8| Food Buddy

105 18 0
                                    

Happy reading!
Sorry for typos 🤪

***

Aksa mengantarkanku sampai ke apartemen sepulang dari makan sore menjelang malam. Ia menolak tawaranku untuk mengantarkannya kembali ke RS karena menurutnya itu  tidak efisien, terlebih karena aku membutuhkan istirahat. Rupanya dia tadi meninggalkan mobilnya di RS. Dia menenangkanku dengan berkata kalau parkiran RS itu aman, dan karena malam ini dia juga jaga malam jadi tidak ada salahnya meninggalkannya di sana.

Setibanya di gedung apartemenku, Aksa meminta tolong agar menunjukkan toilet dan mushola umum yang bisa ia gunakan. Saat menuju ke sana, ternyata tempat itu sedang under maintenance. Melihat waktu magrib yang sudah hampir habis, akhirnya aku menawarkan apartemenku pada Aksa. Walaupun terasa canggung, akhirnya Aksa menerima ide itu. Rupanya bukan hanya dia saja yang merasa hubungan kami belum sedekat itu sampai harus mengetahui, bahkan mengunjungi rumah—privasi—masing-masing.

Kami menuju ke apartemen. Saat masuk, aku bisa melihat Atha sedang menikmati kripik dengan pakaian gembel—kaos usang kedodoran yang banyak ventilasi, dan celana pendek—di sofa tengah. Rambutnya dicepol asal-asalan dengan kacamata besar penghalau radiasi. Atha cukup terkejut karena aku membawa orang lain ke sarang kami.

Atha langsung berdiri dengan canggung dan mempersilahkan tamuku untuk masuk. Ia juga merapikan sofa yang sebenarnya sudah cukup rapi. Tidak lama ia masuk ke kamarnya setelah mematikan televisi.

“Dia yang waktu itu di RS kan?” tanya Aksa tanggap.

Aku mengangguk, lalu menunjukkan kamar mandi padanya. Aku juga membereskan space kosong yang bersih supaya bisa digunakan untuk beribadah. Selagi Aksa menggunakan kamar mandi, Atha kembali keluar kali ini dengan celana training.

“Itu dokter yang waktu itu bukan?” tanya Atha penasaran. Aku meringis, bagaimana bisa dua orang ini menanyakan hal yang sama persis padaku. Mereka telepati atau apa?

“Iya.”

“Kok bisa?”

“Ya bisa. Ceritanya panjang deh. Intinya dia ke sini cuma numpang toilet sama ibadah aja. Sorry ya tiba-tiba ajak stranger ke sini. Kasihan gue, nggak keburu kalau nunggu sampai RS.”

Atha menepuk pundakku dengan santai, “nggak masalah, take it easy, Sis. Oh ya, kamu udah makan? Supnya aku sisasin seporsi tuh. Mau aku angetin?”

Aku menggeleng, “gue barusan makan.”

Atha mengangguk-angguk, “ya udah deh. Aku masuk kamar dulu. Mau lanjut nonton, nanggung banget tadi adegan kissing drakornya! Jadi malu, kegap lagi ngiler, sama dokter ganteng.”

Aku menepuk pipinya sampai dia mengaduh kesakitan. Setelah membalasku, Atha langsung masuk ke kamarnya.

Aku melanjutkan kegiatan dengan menghangatkan sup yang tersisa dan merapikan dapur. Tidak lama setelahnya Aksa menyusulku dengan rambut yang masih basah dan lengan kemeja yang sudah ditekuk separuh lengan.

“Baunya enak tuh,” celetuknya saat menarik bar stool.

Aku tersenyum miring, “sup ayam. Gue tadi bikin buat sarapan, mau?”

Aksa langsung mengangguk antusias seperti pajangan di dashboard mobil. Aku mengerutkan keningku, “lo barusan makan, masih mau makan lagi? Perut lo nggak sakit?”

Aksa menggeleng, “tenang aja. Gue masih punya space kalau buat makanan enak, gue nggak nolak.”

Aku bergidik, tapi tanganku secara tidak sadar memindahkan sisa sup ke mangkok lalu memberikannya pada Aksa. Tak lupa aku mengeluarkan sisa lauk yang ada, beberapa potong tempura dan satu perkedel kentang.

Extrication Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang