Bab 41 (Hilang)

577 66 22
                                    

Sudah dua minggu waktu berlalu, sejak pertemuan terakhir keduanya yang berakhir saling melepaskan rindu yang tak berujung. Memeluk erat hingga saling mengucapkan kata cinta berulang kali. Rindu yang membuncah perlahan terkikis ketika kedua manik keduanya saling menatap. Menyelami arti tatapan masing-masing hingga berakhir dengan kegiatan panas yang mereka lakukan di siang hari.

Setelah semalaman Yoongi membawa tubuh Jimin untuk ia dekap hangat, mengecup puncak kepala Jimin berulang kali dan terus mengulang kata yang sama, rindu dan cinta. Akhirnya, keduanya bisa saling memiliki seutuhnya.

Pun setelah kegiatan panas itu, baik Jimin maupun Yoongi masih betah berbaring di ranjang Jimin dengan tubuh polos yang saling berhadapan. Yoongi tersenyum lalu mendaratkan kecupan lembut di kening Jimin. Membuat Jimin tersenyum senang.

"Hyeong," panggilnya. Yoongi hanya mengangguk, menanti kalimat Jimin selanjutnya.

"Kemana saja kemarin sampai hyeong tidak menghubungiku?" Tanya Jimin dengan lembut. Kepalanya mendongak untuk menatap Yoongi.

Yoongi bimbang akan jawaban yang akan ia berikan. Jika ia jujur bahwa semalam adalah acara pertunangannya dengan Jihoon, jelas akan menyakiti Jimin. Namun, jika ia berbohong mungkin ia akan aman untuk saat ini, tapi nanti ia akan menyakiti Jimin lebih dalam lagi. Ia bimbang, apa yang harus ia katakan pada Jimin?

"Maaf, aku merayakan kelulusanku bersama teman-teman," ucapnya dengan senyum tipis. Baiklah, ia memilih untuk tidak jujur. Kita tunggu apa yang akan terjadi selanjutnya, Yoongi.

Jimin mengangguk, tangan mungilnya meraih tangan kiri Yoongi untuk ia genggam. Merasakan hangat menjalar hingga ke hatinya saat tautan tangan itu semakin erat. Namun, sesuatu mengganjal diantara genggaman itu. Jimin menatap tautan tangan yang sedikit ia bawa mendekat ke wajahnya. Mengamati apa yang membuatnya sedikit tidak nyaman saat menggenggam tangan Yoongi.

Jantung Yoongi berdegup cepat, bodohnya ia tidak melepas cincin yang sejak semalam tersemat di jari manisnya.

Sial.

"Cincin?" Gumam Jimin sambil mengamati benda bulat kecil yang berwarna putih di jari manis Yoongi.

"Cincin hyeong bagus," ucap Jimin tanpa rasa curiga. Bahkan ia tersenyum manis menatap Yoongi.

"Ah! I-itu eomma memberikannya sebagai hadiah kelulusan." Bodoh! Yoongi bodoh!Apakah ada alasan konyol seperti itu? Hadiah kelulusan berupa cincin putih yang begitu elegan, begitu mirip seperti cincin couple. Apalagi ditambah sang ibu yang memberikan. Jimin yang awalnya tidak menaruh curiga sedikitpun, kini curiga itu muncul.

"Eomma?" Jimin mengernyitkan keningnya.

Yoongi menggigit bibirnya, bisa-bisanya ia mencari alasan konyol.

"Iya! Eomma bilang cincin ini adalah peninggalan halmoni," ucap Yoongi meyakinkan.

Jimin menganggukkan kepalanya, berusaha percaya dengan apa yang Yoongi katakan padanya.

Dalam suatu hubungan kita butuh kepercayaan yang besar. Saling percaya dan satu sama lain untuk memperkuat hubungan keduanya, begitulah prinsip Jimin.

Namun, sampai detik ini Jimin masih terngiang dengan cincin itu. Kejadian dua minggu yang lalu justru membuat mood nya begitu buruk. Bahkan, sampai detik ini pun Yoongi tidak memberikan kabar apapun padanya. Namja pucat itu bagai hilang ditelan bumi. Ponselnya pun tidak aktif saat Jimin terus menerus menghubunginya. Ia tidak bisa menemui Yoongi karena setelah ujian kelulusan seluruh siswa kelas tiga diliburkan.

Ia menghela napasnya gusar, memikirkan Yoongi membuat hatinya ikut tidak tenang.

"Hyeong kemana? Kenapa tidak ada kabar?" Gumamnya sedih. Akhir-akhir ini, entah mengapa hubungannya dengan Yoongi tidak berjalan dengan baik.

Because, I Love You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang