~ terkadang kita hanya membutuhkan orang yang membantu untuk menguatkan, bukan belas kasihan yang tidak diharapkan ~
Tepat pukul 10 malam Ara baru menyelesaikan semua pekerjaannya. Kembali ke rumah yang berjarak lumayan jauh memakan waktu yang lumayan lama.
"Bagus! baru pulang jam segini. Kemana aja kamu!"sinis Faniya melihat Ara berjalan melewati ruang tamu untuk menuju ke kamanarnya.
"Lho? mama udah pul-"Ara tidak tahu kalo mamanya sudah pulang jam segini, biasanya Faniya akan pulang larut malam.
"Ga usah ngalihin pembicaraan kamu! Kemana aja kamu? oh saya tau, kamu abis ngelote kan? Jadi jalang dimana kamu?!"tuduh Faniya.
Deg, apa segitunya mamanya membenci dia?. Sakit hati Ara mendengar tuduhan oleh mamanya.
"Mah! Ara ga kaya gitu!"saking terbawanya emosi, Ara bahkan tidak sadar sudah meninggikan nada bicaranya dengan Faniya.
"BAGUS! UDAH MULAI BERANI SAMA SAYA!"Faniya geram, dia melangkah maju menuju putrinya dan
Plak
Plak
Ditamparnya kedua pipi Ara. Kulit yang berwarna putih itu menjadi merah matang. Betapa perih nya tamparan yang di berikan mamanya, hingga air mata yang sudah ditahannya lolos begitu saja.
"Hikss.. ampun mah, Ara ga seperti apa yang mama omongin"dipegangnya sebelah pipi yang di tampar itu dengan pandangan menunduk takut melihat mamanya.
"Cihh, Dimana-mana maling mana ada yang mau ngaku. Kamu kalo udah jadi jalang yaudah jalang aja! Malu saya punya anak kaya kamu. Bikin kotor nama keluarga saya saja!"ditinggalnya Ara pergi sendirian.
Begitu sakitnya hati Ara. Semua kata-kata yang di ucapkan oleh mamanya membuat hati kecil Ara terluka lagi dan lagi.
"Hiks.. s-sakit mah"
Malam ini, menjadi malam yang selalu menyaksikan betapah terlukanya Ara. Pukulan demi pukulan, hinaan demi hinaan selalu didapat oleh Ara.
Ara sakit. Walaupun fisik Ara terlihat sehat tapi tidak dengan batin Ara. Sudah terlalu rapuh hati Ara untuk menerima ini, Ara tidak kuat. Tangisan demi tangisan selalu keluar dari mata indah gadis cantik itu. Ara capek.
~~🌙~~
Di pagi harinya, Ara bisa bersarapan dengan sendiri. Hari ini Faniya berangkat ke kantor dengan keadaan yang masih pagi, bahkan Ara pun belum terbangun dari tidurnya.
Sepeda yang di gunakan Ara saat ini sedang tidak bisa di pakai. Saat malam dia pulang bekerja, ban sepeda Ara bocor. Dan juga di malam hari itu tidak ada satu pun bengkel yang buka, jadi lah Ara menuntun sepeda kesayangannya itu sampai rumah yang untung nya jarak cafe tempatnya bekerja tidak terlalu jauh dari rumah.
Berangkat kesekolah menggunakan angkot tidak membuat Ara mengeluh, dia sudah terbiasa menggunakan angkutan umum.
"Daraaa yuhuu, selamat pagi my bebeb Daraa"yaa, sudah jadi biasa disaat pagi hari Sinta dan Aurel mendatangkan kelas Ara, entah itu untuk bersarapan bareng dan mengobrol.
"Pagi juga"balas Ara tanpa mengalihkan novel yang dia baca pada temannya.
Hari ini entah mengapa kejadian yang terjadi kemarin oleh Ara dan Syasa tidak terdengar lagi disaat Ara berjalan melewati koridor yang sudah mulai banyak siswa siswi datang, hanya ada tatapan tidak suka yang di berikan oleh semua orang pada nya. Entah bagaimana hilangnya kabar itu, seolah-olah tidak pernah terjadi. Sudahlah Ara bersyukur kalo kasus ini sudah reda, dan lagian juga dia tidak salah disini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear mama
Teen Fiction[On Going] "Ara hanya butuh tangan mama buat peluk Ara mah, bukan untuk menuangkan semua rasa benci mama kepada Ara" _________________________________________________________________________ "Jika kepergian Ara bisa buat mama meluk Ara untuk terakhi...