5| Fangirl

161 22 0
                                    

Sorry for typos 🤪
Happy reading!

***

Adam tidak berhasil aku usir, tentu saja karena membuatnya enyah tidak semudah membalikkan tempe goreng di wajan berminyak panas. Keberadaannya di ruang inapku didukung oleh keberadaan Sultan dan Giska yang menyusul datang setelah ajakan berzinanya! Membayangkan adegan ciuman—lagi—dengan Adam membuatku bergidik ngeri. Bukan karena Adam tidak jago berciuman, atau mulutnya yang bau, atau hal-hal yang membuatmu enggan berciuman dengan orang lain, tapi karena sekarang rasanya tidak etis lagi. Adam bukan pacarku lagi. Dan sekarang sosoknya lebih mirip seorang kakak daripada potensial pasangan hidup.

Giska dan Sultan mengabulkan permintaanku dengan membawa benda paling tidak bermanfaat yang bisa mereka pikirkan. Yeah, mereka membawa karangan bunga, padahal jelas-jelas aku alergi pada serbuk sari. Tapi aku tidak sampai hati mengatakannya. Saat menahan bersin, Adam dengan sigap menjauhkan benda itu dariku. Adam sengaja menempatkannya agak berjauhan dariku tanpa menuai curiga dari dua rekan kerjaku yang lain.

Dan lagi-lagi aku harus memutar bola mata ketika Giska menggodaku tentang asumsinya bahwa hubungan kami yang bersemi lagi. Giska tidak tau saja kalau tunangan Adam galaknya mirip singa betina yang mau melahirkan. Sedangkan Adam hanya mesam-mesem mengaminkan doa Sultan agar segera menyusul sepertinya ke jenjang yang lebih serius.

“Ngaco lo semua. Nggak ada yang balikan, dia kesini juga out of duty, ya. Guardian gue bukan Adam, dia sepupu gue masih dibawah tuh, nanti gue kenalin,” serobotku kesal karena mereka sama sekali tidak mempercayai fakta yang aku ucapkan. Padahal loh, aku tokoh utamanya, kenapa mereka tidak percaya pada kata-kataku?

“Dih marah-marah mulu, nggak capek, buk?” goda Giska lagi.

Adam tersenyum sembari mencolek pipiku yang langsung aku kibaskan jarinya, “nggak apa-apa galak. Makin cantik kok,” katanya penuh rayuan.

Aku dan Sultan langsung memasang wajah ingin muntah, sedangkan Giska dan Adam malah tertawa terpingkal-pingkal.

“Tadi gimana operasinya? Lancar? Kok bisa usus buntu sih?”

Aku mengendikkan pundak, “kata dokter banyak juga penyebabnya. Ya anggap aja udah waktunya kena kali. Tapi untungnya sih cepet ketahuan, jadi nggak sampe pecah. Bisa dibelah besar-besaran perut gue yang mulus dan seksi ini.”

Giska langsung mendekatiku, “mana dong, gue pengen lihat bekas jahitannya elo.”

“Ya nggak bisa langsung buka-buka dong. Bisa rugi bandar gue kalau Sultan ikutan lihat,” celetuk Adam yang langsung mendapat cubitan cabe dariku.

“Emang lo juga ada hak buat ngintip?!” omelku padanya. “Jahitannya nggak lebar sih, masih diplester juga.” Aku menunjukkan sedikit bagian tubuhku pada Giska sedangkan mataku mengawasi Sultan dan Adam yang entah mengobrol apa di sisi yang lain.

“Ouch, pasti sakit, ya?” tanya Giska.

Aku meringis, “enggak, enak banget malah. Kayak belah duren malam pertama,” balasku asal. Sultan yang tadi meneguk mineral langsung terbatuk-batuk sedangkan Adam membantunya menepuk bahunya.

“Ih lu ngibul kan?!”

“Ya gitu pake nanya. Kalau rasanya seenak itu, kenapa ada orang yang takut operasi coba?” kataku, Giska meresponnya dengan cibiran.

Tidak lama, Atha datang dengan buah tangannya yang langsung diserbu oleh Adam. Sedangkan Giska dan Sultan tampak canggung karena ini baru pertama kalinya mereka bertemu dengan saudaraku. Aku segera mengenalkan mereka bertiga. Beruntung meskipun awalnya sempat canggung, Atha bisa segera menyesuaikan hingga suasana tidak lagi begitu kaku.

Extrication Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang