Aku, Kau, dan Matematika

10 0 0
                                    

"Mengagumimu adalah pilihanku."

Izinkan aku untuk menceritakan tentang dirinya.
Dia dan segala hal tentangnya mampu menarik perhatianku.
Dia mampu membuat diriku tenggelam dalam pesonanya.
Menaruh perasaan kepadanya adalah sebuah kesalahan yang menyiksa diri ini.
Lantas bagaimana aku menanggungnya?
-Illona-

•••

Malam minggu itu seharusnya ku habiskan dengan membuang-buang waktu. Melupakan sejenak kesibukan yang tiada hentinya membelenggu diri
setiap hari. Tapi nyatanya, malam minggu ini kuhabiskan dengan mengerjakan tugas matematika yang membuat kepala ku pening. Jam dinding terus melaju, jarum jam menunjukkan sudah pukul 23.00 WIB. Huh aku menghabiskan 4 jam bertempur dengan soal matematika namun lagi-lagi aku yang kalah, yap usaha ku tidak membuahkan hasil. Entah sudah berapa kertas kucoret-coret dengan rumus mtk. Cukup sudah, aku tidak sanggup lagi.

Ku raih telepon genggam yang sejak tadi ku acuhkan. Dengan cepat aku buka lock screen mencari aplikasi hijau berlogo telepon. Melihat namanya tertera di paling atas, segera ku ketuk room chat dan membuat panggilan dengan dirinya.

Berdering...

tak butuh waktu lama, terdengar suaranya

"Hallo, kenapa na?" suaranya yang seperti candu untukku.

"kak.. gue ga bisa ngerjain tugas matematika.."

Terdengar suara tawa dari seberang sana.

"Kak.. kok ketawa sih?"

"Haha, sorry sorry. Oke besok gue bantu, ketemu ditempat biasa aja na".

"Beneran nih ya?? tapi emang lo ga ada acara weekend gitu?"

"iya, ngga ada ko. Tidur na udah malem ngerjainnya besok aja".

"yeayy, siap! thank you ka. Lo emang penyelamatan gue hehe".

"Bisa aja lo haha, sleep tight na".

Setelah mengucapkan selamat malam, aku matikan sambungan telepon. Bergegas menuju kasur. Aku sudah lelah sekali, tak butuh waktu lama mata ini sudah terpejam.



Tatkala cahaya matahari menyergap masuk menusuk mataku yang terpejam, aku terusik. Dengan cepat aku balikan tubuhku membelakangi cahaya matahari dan menarik selimut untuk kembali tertidur. Sebelum suara ketukan maut Ibu yang kembali mengganggu tidurku.

DOR! DOR! DOR!

"ILLONA BANGUN! ANAK GADIS KOK BANGUN SIANG!"

Suara ketukan pintu kembali terdengar, bersama suara teriakan ibu yang menggelegar. Aku berdecak kesal. Segera ku buka pintu sebelum Ibu kembali
mengamuk.

"Kenapa sih Bu? inikan masih pagi." ucapku sambil menstabilkan penglihatan.

"Pagi matamu?! coba lihat jam berapa sekarang, sudah jam 10!." ibu berkacak pinggang siap mengeluarkan sumpah serapah.

"HAH??, ibu yang bener?!." mampus telat gue.

Aku segera menutup pintu kamar, mengabaikan teriakan ibu. Berlari menuju kamar mandi. Bersiap-siap secepat kilat. Ku pilih baju asal lalu menyemprotkan parfum takut badanku bau apek. Ku raih tas yang berisi buku matematika dan segera menuruni tangga dengan kecepatan ninja.

"Ibu, aku pergi dulu. Udah ada janji sama ka Jean".

"Sarapan dulu illona!".

"Nanti aja bu aku hampir telat."

segera ku raih tangan ibu dan mengucap salam. Ibu menghela nafas, menggeleng tidak habis pikir dengan anak gadisnya



Hanya butuh waktu 10 menit untuk aku sampai tujuan. Beruntung jarak cafe dengan rumahku tidak terlalu jauh. Dengan nafas tercekat-cekat ku dorong pintu cafe itu dengan cepat. Pandanganku tertuju pada seorang lelaki tampan yang sedang membaca buku di pojok ruangan, yap benar itu ka Jean. Aku melangkah mendekat menuju dirinya.

"Aduh sorry banget gue telat ka." Suaraku membuat aktivitasnya terhenti.

"Eh udah dateng? ngga apa-apa ko na gue juga baru nunggu sebentar." Jean berbohong padahal dia sudah menunggu sejak tadi.

"Sorry ya ka, gue bangun kesiangan." Lelaki itu tertawa membuat cekungan di pipinya terlihat begitu manis.

"Lo itu emang kebo ya na." Aku hanya nyengir membalas ledekan ka Jean.

"Gue udah pesen es matcha kesukaan lo, tapi kayanya es nya udah cair. Biar gue pesen yang baru. Mau sekalian roti bakar nya ga?" Aku mengangguk
tenggorokan ku kering setelah berlari dan perutku lumayan lapar hehe.

Kami mengerjakan soal matematika sampai jam menunjukkan pukul 13.00 WIB. Ka Jean mengajariku dengan sabar, walaupun aku terus memintanya mengulang penjelasan. Maklum, otakku sedikit lemot kalau soal matematika. Setiap kali dia menjelaskan aku menatap kagum dirinya. Kok bisa dia sepintar itu?. Ka Jean berumur dua tahun lebih tua dariku. Aku dan ka Jean sudah kenal sejak dulu. Kami adalah tetangga, namun sekarang ka Jean dan keluarganya sudah pindah rumah.

Aku lumayan mengenalnya dengan baik. Dia menganggapku seperti adiknya. Tapi entah sejak kapan rasa ini mulai tumbuh. Rasa yang seharusnya tidak pernah ada. Aku mengagumi dia, segala tentang nya mampu membuatku tertarik. Senyumannya, tutur kata yang lembut, dan cara pandangnya, semua tentang dia sangat mengagumkan.

"illona?". Aku segera tersadar dari lamunanku.

"Eh sorry ka, udah selesai ya?".

"Iya, maaf gue ga bisa lama-lama na. Gue ada janji ngedate sama Sera."

"Oh iya ka.. makasih ya udah mau bantuin gue."

"Sama-sama na, belajar lebih giat lagi ya." ucap nya sambil menepuk pucuk kepala ku. Aku tersenyum lebar membalas nya. Mengangkat tangan kanan ku
membentuk sudut 90°.

"Siap kak! gue bakal belajar lebih giat lagi biar ga ngerepotin lo terus hehe".

"Lo itu udah gue anggep kaya adik gue, jangan ngomong gitu".

Adik ya? aku tersenyum kecut.

dring.. dring.. dring..

Suara telepon ka Jean berbunyi. Benar saja itu panggilan dari ka Sera, pacar ka Jean. Aku hanya diam menyimak. Setelah mengucapkan salam perpisahan ka Jean bergegas keluar meninggalkan cafe. Ku amati punggung nya yang terasa semakin jauh ditelan jarak. Aku menghela nafas, beruntung sekali ya ka Sera. Jika aku yang diposisi ka Sera mungkin aku adalah wanita yang paling bahagia. Mendapatkan hatinya, itu adalah impian ku yang semu.

Hari semakin sore, dengan langit abu-abu yang mengelilingi kota. Sebentar lagi akan turun hujan. Aku segera beranjak untuk pulang. Ku langkahkan kaki pelan, sambil menengadah menatap langit kelabu yang sendu. Dengan perasaan sesak yang memenuhi dada, beginikah rasanya memendam perasaan?. Saat itu yang aku tau sayangimu aku telah keliru.

•••

Aku bukan jatuh cinta.. aku jatuh hati.
Jatuh cinta itu egois lain hal dengan jatuh hati.
Perasaan penuh ketulusan
tidak memaksakan kebersamaan
yang terpenting adalah kebahagiaannya
walau dia dimiliki orang lain.

Perasaan penuh ketulusantidak memaksakan kebersamaanyang terpenting adalah kebahagiaannyawalau dia dimiliki orang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terimakasih sudah membaca karyaku (≧▽≦)

PS.
Cerita ini terinspirasi dari lagu jatuh hati -Raisa && lagu langit abu-abu -Tulus.
Perasaanku sangat riang saat menulis cerita ini. Terimakasih sudah membaca,
semoga cerita ini bisa menghibur sang pembaca.

(original writing by L)

cerpen ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang