7| Apologize

126 26 0
                                    

Happy reading!
Sorry for typos 🤪

***

Akhir- akhir ini weekendku terasa berbeda dari biasanya. Penyebabnya adalah keberadaan Atha yang resmi menjadi roomateku beberapa waktu yang lalu—sampai dia menemukan tempat yang nyaman untuknya tinggal. Aku tidak keberatan untuk tinggal lebih lama dengannya, kalau itu juga yang dia mau. Atha bukan tipikal roomate yang ribet dan berisik, dua hal yang membuatku selalu berpikir ulang untuk tinggal bersama orang lain.

Atha juga bukan tipikal orang yang suka take anything for granted. Ia turut berperan aktif dan kooperatif dalam pengeluaran maintenance fee, sinking fund, listrik, air. Tentu saja juga biaya makan, belanja, dll. Kami sepakat untuk membaginya berdua. Kami juga sepakat untuk membagi household chores. Masing-masing kami harus membersihkan kamar pribadi. Atha akan membersihkan shared room, dan do the laundry, sedangkan aku akan mengambil alih bagian dapur, mulai dari urusan memasak hingga mencuci piring.

Aku sudah memberi tahu Atha, biasanya aku akan mencuci pakaianku sendiri juga melakukan beres-beres rumah—kalau senggang. Bila tidak ada waktu, biasanya aku akan menyewa home cleaning service. Itu akan mempermudahku mendapatkan quality time. Aku harus memikirkan waktu istirahat yang kumiliki.

Baik aku dan Atha saling beradaptasi dengan kebiasaan baru nan unik yang kami miliki. Misalnya, Atha yang tidak pernah bisa bangun pagi di weekend. Yang aku sadari adalah Atha bukan tipikal morning person sepertiku. Perbedaan yang lainnya, Atha tidak pernah telat untuk sarapan. Baginya mengisi energi pada pagi hari sangat penting demi pekerjaannya.

“Jadi lo nggak bisa bangun pagi, nggak bisa masak, terus lo sarapan apa?”

Atha dengan santainya menjawab, “ya makan apa aja yang ada. Biasanya sisa makan malam, atau kalau beneran nggak ada apa-apa ya aku mampir ke kantin dulu, sarapan. Sarapan itu wajib pokoknya.”

Setelah pengakuannya itu, aku jadi lebih membiasakan diri untuk memasak di pagi hari. Aku memang terkadang membawa bekal untuk makan siang, tapi itu juga tidak sering. Tapi karena Atha membutuhkan asupan makanan di pagi hari, aku jadi harus memasak untuknya. Ini bukan paksaan, tentu saja aku melakukannya secara volunteer.

Atha juga suka berolahraga di malam hari sepulang kerja. Kalau aku tipe orang yang suka olahraga di pagi hari. Malam hari biasanya tubuhku sudah terlalu renta untuk melakukan hal-hal lain. Biasanya aku akan tidur jika terlalu lelah.

Pagi ini setelah memindai isi kulkas yang tidak seberapa, aku segera memasak sesuatu untuk Atha. Kemarin Atha menghabiskan waktunya seharian di luar bersama sahabatnya—yang aku tebak mereka bukan cuma teman biasa. Mana ada persahabatan murni yang terjalin antara wanita dan pria? Tapi biarlah, itu akan menjadi urusan mereka.

Atha tidak memiliki riwayat alergi, hanya saja dia kurang suka dengan kacang-kacangan. Mulai dari kacang polong, kacang kedelai dan semacamnya. Aku juga bukan tipe yang suka makanan itu, jadi bisa diartikan kami memiliki selera yang cukup sama.

Setelah menyeduh kopi pagiku, aku mulai memasak sayur sop ayam. Aku memasukkan semua sayuran yang tersisa di kulkas, mulai dari wortel, kentang, buncis, kubis, lalu daging ayam. Untuk hidangan pendamping, aku membuat perkedel kentang, dan tempura udang. Tak lupa aku membuat sambal kecap sebagai penambah cita rasa.

Hampir satu jam aku berkutat di dapur hingga akhirnya aku menemukan wajah bantal Atha muncul di meja bar. Ia menuangkan air mineral dalam gelas lalu meneguknya selagi mengumpulkan nyawanya yang masih berceceran.

“Lo kemarin pulang jam berapa?” tanyaku penasaran. Kini aku sedang tahap menggoreng tempura udang.

Atha melihat jam dinding lalu mengerutkan keningnya, “lupa deh, Na. Jam dua belas lebih kayaknya. Kemarin aku makan sate maranggi larut banget, wajahku kelihatan bengkak ya sekarang kayak babi?”

Extrication Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang