diatas kompor, empat helai roti sepertinya cukup untuk kedunya sarapan. Ia berencana untuk pergi ke supermarket setelah sarapan.

Tangan kurusnya begitu lihai mengoleskan selai strawberry pada helai roti, juga menyusun roti dengan isian telur juga selada untuk Yoongi. Setelah selesai dengan sandwich, ia membuat kopi dan susu untuk minum keduanya.

Setelah selesai, ia memutuskan untuk membangunkan Yoongi. Membuka pintu perlahan, mendekati ranjang, mengguncangkan tubuh Yoongi dengan pelan agar namja pucat tersebut tidak terkejut.

"Hyeong," panggilnya sambil menyentuh lembut pipi Yoongi. Memberi afeksi disana dengan sentuhan lembutnya agar Yoongi terbangun.

Hanya gumaman yang menjadi jawaban. Jimin tidak menyerah dan terus berusaha untuk membangunkan Yoongi. Menepuk pelan pipi Yoongi, "hyeong, bangun." Memilih duduk di ranjang samping Yoongi. "Ayo sarapan!" Ajaknya, "aku sudah membuat sarapan, hyeong," lanjutnya.

Tidak ada pergerakan dari Yoongi, namja pucat itu masih dalam posisi nyaman memeluk guling bersarung kuning milik Jimin. Jimin menghela nafas pelan, cukup sulit membangunkan Yoongi. Menatap Yoongi begitu lamat, jujur saja, hatinya masih kecewa. Namun, ia tidak bisa untuk terus menghindar dari namja pucat yang menjadi kekasihnya. Hatinya masih sakit, bagaimana Yoongi yang begitu baik di depannya, tapi menyakitinya secara perlahan dari belakang. Mengapa tak jujur saja?

Namun, Jimin tetaplah Jimin, namja manis yang akan senantiasa berbuat baik walaupun hatinya merasa sakit. Ia memutuskan untuk memaafkan Yoongi.

Jimin tersenyum lembut, mendekatkan wajahnya pada telinga Yoongi, memberi bisikan lembut disana.

"Hyeong, bangun. Sarapan sudah siap." Begitu lembut menyapa rungu Yoongi, membuat namja pucat itu perlahan membuka maniknya. Mendapati wajah manis Jimin membuatnya tersenyum dan dengan cepat mengecup ranum tebal Jimin. Jimin mengerjap cepat, terlalu sulit dicerna dengan pergerakan cepat Yoongi. Namja pucat itu menampilkan senyum cerahnya.

Because, I Love You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang