CHAPTER 5

12 6 4
                                    

Cinta datang dari hati
Bukan kerena paksaan yang
Membebani

"Assalamu'alaikum!" ucap Zaenab setelah sampai dirumahnya.

"Waalaikummussalam!" sahut semua orang yang ada di ruang tamu.

Zaenab kaget saat mendapati banyak orang di rumahnya. "Ada apa ini, Buk?" tanya Zaenab kebingungan.

"Zaenab! Sini masuk, ajak juga Gus Fatihnya?" jawab Buk Nyai Kalsum dengan senyum lembut dibibirnya.

Dengan wajah yang masih bingung, Zaenab pun mempersilakan Gus Fatih yang ada di belakangnya untuk masuk duluan kedalam. "Silakan!" pinta Zaenab yang kemudian mengekorinya. Mereka mencium sopan tangan semua orang yang ada disana, tak luput juga Abah Jamal dan Buk Nyai Kalsum yang sedari tadi sudah menunggu keduanya.

"Serasi sekali, ya?" cetus seorang wanita yang duduk bersebrangan dengan Buk Nyai.

Senyum simpul semua orang yang ada disana, terukir indah setelah mendengar ucapan barusan, tak ayal juga dengan Pria berpeci itu. Sungguh! Hal ini membuat Zaenab, yang masih tidak mengerti, semakin menyimpan tanda tanya besar di kepalanya. Karena enggan berfikir panjang! Zaenab pun meminta  izin kepada Buk Nyai untuk pergi mandi dikamarnya.

"Buk! Zaenab kekamar dulu ya? Mau mandi." pamit Zaenab sopan.

"Ngeh! Tapi jangan lama-lama nanti kesini lagi, karena ada sesuatu hal yang Ibu dan Abah mau samapaikan." ucap wanita paruh baya itu, dengan senyum yang menampakan gigi rapihnya.

"Enggeh, Buk!" jawab Zaenab yang kemudian buru-buru pergi.

Setibanya Zaenab di kamarnya, dirinya pun buru-buru melempar tubuh lelahnya pada kasur empuk yang sedari tadi sudah melambai. Fikirnya juga untuk mengulur waktu karena jujur, Zaenab sangat tidak suka jika harus bertemu dengan banyak orang yang dirinya tidak kenal.

Dengan mata yang menatap langit kamar bayangan pria yang tadi siang mengganggunya, tiba-tiba hadir dalam lamunan. Membuat Zaenab yang gelagapan segera mengerjapkan kedua matanya buru-buru. "Astaghfirullahaladzim! Kenapa dengan otakku, Yaalloh!" celetuk Zaenab tak percaya.

"Kenapa harus laki-laki itu, ada apa dengannya?" imbuh Zaenab penuh tanda tanya. Zaenab terus beristigfar untuk menenangkan fikiran. Dan tak lama suara wanita yang tak lain adalah Kakaknya memanggil cepat untuk bertanya. "Zaenab! Sudah siap belum? Udah ditunggu, lo?" serunya dari luar kamar.

"Sebentar lagi, Mbak? Masih siap-siap,nih?" jawab Zaenab beralibi.

Zaenab bergegas lari kekamar mandi dan bersiap untuk berbenah diri.

"Gus Fatih ini, katanya sudah lulus kuliah? Kuliah dimana kalau boleh tau?" tanya Abah penasaran.

"Ngeh, Bah? Kuliah di Cairo mesir! Alhamdulilah." jawab Fatih sopan.

"Masyaalloh? Sama kayak Irfan berarti,ya?" cetus Abah cepat.

"Ngehh, Bah? Gus Irfan kan kakak tingkat saya disana." jawab Fatih dengan senyum yang mengembang.

"Oh iya ambil jurusan apa, disana?" sahut Irfan ingin tahu.

"Ambil Bahasa Arab, Gus?" jawab Fatih sopan.

"Dulu saya juga ambil Bahasa Arab saat S1 sama berarti ya?" cetus Irfan tak menyangka.

"Iy_"

"Assalamu'alaikum!" potong Zaenab yang baru saja tiba.

"Waalaiku_mmussalam!" jawab Fatih gugup. Matanya terpaku saat menatap betapa cantiknya gadis yang ada di depannya itu. Namun belum lama dirinya memandang lamunannya segera tersadar karena tepukan pelan dari uminya.

Astagfirulloh! ucap Fatih gugup.

"Zaenab!" seseorang wanita memangilnya. Membuat Zaenab yang sedang duduk di samping Buk Nyai segera menoleh cepat kesumber suara.

"Dalem, Umi?" jawab Zaenab sopan.

"Kamu cantik sekali, Ndok?" puji wanita paruh baya itu diiringi senyum yang mengembang.

"Terimakasih, Umi?" jawab Zaenab lembut.

"Kalau saya, setuju sekali jika Zaenab menjadi menantu saya." cetus wanita itu tiba-tiba.

Zaenab membelalak kaget saat, mendengar penuturan wanita paruh baya didepannya. Bagaimana tidak? Perjodohan yang sama sekali Zaenab tidak ketahui itu! tiba-tiba saja dirinya dengar dari orang lain yang sama sekali Zaenab tidak mengenalnya. Ingin rasanya dia menolak, namun  jika melihat situasi saat ini sepertinya tidak akan mungkin.

"Alhamdulilah? Kalau saya, manut anaknya saja." ucap Abah Jamal lembut.

Zaenab yang masih tenggelam dengan rasa tidak percayanya, hanya terdiam seraya menenggelamkan kepalannya sedih.

"Ndok! Apa kamu mau menerima, Gus Fatih untuk menjadi suamimu?" tanya Abah mencari jawaban.

"Abah!" ucap Zaenab lirih.

"Nggeh, Ndok bagaimana?" jawab sang Abah penasaran.

"Zaenab, belum bisa memutuskan, Bah? Karena jujur ini pilihan yang sulit untuk Zaenab." tutur Zaenab sedih. Dilubuk hatinya yang paling dalam juga terbesit rasa takut mengecewakan ayahnya itu.

"Kalau, Abah kembali ke sampean, Ndok! Mau menerima atau tidaknya."

"Ibuk sudah sangat cocok lo padahal sama, Ndok Zaenab tuh? Tapi kalau masih minta waktu ya! Ibu gak bisa janji untuk Fatih mau menunggu atau tidak." ucap sedih wanita paruh baya yang tak lain ibu dari Fatih itu.

"Kalau sampean sendiri bagaimana, Gus?" tanya Abah Jamal pelan.

"Kalau Saya sih, mau-mau saja, Bah nunggu, Zaenab?" cetus Fatih sopan.

"Iya sudah kalau begitu, Abah akan kasih waktu untuk Zaenab satu bulan, dan setelah satu bulan itu, Abah mau Zaenab sudah punya jawabannya, bagaimana Ndok sanggup?" tanya sang Abah meminta persetujuan.

"Abah! Maaf, Zaenab bukannya mau menolak atau bagaimana? Tapi Zaenab masih ingin menyelesaikan Kuliah dulu baru nikah."cetus Zaenab membuat sang abah sedikit tercengang.

"Kamu wisuda kan masih agak lama Ndok? apa tidak kasian Gus Fatihnya?" tanya abah ragu.

"Maafkan Zaenab, Abah! Tapi menikah menurut Zaenab adalah memberikan seluruh hidup dan pengabdian Zaenab pada suami, Bah? Jadi kalau waktu sebulan untuk memutuskan menurut Zaenab, masih belum seberapa dengan apa yang nanti akan Zaenab berikan pada suami Zaenab!" jelas Zaenab masih menundukan wajahnya.

Pria paruh baya itu segera berfikir sejenak, akan ucapan putrinya barusan. lalu tak lama, dirinya melempar tanya lagi pada Fatih yang masih menunggu kepastian."Lalu kalau Menurut sampean, gimna Gus?" tanya Abah lembut.

"Kalau Saya jujur, lebih cepat lebih baik, Bah. Tapi jika Zaenab masih ingin menyelesaikan Study kampusnya, ya tidak masalah, Saya fikir pendidikan juga penting untuk wanita." Jawab Fatih sopan.

"Alhamdulilah? Seharusnya memang lebih cepat lebih baik. Tapi jika dari kedua belah pihak sudah menyetujui, Abah ngikut enaknya saja." ucap Abah Jamal dengan iringan senyum yang menampakan gigi jarangnya.

Zaenab sedikit mengehela napas lega, karena akhirnya dia dapat mengulur waktu pernikahan yang dirinya tidak harapakan.

SYAHADAT UNTUK ZAENAB Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang