12| Jealousy

115 10 0
                                    

Happy reading! 🫶🏻
Sorry for typos 🤪

***

Aksa benar-benar menggandeng tanganku sampai di basement. Ia baru melepaskannya ketika aku memintanya agar bisa masuk ke mobil. Aksa menyalakan mobil selagi memasang sabuk pengamannya, "lo masukin aja alamatnya," pintanya padaku.

Aku segera memasukkan alamat tujuanku padanya. Ketika selesai, Aksa baru tersadar kalau aku memilih untuk pergi ke Kokas. Memang tidak jauh dari apartemenku, tapi memang sebenarnya ada freshmart lain yang lebih dekat dari apartemenku ini.

"Mau ke Kokas?" tanya Aksa memastikan tujuanku.

Aku mengangguk bersemangat, "kenapa? Gue juga udah tampil cantik juga. Nggak malu-maluin tuh kalau diajak jalan ke mall."

Aksa tertawa mendengar ucapanku yang sebenarnya aku tidak tau dimana letak kelucuannya. Apa jawabanku tadi terlalu menggemaskan? Aku juga tidak ingat menggunakan nada flirting padanya.

"Kapan sih gue bilang lo jelek dan gue malu ajakin lo jalan?" tanya Aksa padaku. Ia mulai menjalankan mobilnya keluar dari basement.

Aku termenung mendengar ucapannya. Aksa memang nggak pernah mengatakannya sih. Tapi dia tadi sempat meyinggung messy bun ku yang menurutnya membuatku terlihat jelek. Padahal bagiku cute juga. Entah apa yang ada dipikiran laki-laki ini. Seperti aku pernah bisa menebaknya saja.

"Tadi lo bilang gue jelek pake messy bun," kataku mencicit-lebih tidak percaya karena aku benar-benar jadi merajuk karena komentar singkatnya. Seharusnya aku cuek saja dan membiarkan Aksa berpikir seenaknya. Memang dia siapa? Aku siapanya? Kenapa seolah dia jadi berhak mengatur dan mengomentari diriku.

Aksa memandangku membuka mulutnya seolah tak percaya. Sedangkan aku setelah bertatapan sejenak dengannya tadi, langsung membuang muka. Aku malu. Aku malu karena diatas rasionalitas, jiwaku sebagai wanita yang sensitif itu masih mendominasinya. "Sorry. Gue nggak bener-bener kesel sih..." seharusnya aku bisa menambahkan alasan lain untuk mendukung elakan tapi aku tidak menemukan sejuta alasan seperti yang biasa aku dengar dari pekerja kantor ketika sedang aku interogasi.

"Jadi nggak bener-bener kesel, tapi dikit keselnya?" tanya Aksa seolah bertanya kepada anak kecil yang merajuk kepada dokternya karena tidak mau diperiksa. Tidak ada wajah usil, tengil, menyebalkannya tadi-yang ada wajahnya yang terlihat pengertian dan perhatian plus tentu saja ganteng dalam one packed complete yang tidak bisa dibeli di toko skincare manapun. Kenapa Aksa tidak pernah ditawari jadi BA produk skincare ya, ngomong-ngomong?

Aku mengangguk meski malu mengakuinya. Menurutku tadi memang cukup cute. Aku khawatir saja kalau memang benar-benar jelek seperti komentar Aksa. Berduaan dengan Aksa cukup membuat diriku yang biasanya tak kasat mata jadi cukup mencolok-menjadi sasaran empuk cibiran cewek-cewek yang menggunjingkan status posisiku dalam kehidupan Aksa. Bah! Terlalu jauh. Aku kenal Aksa saja barusan, sudah tanya posisinya. Kalaupun ada orbit yang mengatur lintasan kami, kemungkinan aku mirip meteorit, batuan langit yang akan menjadi debu ketika bertabrakan dengan yang lainnya.

Aksa mengacak rambutku dengan gemas yang langsung aku halangi tangannya. Aksa malah menggenggam, merekatkan jemari tanganku dengan tangannya. Ia memandangku dengan wajahnya yang super duper manis, mata yang tersenyum lembut serta bibir yang tidak bisa menyembunyikan senyuman malu-malu, "mau tau alasan sebenarnya?" tanyanya.

Aku memandangnya lalu mengangguk.

Aksa tersenyum malu-malu, "soalnya kalau rambut lo kayak tadi, lo jadi cute banget. Gue takut nanti lo banyak yang ngelirik, apalagi kalau sampai nyulik. Bisa bahaya," kata Aksa dengan polosnya.

Extrication Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang