Sebelum membaca, aku cuma mau mengingatkan kalau cerita kali ini sedikit gloomy dan mungkin bisa juga mentrigger pembaca. Jadi, kalau ingin baca yang happy-happy boleh di skip aja yaaa. Bisa baca cerita yang lain dulu.
So, enjoy!
Derasnya aliran air dibawah sana nampaknya tak menggetarkan sedikitpun keberanian pemuda bersurai brunette itu. Dihadapkan dengan dua pilihan, hidup dengan segala rasa sakit atau pergi meninggalkan rasa sakit itu.
Terjebak diantara dua manusia dewasa yang saling mementingkan ego masing-masing. Tanpa berpikir, jika ada yang hati rapuh yang menjadi korbannya. Haechan lelah dengan pertengkaran kedua orang tuanya.
Menjadi anak tunggal membuat Haechan tak memiliki siapapun saat di rumah. Kedua orang tuanya selalu sibuk dan mengabaikannya. Sekali mereka bersama, hanya pertengkaran yang menjadi puncaknya. Seolah bagai lagu penutup, suara keduanya saling bersautan menciptakan kolaborasi memekakkan.
"Eomma, Appa, tolong jangan ber-bertengkar.." Haechan berucap sedikit takut
"Diam, Haechan! Masuk kamar!"
Mendengar teriakan Appa-nya, Haechan langsung beringsut memasuki kamar. Menahan tangisnya begitu suara beberapa bantingan benda dan teriakan orang tuanya terdengar nyaring. Seberapa keras ia menutupi kedua telinganya, suara-suara itu tak mampu ia senyapkan.
Suara mulai hening, begitu pula dengan si manis yang tertidur dalam posisi duduk meringkuk didekat ranjang.
Cklek!
"Bangun!" wanita dewasa itu menyeret tubuh Haechan menuju kamar mandi. Membuat Haechan yang setengah sadar harus berjalan tertatih mengikuti langkah sang eomma.
Byurrr
Satu, dua hingga berkali-kali siraman terus terdengar dari bilik kamar mandi itu. Dilengkapi dengan sumpah serapah yang keluar dari mulut si wanita dewasa.
"Gara-gara kau aku jadi terjebak dengan pria brengsek itu! Rasakan ini dasar anak sialan!" si Ibu terus menyiram membabi buta anaknya yang kini menangis pilu meminta ampun
Haechan meremat tubuhnya dengan kuat. Air matanya jatuh begitu saja saat mengingat kejadian yang terus saja berulang dan bahkan menjadi makanan sehari-harinya. Bagai samsak pribadi, eommanya selalu melampiaskan amarahnya kepada dirinya. Bukankah Haechan ini anaknya? Darah dagingnya? Lalu kenapa?
Dengan tangan yang terkepal kuat di kedua sisi, Haechan mulai menutup kelopak matanya. Bersiap untuk melompat.
Grep.
"Apa kau sudah gila?!" teriakan berat dari sosok yang kini menangkup tubuh Haechan. Membawa tubuh yang sedikit lebih mungil menjauh dari sisi jembatan. Masih dengan nafas terengah-engah, pemuda yang memiliki wajah tampan itu kembali berucap "Aku tak tau seberat apa hidupmu, tapi lari tak akan menyelesaikan semuanya."
Haechan terdiam. Kelopak matanya terasa memanas mendengar perkataan pemuda asing di depannya itu. Dalam benaknya ia berpikir, apakah dirinya sendiri punya pilihan? Kalau boleh memilih takdir hidupnya, Haechan sendiri tak mau berada di situasi seperti ini. Tapi, bagai buah simalakama, keputusan apapun yang ia buat akan sama saja akhirnya. Lantas, ia harus apa?
Rumah yang sejatinya sebagai tempat peraduan dikala lelah, nyatanya malah menjadi sumber dari segala masalah. Makian, cacian dan berbagai hal lainnya selalu berputar bagai radio rusak.
"Hiks.. hiks.."
"Hey, hey, kenapa menangis?" dengan panik pemuda bersurai hitam legam itu mencoba menenangkan si manis yang kini tengah terisak. Untung saja jalanan malam itu sedikit sepi, jadi mereka tak akan menarik perhatian orang-orang.
Pemuda itu menyerah dan memilih merangkul pemuda yang lebih kecil menuju pelukannya. Sepertinya hal itu lebih ia butuhkan saat ini.
Tangisan Haechan malam itu terdengar begitu pilu. Rasa sakit yang begitu lama ia rasakan, akhirnya meledak juga menjadi tangisan. Haechan merasa tak punya siapapun di dunia. Bahkan kehadirannya sendiri sepertinya hanyalah sebuah petaka. Terutama bagi kedua orang tuanya. Maka dari itu, ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Tapi, disaat tekatnya sudah bulat, niat itu malah digagalkan. Seolah dunia ingin terus menyiksanya dalam lingkaran setan.
Pemuda itu terus mengusap punggung yang bergetar karena tangis itu dengan pelan. Dirasa tangisnya mulai mereda, pemuda itu lantas melepaskan pelukannya. Mencoba melihat sosok yang terlihat sangat rapuh.
"Hey? Boleh aku tau ada apa?" tanyanya sedikit ragu takut menyinggung
Haechan hanya diam dengan mata sembabnya. Lidahnya terasa kelu hanya untuk sekedar menjawab pertanyaan itu.
Sedang pemuda di depannya kini menghela nafas pelan.
"Aku tak tau seberapa berat masalah yang kau punya. Tapi aku hanya ingin bilang, meski dunia ini terasa begitu kejam untukmu, ingatlah jika selalu ada orang baik didalamnya. Kalau kau merasa tidak ada, mungkin kau belum bertemu saja dengan orang yang tulus padamu." pemuda itu menjeda sebentar kalimatnya "Mungkin aku hanyalah pria asing yang tak tau apa-apa dan terkesan ikut campur. Tapi kalau memang butuh tempat untuk bercerita ataupun menangis.. datanglah. Kau bisa datang padaku. Aku tidak akan menghakimi apapun cerita yang kau miliki."
Pemuda itu tersenyum begitu lembut dan mencoba menyakinkan Haechan jika perkataannya benar tulus dari dalam hatinya. Meski baru bertemu dengan Haechan, tapi hatinya ikut teriris melihatnya menangis hingga ingin mengakhiri hidupnya begitu saja. Sekejam apa hidup yang tengah dilaluinya?
Haechan tertegun. Baru kali ini ada orang yang terlihat begitu peduli dengannya. Seolah bisa mengerti apa yang sedang Haechan rasakan. Di saat keluarga dan teman-temannya meninggalkannya sendiri, pemuda asing yang telah menyelamatkan nyawanya itu malah peduli terhadap dirinya.
Bolehkan Haechan sedikit berharap? Berharap jika akan ada keajaiban yang bisa mengubah pandangannya tentang hidup?
Dengan pelan Haechan menganggukkan kepalanya. Membuat pemuda di depannya kini mengulas senyum.
"Kalau begitu, aku antar pulang ya?"
Melihat si manis kembali mengangguk, pemuda tampan itu lantas menggandeng tangan Haechan menuju mobilnya.
Sebelum memacu mobilnya, pemuda itu terdiam sebentar lalu menoleh pada si manis.
"Ngomong-ngomong.. siapa namamu?" tanyanya
"A-aku Haechan."
"Haechan? Nama yang bagus!" sekali lagi pemuda itu tersenyum
"Aku Mark. Kau bisa memanggilku Mark."
End.
So, gimana cerita kali ini? Untuk yang pernah merasakan hal serupa dengan tokoh di cerita ini atau memiliki masalah yang jauh lebih berat lainnya, jangan terlalu sedih ya? Cerita kalau butuh teman cerita, jangan dipendam sendiri yang akhirnya akan menjadi boomerang bagi diri sendiri. Meski cerita tidak selalu berujung penyelesaian, tapi setidaknya dapat meringankan sedikit beban yang kamu tanggung. Siapapun dirimu, bagaimana dan seberat apa jalan yang kamu tanggung, aku hanya mau bilang kalian berharga. Sangat berharga. Banyak orang yang peduli dan sayang ke kalian, meski kalian sendiri tidak menyadarinya. So, don't give up and keep going on. Don't let your story end like this. Semangat!
Oh iya, yang muslim selamat menjalankan ibadah puasa yaa. Semoga puasanya lancar terus ^^
Vote dan komennya juseyo 💚

KAMU SEDANG MEMBACA
Haechan dan dunianya [Oneshot]
RomanceKumpulan cerita yang inspirasinya datang tiba-tiba. Bisa Markhyuck, Nohyuck, Nahyuck, Hyuckren ataupun lainnya. Tergantung kecocokan >.< Bxb! Jangan salah lapak!