1

43 19 4
                                    

Kalau ada typo dikasih tanda supaya Asa tahu 😁💐

Selamat membaca >>>>








Pada waktu itu aku menimba ilmu di SMP Semesta tepatnya ada bangunan didepan bertuliskan SMA Semesta, ya dua bangunan itu adalah milik keluarga Semesta dan itu kata orang Zanneta mana tahu akan hal ini.

Pertama kali kesini aku sedikit dibuat kagum oleh siswa siswi yang mempunyai wajah cantik dan tampan. Aku sedikit bingung harus bagaimana dan tidak ada teman SD ku disini mungkin.

"ZANNET." Aku menoleh ke sekeliling ku untuk mencari siapa yang meneriakan namaku.

Disana teman ku Candara dan Adisti bersekolah yang sama dengan ku?! Aku tidak percaya ini. Sekejap aku tersenyum bahagia dan menyambut pelukan mereka,
"Zan aku gak nyangka kita satu sekolah lagi ih... mamih ku jahil banget kata nya aku mau sekolah di bandung nyata nya sekolah disini bareng kamu lagi".

Aku dan Adis tertawa mendengar gerutuan Candara, ya, memang mamah nya Candara itu memang agak jahil makanya Candara mewarisi sifat cerewet dan jahil nya. Tapi aku senang seenggaknya aku tidak perlu bersosialisasi untuk mencari teman lagi dan akan membuat batre sosial ku cepat habis.

"Eh kita kumpul yuuk nanti dimarahin sama kakak Osis nya", Adisti mengajak kami untuk berkumpul di lapangan. Ini hari dimana pembagian kelas akan dimulai dan semoga saja aku dan temanku satu kelas.

Kita duduk dibawah pohon yang rindang, mata—ku tidak sengaja berpandangan dengan mata tajam dan sayu, aku cepat cepat memutuskan nya dan beralih menatap obrolan teman ku.

Aku merasa sepasang mata itu masih menatap ke arah kami. Duh kenapa dia masih natap kesini sih, kesal nya. Dan akhirnya aku bisa bernafas lega saat dia tidak menatap ke arah ku lagi.

"Zan kita satu kelas lagi ihh senang nya", kata Adisti tersenyum bahagia.

"Tapi katanya tiga tahun kedepan kelas kita masih tetap sama kalau kita naik kelas gak ada perombakan." Sambung Candara.

"Wah aku seneng dengernya...emm btw kalian mau gak nemenin aku kekantin?".

"Yaampun Zan kaya sama siapa aja nanya gitu, yaudah yuu kekantin aku juga udah lapar". Candara menarik tangan ku dan berjalan menuju kantin dengan Adisti didepan.

>>>>

Kami memilih tempat yang paling tepat yaitu di pojok kantin. Setelah memesan bakso dan memakannya kita lanjut mengobrol.

"Tahu gak para anggota Osis itu tampan-tampan semua ihh". Antusias nya Candara yang memang pecinta orang tampan.

"Aku masih gak percaya tadi kak Abyaz natap ke arah kita omgggg", Candara menggigit jari nya dan itu terlalu lebay menurutku.

Mata—ku membola saat baru tahu yang dimaksud kak Abyaz ternyata pria itu jadi Candara juga tahu dong.

"Biasa aja kali gak usah lebay deh Dar", Adisti jengah dengan sifat lebay nya Candara temannya.

"Apa sih Disa! jangan jangan kamu gak suka laki laki ya Dis OMG ADIS...MMMPPHH".

"Berisik bego bisa pelanin suara nya gak sih!!", karena terlalu panik dan kaget Adisti reflek membekap mulut Candara agar berhenti berteria.

"Tuh kan pada liatin kita kamu sih Dar ihs", Adisti melepas bekapan tangan nya yang ada bibir Candara dengan kasar.

"Plies deh cepet deh selesaiin makanan kalian habis ini pulang....aku ada kerjaan nih", aku memutar bola mata jengah dengan keributan ini.

Buru buru aku selesaikan makanannya dan kedua teman—ku untungnya bisa mengerti diriku.

Setelah selesai dengan makanannya aku memberikan uang lima ribu untuk membayar bakso nya dan untuk es teh nya sih gratis dari teman ku haha.

"Nih buat bakso nya makasih ya gess, aku buru buru bye gess", aku berlari sambil melambaikan tangan untuk berpamitan saat akan berbalik untuk keluar kantin hampir saja aku bertabrakan dengan pria tadi yang katanya namanya Abyaz, untung aku punya reflek yang bagus hingga tidak jadi bersentuhan dengan tubuhnya.

"Maaf kakk", sesudah meminta maaf dan menundukan kepala ku karena aku tidak berani untuk melihat mata tajam itu.

"Kalau jalan tuh pake mata ya dik", ucapan bernada genit yang berasal dari samping pria itu mungkin temannya.

" i..iya kak sekali lagi maaf",

"Kalau minta maaf tuh tatap mata orang nya yang sopan jadi orang." Mendengar nada tajam itu akhirnya aku memilih menatap mata itu sambil meminta maaf lagi, dan sebelum dia berbicara lagi aku buru buru mengucap permisi dan pergi dari suasana tegang ini.

Lain kali aku tidak akan berurusan dengan mereka lagi,.... ucap pikiran—ku.

Abyaz dan teman-teman nya memandang kearah adek kelas yang barusan pergi, "gila imut banget tadi adek kelas kita bisa gitu ya tinggi nya sebatas dada lu bro,"

"Jangan body shaming dong Ben Kalau tuh adek kelas nya dengar gimana". Kata Byakta.

"Ya maaf Ak suka khilaf nih mulut". Bena memukul mulut nya dengan kesal.

"Ayok kekantin". Kata Abyaz sambil melenggang pergi.

"Kebiasaan tuh anak ninggalin kita", kesal Bena.

"Udah ayok percuma lu dumel mau berbusa sekalipun gak bakal kedengeran anaknya." Byakta menarik tangan Bena supaya berjalan cepat menyusul Abyaz yang sudah duluan kekantin.

Setelah mendapatkan pesanan nya mereka lanjut memakannya sesekali menggombali adek kelas yang lewat tapi berbeda dengan satu orang yang bernama Abyaz, dia melamun dan tidak ikutan dengan tingkah temannya itu pikiran nya masih melayang mengingat muka adek kelas yang tadi hampir menabraknya.

Sungguh bayang bayang wajah kecil dan berpipi bulat itu sungguh mengganggu pikiran Abyaz dan tanpa sadar dirinya tersenyum kecil mengingat wajah gugup itu. Cantik dan imut pengen gue makan dalam sekali hap deh haha, sial kenapa bisa berpikiran gitu, buru buru ia menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran sialan itu.

"Lu kenapa dah senyam senyum Ya?" Tanya Bena melihat temannya Abyaz geleng kepala dengan wajah bingung.

"Hah..masa sih??...o-ooh itu tadi gue liat foto Milkita lucu gitu." Gugup Abyaz bohong agar dua curut tidak menanyakan lagi.

Dua orang mendengarkan penjelasan Abyaz mengangguk mengerti disertai gumaman bernada 'oh'.

"Yaz habis ini kita mau ngapain? Balapan?". Tanya Byakta.

"MATA MU COK LIAT SENDIRI KAN SI ABYAZ LAGI DI HUKUM KAKAK NYA KARENA BAPALAN ". yang di tanya sapa yang ngegas sapa, itu lah isi pikiran Byakta setelah kaget dari suara Bena secara tiba-tiba. Dengan kesal Byakta menabok kepala Bena yang ada di sampingnya dengan lumayan keras.

"Heh curut! Bisa dipelanin kaga volume lu..mana teriak disamping telinga gue anjir". Kesal Byakta sambil mengelus telinganya akibat pengang.

Abyaz melihat itu jengah, "mau pulang". Singkat, padat dan langsung pergi meninggalkan dua temannya yang dilanda kebingungan.

"Lah maksud mau pulang apa Yak?" Tanya Bena dengan muka cengo yang gagal paham apa yang di maksud Abyaz.

"si anjir! Yok Ben,...WOI ABYAZ TUNGGU GAK SETIAA KAWAN LUUU" teriak Byakta setelah dari kebingungan dan menarik tangan Bena untuk mengejar Abyaz yang sudah menjauh dan tanpa menjawab pertanyaan Bena.











ABZAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang