22

2 1 2
                                    

Hari ini sebetulnya adalah hari sekolah. Namun dengan amat sangat terpaksa, Xeni tidak sekolah karena ingin mengurus masalah yang terjadi di Elsgera atau lebih tepatnya menyelesaikan masalah dengan Geo dan pergi ke markas Elsgera. Mungkin inti Elsgera yang lain sedang membolos juga karena salah satu inti Elsgera yang sakit. Xeni yang mendengarnya pun tidak mau menyia-nyiakan kesempatan.

Cklek.
Saat membuka pintu markas Elsgera, yang ia lihat hanya kekosongan dan hening. Xeni pun sempat berpikir ingin pulang kembali karena tidak ada orang disini, jadi untuk apa dia masih ingin masuk ke markas Elsgera.

Ia segera menaiki tangga menuju kamar pribadi Xetta. Walaupun Xetta sudah keluar, Xetta masih enggan untuk meninggalkan markas Elsgera membuat inti Elsgera hanya mengiyakan saja tanpa mau ikut campur. Sehingga hari ini inti Elsgera tidak masuk sekolah hanya untuk menemani Xetta yang didera demam tinggi berharap Xetta segera sembuh. Bohong jika inti Elsgera tidak khawatir, mereka bahkan amat sangat khawatir. Itulah yang membuat mereka rela berdiam diruangan Xetta. Inti Elsgera yang sudah keluar awalnya enggan memasuki kembali markas penuh kenangan mereka itu, namun mereka terpaksa harus masuk demi melihat kondisi Xetta.

Cklek
Xeni membuka pintu kamar Xetta lalu mengedarkan pandangnya keseluruh bagian ruangan Xetta. Disana ada Jaya, Geo, Ceo, dan Eri. Bohong jika ia tak benci jika Geo menatapnya dengan tatapan tajam setajam pedang bermata dua. Jaya dan Ceo mengacuhkan kehadirannya. Hanya Eri yang mau berdiri dan menghampiri wakil Elsgera itu.

Tanpa aba-aba, Eri mendekap Xeni erat seolah takut kehilangan. Eri memeluk Xeni sampai Xeni berontak didekapan Eri.

"Gua kangen sama lo," ujar Eri setelah melepaskan dekapannya.

"I miss you too, gimana keadaan Xetta?" Tanya Xeni mencoba melihat apa yang terjadi didalam ruangan Xetta.

"Xetta belum sadar. Lo baik-baik ajakan?" Tanya Eri khawatir. Bahkan Eri tak segan-segan mengusap lembut wajah Xeni yang begitu imut di matanya.

"Im good," Xeni tersenyum lembut ke arah Eri lalu sedikit mendorong tubuh Eri yang menghalangi pintu masuk.

Eri pun langsung memberi jalan untuk Xeni masuk. Geo masih menatap Xeni tajam karena masih benci dengan bukti yang ditunjukkan oleh seseorang kepadanya.

Xeni mendekati Xetta lalu duduk disisi ranjang. Ia mengelus rambut Xetta yang lebat itu dengan pelan. Ia merindukan sahabatnya itu. Walaupun mereka seperti biasa-biasa saja menjalani kehidupan di suatu geng namun sebenarnya mereka itu mengikat tali persahabatan namun entah sejak kapan persahabatan itu hancur digantikan rasa hambar yang membuatnya sangat tidak nyaman.

"Nyaman banget, ya lo tidur dengan tenang tanpa mikirin kondisi orang-orang yang masih sayang sama lo? Lo ga mau bangun? Lo ga capek rebahan terus? Ga pegel? Bangun. Gua rindu lo. Gua rindu pelukan lo disaat semuanya lagi ga stabil. Lo harus janji sama gua, lo akan cepat pulih," monolognya sembari memandangi wajah tampan dari salah satu sahabatnya itu.

Xeni asik memandangi wajah tampan sahabatnya itu sampai suara deheman Eri mengusiknya. Ternyata Eri sudah berada di sampingnya, berdiri entah sejak kapan. Ketika Xeni mendongak untuk melihat Eri, tangan Eri langsung terulur untuk mengusap pipi Xeni dengan sayang. Lalu membisikkan kata-kata yang membuat tubuh Xeni langsung meremang.

"Seganteng apa wajah Xetta, sampai-sampai kamu tidak mau melirikku?" Begitulah kira-kira ucapannya yang mampu membuat tubuh Xeni meremang dan menatap Eri horor. Sahabatnya ini, kerasukan apa? Seorang pria yang katanya tidak ingin mengenal cinta, lalu perkataan barusan itu tercetus begitu saja untuk apa? Apakah Eri menyukainya? Mustahil sekali,kan? Dan juga, ia merasa ada perubahan sikap Eri yang lebih menyayangi nya. Seperti sekarang, Eri sangat suka mengelus pipi Xeni. Dan ini baru kali ini terjadi sehingga perubahan itu benar-benar menonjol.

Lemanila (Story Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang