Childhood friend

1.5K 128 8
                                    

"Kita sahabatan terus ya! Sampai kapanpun, janji?"

"Janji."

Dua anak kecil berjenis kelamin lelaki itu saling menautkan jari kelingking masing-masing. Lalu saling melemparkan senyuman dan tertawa.





Tok, tok, tok.

Belum sempat si pemilik kamar berdiri dari tempatnya, pintu itu sudah terbuka dan menampilkan seorang pemuda berparas manis dengan surai sedikit ikalnya. "Jeno-ya, aku masuk yaaa~"

"Dimana-mana itu kalau ijin ya nunggu dijawab dulu, Chan." Jeno menghela nafasnya lelah

Si pemuda manis yang bernama Haechan hanya menyengir kuda. Ia lantas berjalan mendekat ke arah ranjang milik sahabatnya itu dan merebahkan dirinya di atas sana. Haechan membenamkan wajahnya di guling milik Jeno.

"Ada apa, hm?" tanya Jeno saat menyadari sang sahabat terlihat murung

Haechan membalikkan badannya dan memandang langit-langit kamar bernuasa biru tua itu. "Aku putus."

Singkat. Namun, jelas sekali dua kalimat itu sarat akan kesedihan. Bersahabat sejak kecil dengan Haechan, membuat Jeno hafal dengan segala hal tentang pemuda itu. Meski terlihat selalu ceria dan memancarkan aura positif, Jeno tau jika Haechan itu suka menyimpan segala permasalahannya sendirian. Maka, disinilah peran Jeno. Menjadi pendengar dan penenang saat sahabatnya sedang merasa sedih.

Jika ditanya apakah Jeno keberatan? Jawabannya tentu saja tidak. Jeno dan Haechan itu dapat diibaratkan dengan lebah dan bunga. Keduanya saling bergantung satu sama lainnya.

"Kau sedih?" tanya Jeno

Dengan manik yang berkaca-kaca, Haechan hanya mengangguk pelan. Hatinya terlalu sakit untuk mengatakan baik-baik saja. Ia sedih. Sangat sedih. Dan bercerita dengan Jeno adalah jalan untuk membuat perasaannya lebih baik. Itu karena setiap kata yang pemuda itu ucapkan, bagai obat untuk lukanya.

Jeno hanya diam menatap Haechan. Membiarkan sang sahabat bercerita dengan sendirinya.

"Dia lebih milih balikan sama mantannya, Jen." Haechan menghela nafas sebentar "Padahal kita lagi engga ada masalah. Tapi dia tiba-tiba bilang udah engga punya perasaan apa-apa lagi. Minta break tapi seminggu kemudian udah jalan aja sama mantannya."

Haechan tertawa hambar "Aku.. seburuk itu ya, Jen? Sampai dia lebih milih mantannya daripada aku."

Sontak Jeno menggeleng "Ngga, Chan. Dia saja yang tak bersyukur dan memilih menjadi pengecut."

"Pengecut ya?" Haechan terkekeh

"Iya. Alih-alih berjuang bersama mempertahankan hubungan kalian, dia malah lebih memilih pergi bersama orang lain. Dengarkan aku, setiap hubungan itu pasti ada masanya. Masa bucin-bucinnya dan juga masa jenuh. Tapi kejenuhan itu sendiri ngga bisa dijadikan suatu alasan. Kalau begitu, bagaimana dengan kisah cinta selanjutnya? Mau begitu terus?"

Melihat kediaman Haechan, Jeno lantas melanjutkan ucapannya "Gimana dengan orang yang sudah menikah bertahun-tahun lamanya? Kalau dipikir yang mereka jalani lebih berat dari segala sisi. Tapi kenapa mereka bisa bertahan? Mereka bisa terus bersama ya karena keduanya saling mau berjuang. Berjuang mempertahankan hubungan mereka."

Dalam benaknya, Haechan membenarkan perkataan Jeno. Meski dadanya masih terasa nyeri setiap memikirkannya, tapi setidaknya kini suasana hatinya sedikit membaik. Haechan merasa lega setelah mendengar perkataan Jeno. Mempunyai sahabat seperti Jeno, membuat Haechan sangat bersyukur. Jeno selalu mengerti dirinya dan tanpa dipinta selalu ada untuknya. Jika ada yang bilang persahabatan murni antara seme dan uke itu tak ada, mereka salah. Buktinya dirinya dan Jeno bisa terus bersahabat tanpa melibatkan perasaan apapun.

Haechan dan dunianya [Oneshot] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang