Setelah berhasil memastikan bahwa Faye masih sanggup untuk berjalan kaki, Ray lekas menuntunnya menuju salah satu kafe yang terletak tidak terlalu jauh dari kawasan St. John's. Rupanya, Ray ingin mengajaknya makan siang. Faye sudah sempat menolak, berkata bahwa ia tidak selera memakan apa pun. Akan tetapi, Ray tetap pada keputusan awal, dengan opsi memilih makanan-makanan yang tidak terlalu berat. Bagi Ray, tidak ada alasan bagi Faye untuk melewatkan jam makan siangnya, apalagi dengan kondisi yang sedang tidak fit.
"Kamu duduk di sini aja dulu, Fay. Biar aku yang ambil makanannya."
Kurang merasa tidak enak apalagi Faye sekarang? Setelah membuat Ray harus repot mengunjungi dirinya-meski sevcara tidak langsung-kini lelaki dengan tinggi 185 senti itu malah membayarkan serta mengambilkan pesanan makanan miliknya di meja kasir. Dalam hati Faye kembali bertekad, di pertemuan berikutnya, ia akan mentraktir Ray lagi. Atau, lebih baik ia membuatkan bekal sendiri saja? Kira-kira, menu seperti apa yang Ray sukai?
"Nah, pesanan sudah siap, Nona Lafayetta. Silakan dinikmati," tutur Ray dengan gaya yang dibuat semirip mungkin dengan pramusaji professional. Faye menganga. Tidak percaya dengan pemandangan yang sedang dilihatnya kini."Kok, banyak banget, Mas? Kan, nafsu makan Faye lagi anjlok ke dasar bumi?"
"Banyak gimana, Fay? Cuma croissant sandwich, a bowl of cereal, sama vanilla latte aja, tuh? Kan, enggak berat kayak nasi?"
Faye hendak mengeluarkan kalimat protesnya lagi, ketika Ray lebih sigap menyela. "Kamu harus minum obat supaya lekas membaik, Fay. Tapi selain obat, tubuh kamu juga tetap butuh asupan nutrisi.
"Seenggaknya kalau kamu nggak nafsu makan makanan yang berat, yang aku pesanin ini aja udah cukup ringan, kok. Malah nutrisinya juga lengkap. Ada karbo, protein, dan lain-lain." Ray menyanggah protesan Faye dengan penuturan panjang, yang membuat Faye terkesima.
Lelaki itu... apakah dia bersikap sebaik ini terhadap semua orang, atau hanya pada Faye saja?
"Don't worry, Fay. Enggak masalah kok, kalau enggak habis. Yang penting udah ada nutrisi yang diserap sama tubuh kamu," tambah Ray lagi.
"Makasih banyak, Mas Ray, again, aku jadi ngerepotin, Mas."
"Sssshhhttt! Many times I've said, Lafayetta. Kamu enggak pernah sekali pun ngerepotin aku. Oke? Jadi, stop bilang 'maaf udah ngerepotin' dan semacamnya."
Faye mengangguk saja. Jika dipikir lagi, tidak ada salahnya menuruti permintaan Ray, yang memang sudah selalu perhatian padanya. Lalu, tanpa panduan lagi, Faye segera memotong sandwich. Melahap pelan-pelan, dan berusaha menelannya meski lidah terasa sedikit pahit.
Agenda makan siang pun berlangsung khidmat. Hanya saja, kali ini nyaris tidak obrolan seru seperti biasanya. Sesekali, Ray akan bertanya bagaimana rasa dari menu-menu yang sudah Faye pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MADELEINES
RomanceMenjadi anak perempuan terakhir dari seorang pemuka agama yang memiliki pesantren dengan reputasi terbaik di seluruh penjuru negeri tidaklah mudah. Faye, harus menghadapi berbagai aturan dan tradisi yang kadang-kadang membuatnya sulit untuk bergerak...