13 | Anniversary

86 9 2
                                    

Happy reading 🫶🏻
Sorry for typos 🤪

***

Aku benar-benar ditahan Mami H-1 acara. Padahal tidak banyak hal yang bisa aku lakukan. Semua sudah aman dibawah kendali Silvia yang sudah seperti permen karet bekas yang nempel di sandal Mami. Dia siap sedia dimanapun, kapanpun Mami membutuhkannya. Tapi naasnya, jumat sore aku sudah dijemput Papi yang mau aku nginap di rumah. Jobdescku? Mencicipi masakan yang dibuat oleh Mami dan Silvia untuk acara esok.

Karena tinggal dikawasan cukup elit dan memiliki halaman yang luas, Papi dan Mami memutuskan untuk merayakan ulang tahun pernikahan mereka di rumah. Kolam renang ditutup sementara untuk acara agar tempat berpijak lebih luas. Para tukang bekerja cukup keras untuk menyulap halaman menjadi tempat proper untuk perayaan anniversary mereka dengan dekorasi penuh tanaman gantung bernuansa putih.

Sabtu pagi aku memilih untuk bangun pagi lalu ikut jogging Papi di jogging track kompleks. Mami belum bangun rupanya. Tadi malam, beliau dan calon menantunya membuat cinnamon rolls hingga larut malam. Kalau saja Mama Silvia tidak menelepon, aku yakin kalau Silvia akan meminta untuk menginap di sini—dan kemungkinan akan tidur satu kamar denganku. Beruntung, mimpi buruk itu tidak terjadi. Mami meminta Adam untuk mengantar tunangannya pulang—yang dibalas dengan dengusan lirih.

Aku menyelesaikan putaran terakhirku pagi ini, sedang Papi sudah melakukan pendinginan di pinggir lapangan. Banyak penghuni kompleks yang memiliki rutinitas serupa. Papi juga terlihat mengobrol dengan sepasang suami istri. Aku menghampirinya.

“Ini calon menantunya?” tiba-tiba aku ditodong pertanyaan oleh seorang laki-laki yang berusia tak jauh dari Papi.

“Cantik gitu, pintar Adam cari calonnya,” imbuh sang istri.

Aku hanya tersenyum kikuk sebagai balasan, sedangkan Papi bukannya menyanggah malah tertawa lebih dulu membuat pasangan suami istri itu bingung.

“Ya karena cantik ini, saya jadi kasihan kalau dia sama Adam anak saya itu,” kata Papi. “Kenalin, ini Pak Yos sama Bu Im, rumahnya di ujung cluster. Kamu jarang kelihatan, makanya dikira mantu Papi,” ucap Papi padaku.

Aku langsung tersenyum, menjabat kedua orang itu, “Shakina,” sapaku.

“Loh, bukan ini calonnya?” tanya Pak Yos.
Papi menggeleng, masih tertawa, “pengennya. Tapi gimana, dianya nggak mau sama Adam! Kenalin ini anak saya.”

Bu Im tampak lebih bingung, “bukannya anaknya cuma Adam?”

Papi berdeham, “panjang ceritanya. Pak Yos mungkin sudah pernah dengar, ini keponakan yang sudah saya anggap sebagai anak sendiri.”

Bu Im tersenyum riang, “kalau gitu, Tante boleh tanya? Sudah menikah atau belum?”

Aku langsung mengejap beberapa kali sebelum menggeleng.

“Kebetulan, Tante punya anak laki-laki, masih kuliah dia S3 di Australia. Kalau boleh tau cantik umurnya berapa? Siapa tau jodoh…”

“Maa…” tahan Pak Yos. “Malu ah, nanti kan bisa dibicarakan. Mama nggak lihat, Shakina jadi nggak nyaman?” tegur Pak Yos.

Aku tersenyum menenangkan, “saya umurnya lebih tua dari yang kelihatan, Tante,” balasku sopan.

Mendengar penolakan halusku, Papi ikut membantu, “ya gitu, anaknya memang sulit. Saya sama istri juga sudah nyari-nyarikan dia, dianya nggak mau. Jadi jangan diambil hati.”

“Nah kan, Ma. Banyak tuh, antri makanya.”

“Ya kan, Pa, nggak ada yang tau. Siapa tau jodoh. Oh kebetulan anak Tante siang ini pulang, nanti boleh datang ke acara, kan Pak? Biar sekalian mereka kenalan gitu,” Bu Im masih belum menyerah.

Extrication Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang