Bunga mawar indah bukan karena durinya, tapi indah karena warna dan harumnya yang memikat.
Mendapati Daniel sudah pergi bersama Zaenab barusan, Dio dengan Inisiatif segera membelikan sebotol air minum lalu diberikannya pada Indah yang tengah duduk lemas dibangku tak jauh dari parkiran. "Nih, minum?" ucap Dio menyodorkan botol air minum.
Indah meraihnya lalu meminum setengah air dalam botol itu. "Terimakasih!" cetus Indah cepat.
Dio menatap Indah lekat-lekat, lalu bukannya menjawab sopan Dio malah menagih uang jalan beserta airnya. "Bayar lah? Mahal nih, sepuluh ribu." ucap Dio dengan mata yang menyipit.
Indah tak menyangka, atas perlakuan laki-laki didepannya yang sangat perhitungan. Namun karena tidak ingin diambil pusing Indah pun tetap membayarnya. "Nih, anggap aja sebagai sedekah." ucap Indah sengit.
"Kok sewot! Masih untung nih gue mau beliin." cerocos Dio kesal.
Indah hanya menatapnya sekilas, lalu beralih lagi pada kakinya yang sedang dirinya pijat. Tak lama saat Indah masih dengan lemas memijat kedua kakinya, Dio berucap lagi yang kali ini mengajaknya untuk pergi.
"Udah enakkan to! Yok nyusul Daniel dan Zaenab." ucapnya buru-buru.
Indah lagi-lagi menatap kesal kearah Dio yang cerewet itu. Namun karena kepalanya masih terasa pusing Indah pun masih saja diam dan tak memperhatikan.
Hal itu sontak membuat Dio yang merasa diacuhkan mulai mengomel lagi pada Indah didepannya."Gak tau terimakasih,ya? Untung-untung nih gue mau nemenin, kalau bukan karena Daniel yang minta Gue juga ogah nemenin elu disini." cetus Dio dengan melipat kedua tangannya di dada.
"Bisa diem gak sih! Perkara cuman beliin minum sama dipaksa nemenin saya disini aja kamu terus mengungkitnya. pergi saja sana! Saya tidak butuh bantuanmu." getak Indah yang kemudian berusaha berdiri.
Dio kaget menatap gadis polos didepannya tiba-tiba marah, namun disisi lain, hal itu juga membuat Dio segera merasa bersalah, pada Indah yang masih berusaha menyetabilkan langkah kakinya untuk berjalan kedepan. "Gue bantu sini." tawar Dio melunak.
"Gak usah! Saya bisa sendiri." teriak Indah kepalang kesal. Dio hanya diam setelah mendengar bentakan barusan, namun disisi lain dirinya juga diam-diam memperhatikan Indah yang masih sempoyongan. Apa tadi gue kasar banget ya?
Saat Indah baru berjalan beberapa langkah, kaki yang tadi masih lemas tergelincir sebuah batu yang Indah sama sekali tidak perhatikan.
Badannya hampir tersungkur, namun untung saja Dio yang cekatan segera menangkapnya. "Etsshh! Untung
saja." ucap Dio yang tidak sengaja menatap dalam mata Indah yang juga tengah menatapnya."Astaghfirullahaladzim!" teriak Indah dengan sepontan mendorong kasar tubuh Dio yang tadi membantunya. Untung saja sang empu hanya terhuyung tidak terjatuh.
"Apaan sih?" dengus Dio kesal.
"Modus kamu ya? Kurang ajar!" teriak Indah kasar.
"Hei Lu pura-pura amesia ya? Kayaknya tadi Lu yang mau jatuh, untung-untung sininya bantuin malah kamu dorong seenaknya, begini!" grutu Dio kesal.
"Maaf!" jawab Indah tak enak hati.
"Gimana udah enakkan? Kalau udah ayok susul Daniel dan Zaenab!" tegas Dio pura-pura galak.
Mereka berdua akhirnya pergi bersama, menuju ruang dosen yang akan dimintai tanda tangan oleh mereka berdua.
"Gimana, berhasil?" tanya Daniel penasaran.
"Alhamdulilah tinggal sidangnya saja!"
"Syukur deh! Kalau begitu, selamat ya?" ucap Daniel turut senang akan kebahagian yang tengah dirasakan Zaenab saat ini.
"Terimakasih, sudah mau menjemputku tadi." seru Zaenab malu-malu. Daniel menatap dalam wanita cantik dihadapannya. Lalu dengan senyum yang mengembang segera menjawabnya. "Sama-sama! Aku kan calon suamimu jadi besok-besok jangan sungkan ya, kalau mau minta apa-apa?" celetuk Daneil membuat Zaenab memasang raut jengah karena malas menangapi.
Disela rasa bahagia yang menyelimuti Zaenab. Indah dan Dio yang tiba-tiba muncul dari arah belakang segera bertanya akan keberadaan dosen penting yang jarang bisa ditemui itu. "Gimana Buk Hana? Masih diruangannya?" tanya Indah ketar ketir.
"Masih! Ayo cepet masuk." jawab Zaenab senang.
Indah berjalan cepat lalu buru-buru mengetuk pintu kayu didepannya.
Tak lama terdengar jelas suara tegas seorang wanita dari arah dalam untuk mempersilakannya masuk. "Masuk!" dengan wajah yang gugup Indah pun perlahan masuk kedalam. Sedang Dio, Daniel dan Zaenab menunggunya didepan.Hampir setengah jam Indah berada di dalam. Entah apa yang mereka tengah bicarakan, namun Zaenab yang masih menunggu hasil dari sahabatnya itu, terus melantunkan kalimat tasbih sebagai penenang.
Krekkk
Suara decitan pintu terbuka, segera membuat semua orang yang menunggu diluar menatap penasaran kearah pintu berada. Sungguh! Aneh rasanya padahal bukan mereka yang akan mendapat hasil. Namun entah kenapa malah mereka yang merasa takut akan kegagalan. "Gimana?" suara penasaran Zaenab segera memecah keheningan.
Indah menatap dalam wajah Zaenab. Lalu tak lama segera menghabur peluk sedih pada Zaenab sahabatnya. "Ada apa?" tanya Zaenab ketar-ketir. Indah mendongak dan tak lama teriakan gembira terdengar nyaring di telinga. "Alhamdulilah, Nab! perjuangan kita setelah berbulan-bulan mikirin skripsi akhirnya disetuji." ucap Indah membuat ketiga orang yang sedari tadi sudah menunggunya segera berteriak senang akan keberhasilannya. "Wahh! Selamat ya?" ucap Zaenab turut bahagia.
Tak luput juga dengan Dio yang juga turut bahagia akan keberhasilan wanita galak di dedepannya, "Selamat, ya?" celetuk Dio sepontan.
Suasana tiba-tiba hening keadaan yang awalnya biasa saja, kini terlihat canggung karena teriakan heboh Dio barusan. Mendapati suaranya sudah menggangu, Dio pun segera meminta maaf pada semuanya yang saat ini tengah menatapnya. "Maafin gue, ya? Karena Terlalu heboh barusan." ucap Dio menggaruk keningnya yang tak gatal.
Indah menggeleng pelan menanggapi ucapan Dio barusan. Karena jujur! Ungkapan barusan pasti memanglah ungkapan dari hati nuraninya yang ikut bahagia.
"Eumm! Makasih ya? Udah bantuin kita tadi." ucap Indah malu-malu. Kedua pria didepannya segera tersenyum senang lalu tak lama berpamitan pergi untuk kembali kekelas prakteknya.
"Sama-sama! Kalau begitu kami permisi dulu, ya!" ucap Daniel dengan lambaian perpisahan. Dio Menyusulnya dari belakang lalu dengan sekilas menatap Indah yang ada dibelakangnya. Indah tak berani menatapnya, karena jujur dia sangat malu akan peristiwa tadi diparkiran.
"Kamu kenapa, merah gitu pipinya?" tanya Zaenab dengan mata menelisik.
"Ihh kepo banget, kamu ini. Sudah ayo kekelas! Aku ada urusan nih buat persiapan wisudaku selanjutnya." ajak Indah berusaha mengalihkan perhatian.
Indah melangkah pergi kekelasnya, meninggalkan Zaenab yang masih penuh tanda tanya dikepalanya. "Ndah! Tunggu!" teriak Zaenab yang kemudian segera menyusul sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SYAHADAT UNTUK ZAENAB
General FictionEngkau adalah doa yang setiap saat aku tunggu untuk menyempurnakan imanku? Kisah cinta dua insan yang memiliki perbedaan keyakinan? Akan mereka bersatu walau harus menghancurkan dinding penghalang? Atau bahkan akan berpisah dengan luka dalam yang ak...