Chapter 12

1K 43 3
                                        

Siang ini Ali telah sampai di cafe tempat favoritnya dengan Rosa.
Saat Rosa datang, Ali terkejut karena ternyata Rosa tak datang sendiri. Ia datang bersama seorang lelaki yang tak Ali kenal.

'Mungkin rekan kerjanya.' pikir Ali yang telah melihat Rosa mendekat ke bangku tempat Ali duduk sekarang.

"Hai Li, udah lama ya? Aduh maaf ya tadi ada urusan bentar." ucap Rosa lalu duduk di depan kursi Ali disusul dengan pria asing itu di samping Rosa.

"Enggak kok, gue barusan juga sampe sini."

"Gimana tentang kerja samanya? Jadi kan? Bokap lo setuju nggak? Soalnya gue lagi pengen buka hotel gitu di daerah Bali, dan mungkin kita bisa buat sama-sama. Karena gue yakin keuntungannya bakal besar." ucap Rosa penuh rasa bahagia.

"Setujulah pastinya. Nanti kita bisa bicara lagi kalau masalah itu." ucap Ali.

Rosa tak menjawab ucapan Ali. Suasana di sana nampak berubah menjadi hening. Tak ada yg berbicara. Mereka tengah sibuk dengan makanan yg telah mereka pesan tadi.

"Aduuh gue jadi lupa, Li ini kenalin pacar gue namanya Dimas Saputra, nah ini rekan kerja sekaligus sahabat aku dari kecil yg udah aku critain tadi sayang." ucap Rosa yg tengah sibuk memperkenalkan Ali dengan Dimas, pacarnya.

"Ali"
"Dimas"

Setelah memperkenalkan diri, Ali meminta izin kepada sepasang kekasih itu untuk pulang duluan karena ada urusan mendadak di kantornya. Dan Rosa pun hanya mengangguk dan tersenyum singkat.

Sebenarnya Ali tak memiliki urusan apapun hari ini, ia melajukan mobilnya menuju ke suatu tempat. Ya, ia sampai di taman dekat rumah Randy, yang berarti juga rumah Prilly.

Tak tau ada dorongan apa hingga ia bisa sampai di tempat tersebut. Ia juga tak tau kenapa ia harus ke taman ini. Ia hanya merasa kalau ia harus ke taman ini, entah siapa yg menyuruhnya.

Ali hanya duduk di kursi panjang yg disediakan untuk orang-orang yg sedang menikmati keindahan taman yg nampak begitu asri ditambah dengan berbagai macam bunga yg menambah keindahan taman tersebut.

"Kenapa tadi waktu Rosa ngenalin pacarnya ke gue, gue nggak ada rasa cemburu atau marah? Bukannya gue seharusnya marah atau bete ngeliat Rosa yg ternyata udah punya pacar. Bukannya gue sayang ya sama Rosa? Kayaknya gue cinta bgt sama dia. Tapi kok gue nggak berasa apa-apa gini ya." Ali berbicara dengan dirinya sendiri.

Ia mencoba mengingat-ingat semuanya, kepalanya kembali berdenyut, rasanya ingin meledak. Ia tak bisa mengingat-ingat apapun. Kepalanya serasa sakit seperti telah dihantam berton-ton batu yang sangan amat besar. Begitu sakit.

Ia meringis kesakitan sambil sesekali memijit pelipisnya agar rasa sakit itu berkurang sampai ada 2 orang bertubuh besar yang menurutnya sangat 'sangar' itu. Banyak tato yg ada di lengannya, celana jeans bagian bawahnya nampak sobek seperti disengaja. Itu yg dapat ditangkap mata Ali saat itu.

"Siapa kalian? Mau apa kalian?" tanya Ali dengan mencoba bangkit dari duduknya.

"Kita mau duwit lo, serahkan semua barang-barang lo sekarang." bentak Preman 1.

"Gue nggak punya duwit."

"Nggak usah banyak bacot lo, sekarang lo tinggal ngasih duwit lo ke kita kalau nyawa lo nggak mau melayang." ucap preman 2 yg mulai mencekram kerah kemeja yg dikenakan Ali saat ini.

Ali tak menjawab dan langsung menonjokkan kepalan tanggannya ke preman itu sampai preman itu terkapar di tanah.

Preman satunya lagi mencoba menghajar Ali. Namun Ali bisa mendorong preman itu ke pohon dan menyandarkan preman itu di depan pohon dan mencoba akan melayangkan tinjuannya ke wajah preman itu. Dan......

It's Real, Not a DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang