18. A New Sweety Thing Called Pateu

13 3 0
                                    

Pacaran.

Ialah kata yang terus menghantui benak Faye sejak semalam. Obrolannya dengan Ray hingga larut, mau tak mau membuat frasa tersebut bergerilya dan menjajah akal sehatnya.

Hal itu bisa terjadi bukan tanpa alasan. Sebab semalam, setelah Ray menyanyikan sebuah lagu manis untuk Faye, pada akhirnya mereka jadi saling mengungkapkan isi hati masing-masing. Ray dengan rasa kagumnya yang luar bisa untuk Faye, sementara sang gadis dengan seluruh perasaan gundah yang tak ia ketahui jawabannya.

Kini, baik Ray maupun Faye sama-sama tahu, bahwa keduanya saling memiliki ketertarikan. Akan tetapi, dua muda-mudi ini juga paham, bahwa saling menyukai bukan berarti harus mengikat satu sama lain dengan suatu hubungan yang tidak Tuhan mereka restui.

Sebagaimana ajaran yang pernah Abi sampaikan pada Faye. Bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, "Tidak boleh antara laki-laki dan wanita berduaan kecuali disertai oleh muhrimnya, dan seorang wanita tidak boleh bepergian kecuali ditemani oleh muhramnya."(HR. Muslim).


Hadis tersebut dengan jelas menerangkan bahwa laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim tidak boleh berduaan, karena dikhawatirkan bisa timbul zina mata dan zina anggota tubuh yang lain di antara keduanya. Wanita muslim juga dianjurkan untuk tidak bepergian tanpa adanya muhrim yang menemani karena dikhawatirkan ada bahaya yang menimpa ketika di perjalanan.

Selain itu, ayah Faye yang namanya telah tersohor ke seluruh penjuru negeri tersebut juga pernah menyampaikan firman Allah SWT yang berbunyi:

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (Q.S. Al-Isra: 32).

Dari sana, Faye sepenuhnya paham bahwa pacaran merupakan hal yang dilarang dalam agamanya. Iya juga sadar, bahwa setiap momennya bersama Ray ketika tak diiringi oleh kehadiran Danielle dan Oliver merupakan hal yang tidak dibenarkan. Tetapi... logika Faye memberi pembelaan bahwa selama tidak terjadi hal yang berlebihan, makan semuanya masih aman. Terlebih status keduanya selama ini adalah teman seperjuangan yang sama-sama sedang mengadu nasib di negeri orang.

Tetapi sekarang, semuanya sudah tak lagi sama ketika Faye dan Ray sudah mengetahui perasaan masing-masing. Tidak dapat mereka pungkiri bahwa mereka menginginkan adanya sesuatu yang menunjukkan bahwa dia insan itu saling memiliki. Tapi apa? Pernikahan? Jelas itu bukan pilihan yang tepat, karena baik Faye maupun Ray masih sama-sama ingin mengejar cita.

Sedangkan opsi untuk berpacaran juga tidak akan mereka ambil. Faye dan Ray sama-sama sadar. Tanpa berpacaran pun dosa yang mereka perbuat sudah banyak. Tidak perlu menambahinya lagi dengan perbuatan yang jelas-jelas makin dimurkai oleh Tuhan mereka.

"Jadinya, kita ini apa, Mas? Pacaran kan, enggak. Masa taaruf? Kayak... enggak banget, deh," tutur Faye di sela aksi telepon kali ini. Giliran Ray yang harus begadang karena perbedaan waktu yang terjadi di antara mereka sekarang.

"Lho, emangnya kamu enggak mau nikah sama aku, Fay?"

"Bukan gitu, Mas. Masalahnya kan, kita belum ada pikiran ke arah sana-"

"-kata siapa? Aku udah ada, kok. Malah udah mulai nyusun rencana mau lamar kamu, nih, pas kamu udah selesai undergraduate. Nikahnya bisa diobrolin lagi, nanti, bareng keluarga kita," sela Ray dengan cepat. Suaranya yang lantang itu, bahkan mampu menembus ruang dan waktu, hingga membuat wajah Faye mendapat sensasi terbakar setelahnya.

"Mas Ray! Faye serius, ya!"

"Aku juga serius, lho, Fay."

"Ih, nyebelin! Faye tutup ya, teleponnya! Assalamualai-"

Sebelum gadis kesukaannya itu benar-benar marah, Ray segera meminta maaf meski gelak tawa masih terselip di antara kalimatnya. Faye sendiri yang pada dasarnya tidak bisa mengungkap emosi negatif secara berlebihan pun akhirnya tenang. Bahkan secara instan mengurungkan niat untuk memutus sambungan telepon tanpa Ray minta.

"Jadi, sampai mana tadi?"

"Sampai bagian aku serius mau nikahin kamu suatu hari nanti, Fay."

"Mas Ray ...."

"Iya, Fay, maaf, nggak diulangi lagi. Tapi bagian itu beneran serius, ya, bukan bercands." Ray mengganti posisi sebentar. Lama-lama pegal juga bertahan di posisi duduk meski alas tempatnya meletakkan tubuh kini berbahan empuk. "Kamu nanya apa status kita, gitu, kan, maksudmu?"

"Iya. Menurut Mas, kita ini apa? Secara, kita nggak akan pernah mendeklarasikan hubungan sebagai pacar, karena tahu perbuatan itu nyimpan dari ajaran Islam.

"Tapi, dibilang teman, rasanya udah beda. Mas Ray tahu kalau aku suka sama Mas, begitu juga sebaliknya. Kata 'teman' udah kedengeran canggung buat posisi kita sekarang. So, what are we now?"

Ada jeda cukup panjang yang kembali berkuasa. Dalam sudut pandang Ray, apa yang Faye aturkan barusan seratus persen valid. Dia sendiri juga merasakan hal yang sama. Lalu, jika bukan teman maupun pacar, apa? Kata atau frasa apa yang tepat untuk menggambarkan hubungan keduanya saat ini?

Nyaris sepuluh menit berlalu tanpa adanya suara yang tersiar. Baik Faye maupun Ray, sama-sama larut dalam pemikiran masing-masing. Sebenarnya, bisa saja mereka tidak perlu memusingkan soal status yang tepat untuk hubungan mereka saat ini. Akan tetapi, Faye merasa perlu ada penegasan agar semuanya tampak jelas dan tak ada yang tersamarkan. Paling tidak, jika ada orang-orang di sekitar yang menyadari kedekatan Faye dan Fay, keduanya bisa memberikan jawaban yang tepat agar tidak menimbulkan salah paham.

"Fay."

"Ya, Mas Ray?"

"How about 'pateu'?"

"Hah? Apa tuh, Mas? Baru denger."

"Pateu itu pelafalan kata 'part' dalam bahasa Korea. Di bacanya pa-teu, ngucapin teu-nya kayak orang Sunda."

"Agak aneh, sih, tapi... kenapa Mas Ray kepikiran kata itu?"

"Kukira itu lebih tepat buat menggambarkan situasi kita, Fay?" Ray menenggak air putih yang ada di meja kecil di sebelahnya. Setelah itu, ia kembali meneruskan penjelasannya yang tertunda. "Daripada pacar, taaruf, atau yang lain, part ini lebih spesifik dan personal buat kita.

"Pertama, kita meminimalisir dosa dengan nggak menjalin hubungan semacam pacaran. Berteman? Iya, kita tetap berteman. Tapi, tahapan pertemanan kita selangkah lebih maju daripada sebelumnya. Aku menjadi bagian dari hidupmu, begitu pun kamu yang udah jadi bagian dari hari-hariku."

Sejenak, Faye menimbang. Apa yang Ray ucapkan barusan, agaknya terdengar lebih masuk akal. Meskipun ke depannya mereka akan lebih sering bertemu tanpa kehadiran teman-teman lainnya, setidaknya, mereka benar-benar tidak pacaran, kan? Hanya sedang dalam fasesaling mendekati dan mencoba untuk mengenali satu sama lain. Kalau berjodoh, itu bonus. Tapi kalau tidak, juga tak ada hal yang harus disesali. Bukankah begitu, maksud dari Ray?

Saat Faye mengemukakan pendapatnya itu, Ray kontan merespons, "kayaknya kita emang udah digarisin buat berjodoh, deh, Fay. Buktinya, kamu selalu berhasil menangkap apa yang aku maksud, tanpa perlu aku ngejelasin lebih dulu."




























- To be Continued.

Malang, 14 April 2023
19.31WIB
All Rights Reserved
Pialoey 💙

MADELEINESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang