Chapter 15

1K 37 6
                                    

"Li, kamu nggak sarapan dulu?" tanya Mama Resi saat melihat putra kebanggaannya menuruni tangga dan sudah mengenakan stelan jasnya.

"Enggak ma, nanti Ali sarapan di kantor aja."

"Eh lu! Seenak enaknya masakan luar lebih enak masakan Mama, cepet duduk sini sarapan di rumah, nggak usah sok sibuk." kata-kata yang diucapkan dengan nada rendah namun sangat menyakitkan meluncur dari mulut seorang gadis yang umurnya 2tahun di atas Ali itu.

Ali yang merasa mengenal dengan suara tadi langsung berhenti dan membalikkan badan. Diam. Ali hanya menatap gadis itu dengan datar.

1 detik...

2 detik...

3 detik...

"Kaiaaaaaaaaaa." setelah tersadar, Ali langsung lari dan langsung memeluk gadis yang bernama Kaia tadi dengan sangat erat.

"Gue kangen banget sama lo."

"Sama gue jugaaa."

"Lo kapan pulang ke Indonesia?" tanya nya setelah melepas pelukannya dengan kaia.

"3 hari yang lalu." jawabnya santai.

"Lah kok gue nggak tau."

"Ya gimana lo mau tau, orang pulang kerja tengah malem trus subuh-subuh udah berangkat kerja lagi. Sebenernya lo di kantor papa tu jadi direktur atau jadi OB yang pagi pagi harus udah ngepel lantai kantor ha?"

Yang ditanya cuman cengengesan. Ali mengambil tempat duduk di depan Kaia dan mengambil selembar roti dan segelas susu.

"Lo tumben-tumbenan balik ke Indonesia? Kangen gue ya lo? Haha."

"Cih ngapain gue kangen sama elo. Gue itu balik ke sini karena ada job baru. Dan lo harus tau kalau gue bakal kerjasama bareng sama model sekaligus aktris internasionall, keren kan gue?" jelas Kaia dengan bangganya.

"Alah paling dia cuman kasian aja sama lo makanya di ajak kerja sama. Sok cantik loooo, daaaaa" teriaknya sambil berlari menjauhi kaia sebelum kepalanya terkena timpukannya.

"Dasar lo adek durhakaaaaa."

****

"Maaf, tapi pasien sudah tidak bisa diselamatkan lagi."

Tess...

"Nggak mungkin.. nggak mungkin dok.. Anak saya masih hidup dok, anak saya masih hidup kan dok???" Lily sangat terpukul. Anak pertamanya dinyatakan tewas. Ia menarik-narik jas putih sang dokter.

"Dokter JAWAB dok!!!"

"Saya minta maaf."

"Pah Nathan pah.. Jagoan kita masih hidup kan?" tanya Lily kepada Daniel.

Daniel hanya menjawab dengan gelengan kepala dan memeluk istrinya itu. Ia tak kuat menerima kenyataan pahit ini.

Sedangkan Prilly, duduk di pojokan sambil memeluk kakinya.

"Enggak... Nathan nggak mungkin pergi secepet ini.. Nggak mungkin, nggak mungkin." Ucapnya tak bersuara.

Ia tak bisa menerima kenyataan ini. Bukan. Bukan karena ia sudah sangat mencintai Nathan dan ingin menikah dengannya. Bukan itu alasannya, toh seharusnya ia harus bahagia karena bisa kembali ke Indonesia dan kembali bersama Alinya.

Ia tak bisa menerima kenyataan ini karena Prilly berpikir 'Aku pembawa sial'

Apa setiap pria yang dekat dengannya harus berakhir di Rumah sakit bahkan sampai meninggal? Karena takdir? Apa takdir sekejam itu?

It's Real, Not a DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang