Hujan deras mengguyur kota sudah hampir dua jam lamanya, Rosaline melirik dari celah jendela kamar, hujan nampaknya enggan berhenti sampai hari berganti tiba. Langit masih menggelap dan dingin masih menggigit kulit.
Gadis itu kembali alihkan perhatiannya pada kanvas yang sudah setengah terisi, dirinya dapat ide untuk melukis sebuah pemandangan saat lihat hujan turun dengan derasnya daritadi.
Orang biasa mungkin akan pusing jika menghirup cat dalam waktu yang lama, apalagi jika di dalam ruangan tertutup seperti ini. Namun entah mengapa Rosaline masih mampu bernapas normal dan lanjut menyelesaikan lukisannya itu.
Alunan lagu samar-samar terdengar dari ponsel yang ia setel, gadis itu sanggup habiskan waktu seharian di kamar jika ia mau. Maksudnya, siapa sih yang tidak suka hanya berdiam diri di kamar?
Rumah Rosaline dihuni oleh kedua orang tuanya, Alice (kakak sulung Rosaline), dirinya sendiri, dan Hank (anjing kesayangan gadis itu). Saat ini Alice sedang ada trip pekerjaan di luar kota dan kedua orang tua Rosaline sudah sedari kemarin pergi berkunjung ke kampung.
Di sela-sela ayunan kuasnya pada kanvas, indera pendengar Rosaline dapat tangkap bunyi bel rumah yang berdering. Satu kali, dua kali, tiga kali.
Rosaline menyerah, sejujurnya gadis itu selalu diam saja jika ada bel berbunyi dan dirinya sendirian di rumah. Ia tidak terlalu suka berhadapan dengan tamu, apalagi jika tamu itu bukan orang yang ia kenal, pasti canggung nantinya.
Masih mengenakan apron lukis dan rambut yang diikat sembarangan, Rosaline turun menuju lantai bawah untuk menyambut tamu yang datang.
Kala gadis itu buka pintu, dirinya hampir melompat ke belakang saat lihat siapa yang ada di balik pintu itu. Yang ditatap hanya tertawa kecil lalu melepas helm full face yang ia kenakan, "Kaget banget kayaknya."
"Kaget lah! Kenapa nggak ngabarin kalau mau mampir?" mata Rosaline meneliti tubuh pria itu dari atas ke bawah, semuanya basah kuyup. Nampaknya ia lupa membawa jas hujan saat di perjalanan, "Masuk dulu aja, ujannya masih deres banget."
Rosaline membuka pintu lebar-lebar mengizinkan Saki masuk, pria itu seperti enggan melangkahkan kakinya lebih jauh karena yakin hanya akan membuat becek lantai saja. Tubuhnya kuyup dari atas ke bawah sebab tak kenakan jas hujan.
Sadar akan gerak-gerik Saki yang nampak ragu, Rosaline menghela napas panjang sebelum akhirnya tarik tangan pria itu untuk masuk ke dalam rumah dan menutup pintu utama.
Saki termenung diam tatap Rosaline, lalu matanya meneliti sekitar, hening sekali di sini.
"Tunggu sini dulu, gue ambilin handuk bentar," usai berkata seperti itu, Rosaline tergopoh-gopoh lari menuju ruang tidur tamu di lantai 1 untuk mencari handuk kering.
Dibilang seperti itu, Saki benar-benar berdiri kaku seperti patung di tempat. Pria itu menunduk, lihat tetes demi tetes air membasahi lantai keramik.
Tak sampai 5 menit, Rosaline sudah kembali dengan handuk kering, celana training, dan kaos polos dengan logo fakultas seni murni. Gadis itu sodorkan barang-barang tadi ke hadapan Saki, "Ini ada celana training punya Papa, sama kaos fakultas all size bawaan fakultas gue. Ganti baju dulu aja di kamar mandi bawah."
Saki mengangguk kaku, ternyata Rosaline juga miliki sisi khas Ibu-Ibu Asia yang selalu gerak cepat menghadapi kejadian seperti ini. Saki berjalan sesuai dengan arah tunjukan jari Rosaline, menuju kamar mandi lantai 1.
Sementara Saki berganti pakaian, gadis itu mulai ambil lap pengering untuk keringkan bekas air dari tubuh Saki yang basah kuyup tadi. Dengan telaten, gadis itu mengeringkan senti demi senti lantai keramik.
KAMU SEDANG MEMBACA
13 Problems That Rosaline Did
Fiksi RemajaSemenjak Rosaline mengangkat telpon dari nomor tak dikenal yang mengaku sebagai Jeff, bassist dari sebuah band terkenal yang tak sengaja mampir di restorannya untuk menghadiri sebuah acara perjodohan, Rosaline terus-terusan membuat masalah sampai 13...