Bab 55 (Obrolan Ringan)

550 64 10
                                    

Hari ini, Yoongi pulang lebih awal. Tubuhnya terasa begitu lelah setelah seharian ini hanya sibuk bekerja. Ia menjadi lebih giat mencari uang untuk segera menikah dengan Jimin. Ia sangat tidak sabar untuk mengikat Jimin dalam janji suci.

Membayangkannya saja sudah membuat senyum lebar di bibir tipisnya. Terlalu indah dan membahagiakan jika ia bisa hidup selamanya bersama Jimin.

Ia membawa sekantong bungeoppang kesukaan Jimin. Jimin tidak pernah meminta apapun pada Yoongi, padahal jelas ia ingin setidaknya sekali memberikan apa yang Jimin-nya inginkan. Namun, Jimin selalu berkata, "hyeong selamat sampai rumah saja aku sudah amat senang, hyeong."

Maka, setelah pulang bekerja dan melihat di pinggir jalan ada kedai bungeoppang, Yoongi dengan semangat menghampiri. Ia yakin Jimin akan suka pemberiannya walau hanya sekedar camilan sederhana.

Sambil melangkah, air matanya mengalir. Sejak bersama Jimin, ia mudah sekali menangis untuk hal-hal yang sederhana. Seperti saat ini contohnya, ia menangis karena tidak bisa memberikan makanan mahal untuk Jimin-nya. Ia ingin sekali mengajak Jimin makan di restoran mahal, atau setidaknya membelikan pakaian untuk Jimin. Namun, lagi dan lagi semua terhalang oleh finansial.

Ia bukannya sengaja berhemat untuk dirinya, bukan. Ia sengaja meminimalisir pengeluaran karena ia ingin segera menikahi Jimin. Jika ia sudah terikat janji suci dengan Jimin, ia berjanji akan membelikan makanan mahal dan juga pakaian bermerk untuk Jimin-nya.

Tangannya mengusap bulir yang membasahi wajahnya. Menghirup kuat oksigen yang ada untuk menenangkan dirinya.

"Maafkan aku belum bisa membahagiakan dan memberikan kehidupan yang layak untukmu. Aku akan berusaha keras untuk membahagiakanmu, Jimin," gumam Yoongi sembari melangkah cepat.

***

Jimin tengah duduk di sofa sambil memainkan ponselnya, men-scroll di laman pencarian untuk menambah wawasan tentang kehamilan. Ia tidak mau salah bertindak yang berakhir menyakiti calon bayinya. Sebagai calon ibu, ia akan belajar untuk menjadi ibu yang baik untuk calon bayinya.

"Oh, aku harus mengurangi makanan manis dan berlemak," gumamnya sambil menggigiti bibirnya.

Tak lama, sofa di sebelahnya di duduki oleh kakaknya. Melirik dengan ujung matanya saat Chanyeol sudah duduk nyaman disana.

Chanyeol menoleh, mendapati Jimin yang sibuk dengan ponselnya. "Apakah isi handphone-mu lebih seru?" Kalimat yang dilontarkan seperti sindirian bagi Jimin. Sedikitnya ia merasa tersinggung, padahal Chanyeol hanya bercanda.

Menghela napasnya sebelum akhirnya meletakkan ponselnya ke sofa di sebelahnya dengan sedikit keras. "Lalu apa masalahnya, hyeong?" Jimin sedikit menyentak Chanyeol yang membuat namja tampan itu terkejut.

"H-hey, aku hanya bertanya. Mengapa kau terlihat kesal sekali?" Ucap Chanyeol dengan pelan. Ia sedikit pahan bahwa seseorang yang mengandung itu sangat sensitif, begitu juga dengan Jimin.

Jimin memalingkan wajahnya, ia baru sadar jika yang ia lakukan tadi begitu berlebihan. Chanyeol hanya bertanya, lalu mengapa reaksi yang ia berikan kesannya kesal begitu.

"Hyeong, maaf. A-ku tidak sengaja berkata seperti itu," ucap Jimin, kepalanya tertunduk menyesal.

Chanyeol mendekat, tersenyum kecil sambil mengusap lembut surai Jimin. "Tidak apa-apa, hyeong mengerti," ujar Chanyeol masih dengan senyum.

Jimin memeluk tubuh Chanyeol, rasanya begitu menyesal. Entah mengapa, mood-nya akhir-akhir ini begitu cepat berubah. Ia bahkan menyadari perubahan mood-nya yang datang secara tiba-tiba. Beberapa kali Yoongi sering terkena imbasnya. Ia merasa bersalah akan hal itu.

Because, I Love You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang