Setahun penuh telah Faye jalani untuk melewati proses penyetaraan kurikulum pendidikan atau yang biasa disebut dengan istilah foundation degree, sebelum menjejaki dunia perkuliahan di University of Cambridge. Selama itu pula, Faye berusaha keras untuk selalu mendapat grade A+ pada A levelnya. Semua ia lakukan demi memenuhi salah satu persyaratan agar bisa melengkapi berkas pendaftaran di kampus impian. Pada fase ini, Faye memilih Cambridge Ruskin International College-salah satu kampus yang terintegrasi langsung dengan Universitas Cambridge-sebagai tempatnya menimba ilmu untuk sementara. Computing and technology adalah jurusan yang ia ambil.
Jujur, selama menjalani masa foundation degree tersebut, Faye sering dihadapkan pada perasaan bersalah akibat salah satu kebohongan besarnya terhadap sang keluarga. Namun sejauh ini, Faye selalu menyugesti diri sendiri untuk menganggapnya sebagai white lie dengan tujuan yang baik dan bukan diperuntukkan hal yang buruk. Walau ia sepenuhnya sadar, bahwa apa pun jenisnya, berbohong tetaplah tidak bisa dibenarkan.
Dalam diam, Faye menarik semua ingatan itu-momen saat sebelum keberangkatannya menuju negeri putih ditentukan. Faye ingat, ia sempat mengatakan kepada Abi, Ummi, serta dua kakak laki-lakinya, bahwa ia telah diterima sebagai mahasiswa baru di Cambridge. Padahal sejatinya, tidaklah demikian. Kala itu, yang sebenarnya terjadi adalah Faye belum dinyatakan secara resmi menjadi mahasiswa di sana. Melainkan, keberangkatannya menuju Inggris yang dijadwalkan lebih awal adalah untuk menempuh pendidikan penyetaraan kurikulum terlebih dulu.
Lantas, mengapa Faye nekat membohongi orang-orang terkasih yang menurutnya sangat berharga tersebut? Apakah ia terlalu berambisi ingin menembus dinding salah satu perguruan tinggi terbaik di dunia, yang terkenal ketat dalam memilih calon siswanya?
Tidak. Semua perkataan tidak jujur yang sempat dilontarkan semata-mata hanya agar ia diizinkan untuk menimba ilmu di tempat yang menurutnya tepat. Faye tidak ingin dikurung dengan segala macam aturan, terlebih soal statusnya yang merupakan anak perempuan seorang pemuka agama kenamaan. Ia yakin, perempuan juga punya hak yang sama dengan laki-laki, dalam hal pendidikan maupun karier.
Perempuan boleh meraih ilmu dan profesi setinggi-tingginya. Sama seperti para kaum adam. Ya, setidaknya itu salah satu prinsip yang Faye pegang.
Lalu, alasan ke dua atas tindakan nekat tersebut adalah karena Faye tidak ingin membuat kedua orang tuanya merasa segan atau terbebani perkara biaya foundation degree-nya, yang jelas berbeda hitungan dengan biaya selama belajar di Universitas Cambridge kelak. Mengingat, seluruh biaya pendidikan dan akomodasi setahun terakhir sudah ditanggung oleh ketua Ikatan Alumni Tim Olimpiade Komputer Indonesia, yang juga memprakarsai terlaksananya OSN Bidang Informatika tingkat SMA yang Faye ikuti, yaitu Bapak Ramadean.
Faye sangat tahu, ayah dan ibunya tidak akan pernah mengizinkan Faye menerima perlakuan istimewa seperti itu dari siapa pun. Apalagi, keputusan Pak Dean-begitu Faye memanggil beliau-memberikan hadiah berupa pembiayaan pendidikan karena beliau ingin sepenuhnya mendukung bakat Faye di bidang informatika dan di luar lingkup OSN. Menurut beliau, Faye sangat berbakat di sana. Maka dari itu, Faye berusaha keras menyembunyikan fakta tersebut. Ia membiarkan orang tuanya terus mengirim sejumlah uang setiap bulan sebagai biaya pendidikan serta kebutuhan sehari-hari. Juga supaya tidak menimbulkan kecurigaan.
"Ya Allah, kalau nanti Faye dikasih kesempatan, Faye pengin banget ngejelasin ini semua dan minta maaf sama Abi, Umi, Mas Damar, dan Mas Fardan. Biar Faye enggak kepikiran terus kayak gini."
Di tengah jembatan ikonik milik Cambridge, Faye bermonolog. Gemericik arus Cam River yang terhampar di hadapnya kini, lengkap dengan balutan senandung angin yang berembus syahdu, membuat hati kecilnya merasa tenteram untuk sesaat. Apalagi, siang ini tidak banyak orang yang melintasi kawasan The Bridge of Sighs seperti hari-hari biasanya. Sebuah keberuntungan tersendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
MADELEINES
RomanceMenjadi anak perempuan terakhir dari seorang pemuka agama yang memiliki pesantren dengan reputasi terbaik di seluruh penjuru negeri tidaklah mudah. Faye, harus menghadapi berbagai aturan dan tradisi yang kadang-kadang membuatnya sulit untuk bergerak...