CHAPTER 8

13 5 1
                                    

Ketika jalan tuhan sudah tertulis jelas di dalam takdir.

"Ini makananmu!" ucap Zaenab yang tiba-tiba datang menemui Daniel di kantin kampus.

Semua atensi segera menyorot tajam ke arah mereka berdua, tak luput juga atensi Dio dan Elzier yang sedari tadi sudah duduk bersama Daniel.

Daniel tersenyum getir saat mendapati makanan yang dirinya berikan malah di kembalikan begitu saja. "Kenapa?" tanya Daniel dengan tatapan heran dimatanya.

"Maaf! Sebelumnya, saya sama sekali tidak mengenalmu! Dan saya juga tidak tahu mau kamu apa? tapi tindakanmu kali ini, menurutku berlebihan! Jadi kali ini saya mohon jangan ganggu saya lagi." ungkap Zaenab dengan perasaan berkecamuk.

Daniel mengulum senyum setelah mendengar pengakuan barusan. Lucu! Menurutnya, ketika seorang wanita yang dia suka tiba-tiba melabrak dirinya seperti ini. "Lu mau tau siapa Gue?" tanya Daniel cepat "Kenalin Gue Daniel angkara, mahasiswa Fakultas kedokteran yang nantinya bakal jadi calon suami, Lu! Dann untuk tidak mengganggumu, sepertinya aku tidak bisa turuti itu." imbuhnya lagi percaya diri.

Zaenab memaku saat mendengar ungkapan barusan, jantungnya berdegub kencang sehingga membuatnya tidak sadar jika pipinya saat ini sudah memerah layaknya bunga. "Kau! Ish." grutu Zaenab dan berlalu pergi dengan perasaan makin tidak karuan di dalam hatinya.

"Gue yakin, Gue bakal bisa dapetin Elu, Nab!" celetuk Daniel dengan pandangan mengawang.

Disisi lain Zaenab yang baru saja kembali setelah menghampiri Daniel, segera di hadang cepat oleh Indah yang penasaran akan jawabannya. "Bagaimana? Dia marah tidak." tanya Indah penasaran.

Zaenab menekuk bibirnya kesal, akan kenyataan yang harus dirinya sampaikan. Bagaimana tidak! Rencana awal dirinya menemui Daniel untuk membuatnya marah, ini malah membuatnya salah tingkah.

"Kok diem?" tanya Indah masih penasaran.

Zaenab menatap sekilas wajah Indah yang ada disampingnya. Lalu dengan kesal segera menjawab pertanyaannya. "Kamu tau bukannya marah! Dia malah senang aku hampiri barusan. Dan yang paling ngeselinnya adalah ucapan menohok yang dia ucapkan, buat aku jadi pusat perhatian semua orang tau gak? Apa nanti yang akan mereka fikirkan?" celetuk Zaenab cepat.

Indah menghela napas pelan, seolah sudah tahu jika hal ini pasti akan terjadi. Hal itu sontak, segera menarik perhatian Zaenab yang masih kesal dengan situasi saat ini. "Ada apa?" tanya Zaenab menelisik.

"Kan tadi aku sudah bilang, jangan pergi menemuinya dulu. Tapi katamu bagaimana? Gak papa lah Ndah! Laki-laki seperti dia memang harus di peringati! nyeselkan sekarang?" ucap Indah pelan. Mendapati jawaban yang tidak memusakan dari sahabatnya Zaenabpun bergegas pergi meninggalkan Indah sendirian. 

"Eh! Kok marah. Tunggu! Mau kemana?" teriak Indah berusaha membuat Zaenab berhenti.

***

"Assalamu'alaikum!" ucap lembut Gus Fatih, menyapa Abah Jamal yang tengah khusyuk membaca al-quran di teras ndalem.

"Waalikummussalam!" jawab Abah Jamal dengan senyum yang mengembang. Setelah mendapat jawaban dari pria paruh baya itu, Gus Fatihpun bergegas mencium tangannya sopan. "Dari mana?" tanya Abah Jamal penasaran. "Dari sekolah, Bah, kebetulan lewat sini tadi jadi
mampir." jawab Gus Fatih lembut.

"Owalah! Gimana kemaren kajiannya, Lancar?" tanya Abah penasaran.

"Alhamdulilah, Bah lancar."

"Sayang sekali, kemarin Abah lagi tidak dipondok. Jadi tidak bisa lihat sampean!" jawab Abah menyayangkan.

"Ndak papa, Bah! Abahkan memang lagi sibuk." ucap Gus Fatih sopan.

"Assalamu'alaikum!" sapa malas seorang wanita yang tak adalah lain Zaenab.

"Waalaikummussalam!" jawab keduanya dengan netra yang menatap lembut kearahnya. Mendapati Gus Fatih ada dirumahnya, membuat Zaenab bergegas masuk tanpa menyalami Abahnya seperti biasa.

Hal itu segera menarik perhatian sang Abah, karena perubahan sikap dari anak gadisnya.  "Zaenab!" panggil Abah lembut. Namun karena Zaenab sudah samapai dikamarnya, dirinya pun tidak mendengar panggilan dari Abahnya barusan. "Mungkin sedang tidak Mood Bah." ucap Gus Fatih menebak.

Mendengar penjelasan barusan, membuat Abah Zaenab hanya mengangguk paham. Namun masih saja di hati dan fikirannya selalu bertanya ada masalah apa hingga membuat anak bungsunya itu tidak seperti biasa.

"Yasudah, Bah. Fatih mau permisi dulu?" pamit Gus Fatih yang kemudian menyalami pria paruh baya itu sopan.

"Lo kok buru-buru! Kenapa?" tanya Abah penasaran.

"Anu sudah ditunggu sama Romo Bah dirumah." ucap Fatih sopan.

"Begitu rupanya? Lain kali kesini lagi, ya? Dan jangan lupa sampaikan salam Abah sama Pak Yai mansyur." seru Abah Jamal dengan menepuk pelan lengan Gus Fatih.

"Nggeh, Bah! Saya permisi dulu, Assalamu'alaikum."

"Waa'alaikummussalam!" jawab Abah dengan senyum yang mengembang.

Setibanya Zaenab di kamar tidur miliknya. Dia pun bergegas melempar tubuh lelahnya, pada kasur empuk di hadapannya. Tak ayal, dirinya juga menggerutu kesal akan kejadian tadi yang menimpanya. "Ihhh! Kenapa jadi begini sih?" grutunya dengan memukul kecil kasur tak bersalah miliknya.

Sadar jika dirinya sudah berlebihan Zaenab pun berusaha menenangkan fikirannya. Namun walau sudah berusaha, melupakan semua masalah tadi dikampusnya. Tetap saja masih tidak bisa. Membuat Zaenab yang sudah buntu dengan fikirannya sendiri segera pergi menghampiri Indah di asrama putri.

Melihat Putri bungsunya buru-buru pergi keluar, membuat Abah yang tadi akan menemuinya. Dengan cepat segera berteriak kencang untuk menghentikan Zaenab yang sudah agak jauh dari kamarnya. "Zaenab!" panggil Abah menghentikan langkah kakinya.

Zaenab berbalik menatap sumber suara, lalu tak lama segera terdiam di tempat karena melihat Abahnya yang secara perlahan tengah mendekatinya. "Ngehh, Bah." ucap Zaenab sopan. Zaenab segera meraih tangan pria paruh baya itu lalu menciumnya lembut.

"Mau kemana?" tanya Abah penasaran, Zaenab mendongak lalu menjawab pertanyaan itu dengan nada sopannya. "Mau ke asrama putri, Bah."

"Mau ketemu Indah?" tanya Abanya membenarkan.

"Iya, Bah." jawab Zaenab dengan senyum getir dibibirnya.

"Hualah! Iya sudah tidak papa, Abah hanya mau mengingatkan saja, Kalau semisal ada tamu lagi kerumah setidaknya di sapa? Jangan kayak tadi, ya, dicuekkin begitu aja, nggak sopan!" jelas Abah lembut.

Zaenab terdiam, lalu mengingat kembali kejadian dimana dirinya tadi asal masuk kerumah saja, tanpa salam atau pun senyum pada Abah dan Gus Fatih yang tengah bertamu. Menyesal rasanya namun apalah daya, karena mood saat itu memang tengah tidak bersahabat jadi membuat dirinya sangat enggan untuk berinteraksi dengan orang lain.

"Maafkan Zaenab ya,Bah?" ucap Zaenab menyesal.

"Sudah tidak papa, Abah hanya mengingatkan saja! Ya sudah kalau begitu Abah pergi dulu. Assalamualikum!"

"Waalikumsalam."

Zaenab melangkah pergi meninggalkan tempatnya tadi, dan melanjutkan perjalannannya untuk cepat sampai di asrama puri.

SYAHADAT UNTUK ZAENAB Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang