Chapter 8

1.1K 43 0
                                    

Sudah 2 bulan Ali menjalani masa komanya. Ia masih tetap setia dengan tidur panjangnya. Prilly yang selalu setia menjaga Ali mulai merasa lelah karna melihat Ali yang terus tertidur dan hanya menggerakkan jari-jarinya saat merespon ucapan Prilly.

Tapi Prilly tetap berdoa dan berharap agar Ali kembali disampingnya, selalu bersamanya, selalu menjaganya, dan selalu menjadi malaikat pelindungnya.

"Prilly, kamu segera packing semua baju-baju kamu dan semua peralatan penting kamu ke dalam koper." ucap Mama Ully di tengah keheningan saat makan malam di rumahnya.

"Emang kita mau kemana pake packing segala?" tanya Prilly yang masih sibuk dengan aktivitas makannya.

"Lusa kita bakal ke Jerman dan mempercepat acara tunangan kamu di sana." ucap mamanya yang berhasil membuat Prilly tersedak.

"Ati-ati kalau makan." ucap Randy yang segera memberikan minum kepada Prilly agar berhenti tersedak.

"Tapi aku kan barusan lulus SMA ma, aku nggak mau cepet-cepet tunangan ma. Apalagi sama orang yang enggak Prilly cinta sama sekali." ucap Prilly sambil menahan air matanya agar tak jatuh.

"Kamu bakal cinta sama dia kalau kalian udah ketemu. Jangan ngebantah keputusan Papa sama Mama. Kita tau yang terbaik buat kamu. Bahkan dia lebih baik, lebih mapan, dan lebih tampan dari ALI." ucap Papanya yang mulai angkat bicara dan dengan nada bicaranya yang sedikit membentak Prilly.

Kali ini benteng pertahanan Prilly sudah rapuh, ia tak bisa lagi menahan bendungan air matanya. Ia tak menyangka papanya akan membentaknya demi lelaki yang dipuja-pujanya itu.

"Oke kalau itu kemauan kalian. Aku bakal ngelaksanain semuanya demi kalian, biar kalian semua di sini bahagia melihat aku menangis. Dan asal kalian semua tau, nggak bakal ada yang bisa gantiin posisi Ali di hati aku." ucap Prilly yang langsung menaiki tangga dan menuju kamarnya.

Ia menangis sejadi-jadinya. Ia tak sanggup menikah dengan orang yang tak ia cinta.

"Lii bantu aku lii, aku cuma cinta sama kamu. Aku cuma pengen nikah sama kamu kelak." ucap Prilly disela tangisannya.
***

Pagi hari ini, Prilly berencana menjenguk Ali yang masih terbaring di rumah sakit. Ia mengendarai mobilnya hingga sampai di pelataran rumah sakit Kasih Bunda. Prilly mengenakan kaca mata hitamnya dan segera menuju ruangan Ali.

Setelah sampai di hadapan Ali, ia kembali menangis.
'Selalu aja begini. Kenapa sih Prill lo nggak bisa nahan air mata lo sebentar aja. Cengeng lo' batin Prilly sambil menghapus air matanya yang telah berjatuhan.

"Pagi Ali, kamu apa kabar? Kok masih tidur terus sih. Aku kangen banget lho sama kamu. Emang kamu nggak kangen sama aku?" ucap Prilly menghampiri Ali yang masih tertidur di ranjangnya.

Ali menggerakkan tangannya lagi.
"Ciee Ali ngerespon omonganku ya, makasih Lii. Kamu pasti juga kangen ya sama aku? Makanya cepet bangun dong Lii, biar kita bisa jalan-jalan lagi, bisa beli es krim sama-sama lagi" ucap Prilly yang sedang menahan tangisnya.

"Hari ini aku bakal nemenin kamu di sini seharian full. Aku pengen liat muka kamu terus, biar aku nggak lupa sama kamu. Kamu harus janji sama aku ya Li, kalau aku pulang ke Indonesia nanti, kamu harus udah sadar, kamu harus udah sukses dan kamuu... Dan kamuu... Dan kamu harus udah bahagia sama perempuan pendamping kamu kelak hikshiks" ucap Prilly lirih dan terus menggenggam tangan Ali erat, seolah tak ingin kehilangan seseorang yang sangat ia sayangi.
***

Prilly terbangun saat pesawat telah mendarat di Bandara Frankfurt, Jerman. Ia segera turun bersama mama Ully yang selalu setia menjaga putrinya itu. Prilly mulai bertingkah laku sopan kembali kepada orangtuanya. Ia tau tak sepantasnya ia bersikap seperti itu kepada orangtuanya sendiri.

Prilly telah ikhlas jika harus menikah dengan lelaki pilihan orangtuanya itu. Toh jodoh tak akan kemana. Jika Tuhan telah menakdirkan Ali dan Prilly untuk bersatu, tak ada yang bisa merubah takdir yang telah di gariskan oleh Tuhan.

Prilly telah berjanji kepada dirinya sendiri akan mencoba menerima lelaki yang akan dijodohkan dengannya itu. Ia akan mencoba membuka hatinya walau sebenarnya cuma ada Ali yang ada dihatinya.

Setelah meninggalkan bandara, prilly segera mengganti mode hpnya yang sengaja dibuat Airplane mode karna perjalanan jauhnya tadi.

Dengan waktu 1 menit berbagai notifikasi dari berbagai sosial medianya telah berhamburan memenuhi handphone Prilly.

Ia tercengang saat membaca WA dari kakaknya.

Randy: Prill, Ali udah sadarr!!
Randy: Ali sadar pas lo berangkat ke Jerman. Pas lo naik ke pesawat, gue di tlp sama Galang trus dia bilang kalau Ali udah sadar.

Prilly kembali menangis namun berhasil ditahannya karna ia tak mau mamanya melihatnya menangis lagi. Ia mencoba tegar dengan semua ini. Walaupun sebenarnya Prilly terkejut karena Ali sadar tepat saat keberangkatannya ke Jerman.

'Apa ini artinya Ali nggak mau kalau gue pergi' batin Prilly mencoba menguatkan hatinya.
***

Randy: Halo, ada apaan Lang?
Galang: Ali sadar Ran!! Cepetan lo kesini sekarangg!!
Randy: Apa? Ali sadar? Alhamdulillah, oke gue kesana sekarang.

Dengan menggunakan motornya, Randy menjadi lebih leluasa dan lebih cepat sampai di rumah sakit.

"Gimana keadaannya Ali??" tanya Randy kepada Ken, Galang, dan Dicky yang sudah dari tadi menjaga Ali di rumah sakit.
"Lagi diperiksa sama dokter, Prilly beneran jadi ke Jerman?" tanya Galang.
"Jadi. Tadi pas lo tlp gue Prilly udah berangkat." jawab Randy.

Randy langsung menghubungi Prilly untuk memberitahukan kondisi Ali sekarang agar Prilly tak terlalu memikirkan kondisi Ali lagi.

"Keluarga sodara Ali?" tanya Dokter Ari yang telah keluar dari ruangan Ali.
"Kita teman dekatnya Ali dok, orangtuanya masih di perjalanan ke sini, gimana kondisi Ali dok??" tanya Ken.
"Oh oke kalau begitu, kondisi pasien sudah mulai membaik, ia telah sadar dari komanya. Tapi... em..." ucap Dokter Ari menggantungkan kalimatnya karena tak tega mengucapkannya.
"Tapi kenapa dok??" tanya Randy tak sabar.
"Pasien mengalami amnesia karena terjadi benturan keras di kepalanya saat kecelakaan itu terjadi." jelas Dokter Ari.
"Ali amnesia?? Ali nggak mungkin amnesia dok, dia nggak boleh lupa sama saya." teriak mama Ali yang telah sampai di depan ruangan Ali.
"Ibu tenang dulu bu, pasien memang mengalami amnesia, tapi ia akan mudah mengingat orang yang telah lama ia kenal seperti orang tua, kakak, adik, atau sahabat dekatnya dari ia kecil." jelas Dokter Ali panjang lebar.
"Syukurlah dok, kalau begitu saya boleh masuk ke dalam?" tanya mama Ali.
"Boleh, silakan masuk." ucap Dokter Ari meninggalkan mereka.
***

"Haii Lii." sapa Randy, ken, galang, dan dicky bersamaan.
"Eh Randy, lo bawa temen-temen lo kesini ya? Kenalin ke gue dong." ucap Ali mencoba duduk dari tidurnya.
"Iya ini kenalin, ini Ken Galang sama Dicky." ucap Randy memperkenalkan mereka kepada Ali walaupun sebenarnya Ali telah mengenal mereka. Tapi Randy mengerti dengan keadaan Ali yang terkena Amnesia. Dan yang diingat Ali hanya keluarga dan Randy, karena memang Randy adalah teman main Ali dari kecil sampai dewasa seperti sekarang.
---------------------

Vote or Comment for next chapter:)

It's Real, Not a DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang