Tiupan lembut pada jari telunjuk yang berdarah itu terhenti saat ia rasakan getaran pada saku celana lukisnya. Iya, tidak ada semenit yang lalu Rosaline sedang mencoba membuka tube oil color saat bagian tajam tube menggores jarinya.
Dengan tangan yang sedikit belepotan cat minyak, Rosaline coba raih benda hitam itu keluar dari saku celananya. Celana lukis ini sudah Rosaline miliki sejak empat tahun yang lalu. Kesannya artistik karena sisa cat yang berantakan dan noda guratan pensil menghiasi kain tersebut.
Nomor tak dikenal, Rosaline mengernyit.
Rosaline punya dua nomor, satu untuk kepentingan bisnis restoran miliknya, baik kolega sampai staff hanya bisa menghubungi Rosaline lewat nomor tersebut. Nomor kedua adalah nomor pribadi, yang tidak pernah Rosaline sebarkan kecuali hanya kepada orang yang ia kenal saja.
Anehnya nomor asing ini memanggil melalui nomor pribadi.
Secarik rasa bimbang lewat di pikiran Rosaline, buat jarinya ragu-ragu ingin menekan tanda terima telpon. Namun benar saja, belum sampai keputusannya bulat, telpon tersebut sudah berhenti.
Rosaline baru mau kembalikan ponsel ke dalam saku celana saat ia rasakan getaran yang sama, dari nomor asing yang sama pula.
Mungkin penting?
Jadi, kali ini tanpa rasa ragu, Rosaline angkat telpon tersebut. Dengan jemarinya yang bersih tanpa bekas cat, Rosaline garuk-garuk hidungnya yang gatal, "Halo, siapa ya?"
Terdengar kekehan tak asing di seberang, "Halo, Rosaline? Lagi sibuk enggak?"
Jeff.
Oh, atau Saki? Bahkan Rosaline saja tidak tau pria lawan bicaranya ini sedang menjadi siapa.
"Jeff ya?"
"Saki, Rosaline. Jeff itu nama panggung."
Rosaline menelan ludahnya yang terasa seperti batu. Entah kenapa ia seperti bisa menebak alur pembicaraan kali ini. Rosaline berdeham, "Iya, Saki. Maaf tapi mau nanya, kamu dapet nomor saya dari mana ya?"
Saki menggumam, terdengar agak kecil dari speaker telpon, "Kenapa emangnya?"
"Saya mau tau aja."
"Penting banget, sampe harus dicari tau?" Rosaline mengernyit, mulai merasa sedikit kesal, "Daripada mikirin dapet nomor darimana, gimana tentang negosiasi kita kemarin? Katanya kamu bakal jawab hari ini."
Sial, dia masih inget aja.
Rosaline asal menjawab ia akan memberi keputusan hari ini tuh hanya akal-akalan supaya Saki cepat pergi saja sebenarnya, tidak ia sangka pria itu serius ingin memainkan sebuah drama.
"Kenapa harus saya?"
"Loh," Saki tertawa, kali ini agak keras, "Kan udah saya bilang. Kita ini win-win solution. Saya dapet keuntungan, kamu juga dapet. Kalo saya gini ke orang lain, belum tentu bisa mutualisme juga, Rosaline."
Rosaline membuang napas lelah, atensinya kini tertuju lurus pada kalender yang tergantung di dinding. Kalender tersebut bergambar Tayo, dibeli oleh Luca sebagai oleh-oleh dari Thailand. Sedikit mengherankan karena toh Tayo bukannya dari Korea Selatan, ya?
Tidak ada seminggu lagi sebelum kepulangan Sebastian. Nekat memang, tapi Rosaline tidak ingin terlihat menyedihkan.
"Oke, Saki," Rosaline menghela yakin, setelah keputusan ini, ia tidak bisa mundur lagi, "Kasih tau kapan perjamuan pertamanya?"
***
Mata Saki nampak bosan mengikuti arah tubuh Deandra yang berjalan bolak-balik seperti sebuah setrikaan. Setelah perbincangan satu-dua hal dengan Rosaline, pria itu langsung turun dari kamar untuk memberi tau berita ini kepada Deandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
13 Problems That Rosaline Did
Novela JuvenilSemenjak Rosaline mengangkat telpon dari nomor tak dikenal yang mengaku sebagai Jeff, bassist dari sebuah band terkenal yang tak sengaja mampir di restorannya untuk menghadiri sebuah acara perjodohan, Rosaline terus-terusan membuat masalah sampai 13...