Dentonasi Terencana (Part.2)

7 1 0
                                    

Aku menatap keluar dari mobil Alex yang sedang meluncur dengan kecepatan penuh menuju tempat pemakaman. Mobil melintasi jalan-jalan yang sepi, dalam keheningan itu aku melihat awan yang mendung menciptakan atmosfer suram disekitarnya, seakan akan alam ikut bersedih atas hilangnya satu orang baik dari bumi ini. Mobil melambat mendekati gerbang pemakaman. Alex memarkirkan mobilnya di bawah pohon beringin yang rindang. kami melangkah keluar dari mobil dan mengamati sekitar.  Kami berjalan mendekat ke tempat proses pemakaman. Aku melihat sejumlah orang yang terguncang dengan kesedihan, wajah-wajah yang dipenuhi dengan air mata yang mengalir, beberapa orang berdiri dengan kepala tertunduk dan menahan tangis

“Wah…aku merasa seperti orang jahat” gumam Alex yang tidak menunjukkan rasa duka.

“Ya..kau kan memang tidak punya hati” Aku berkata dengan nada sarkas.

“Sepertinya aku akan menghadiahkan cermin di hari ulang tahunmu” Alex berkata setelah melihat emosiku yang tidak jauh beda dengannya.

Di tengah aku dan alex berargumen,  orang dengan suara familier memotong adu argumen kami.

“Sudah lulus 3 tahun masih saja saling ribut” kata orang itu.

Aku dan alex menoleh ke sumber suara dan orang itu adalah teman sma kami, Robert smith. Ia memiliki tinggi 182 cm, style mewah dan sekilas mirip seperti Ben dari belakang.  Robert adalah anak cerdas di kelas kami. Sama seperti Theo, ia sangat baik hati. kini ia menjadi salah satu orang penting di pemerintahan. Akhir-akhir ini banyak tuduhan bahwa ia melakukan penggelapan dana pajak, tapi beberapa kolega dekat Robert menentang hal itu.

“Wah… Ketua kelas tercinta kita” Alex menyambut Robert dengan jabat tangan.

“Dan rangking kedua di kelas” Robert membalas sambutan Alex. “Hingga sekarang kau tetap yang kedua ya” canda Robert.

“Enak saja, Jika kau membaca koran minggu ini posisi kami setara tau” balas Alex.

“Sedang apa kau di sini? bukankah menurut berita kau seharusnya berada di Kanada?” Aku bertanya dengan nada heran.

“Yah..aku mengubah jadwalku, aku memutuskan untuk membuka acara amal kemarin di barat kota Starring falls. Ketika aku mendengar kabar bahwa temanku wafat, Aku langsung menuju ke sini” Jawab Robert.

“Setia kawan sekali kau” Alex merangkulnya.

“Hehehe..iya” kemudian Robert berkata “Sebaiknya aku pergi sekarang, semoga kita bisa memiliki lebih banyak waktu dilain hari.”

Kemudian Robert berjalan menjauh menuju mobil Lamborghini nya yang terparkir di luar pemakaman.

“Wah, seharusnya Aku menjadi pejabat saja” Alex berkata dengan nada kagum.

“Aku tidak yakin negara ini akan aman jika kau menjadi pejabat nya.” Aku berkata dengan nada mengejek.

“Habisnya, jadi detektif ternyata tidak menguntungkan” Alex berkata sambil meregangkan badan. “Sebaiknya kita lanjut menginvestigasi studio nya.”

“Aku yang menyetir” kataku sambil mengambil kunci mobil yang berada di genggaman Alex.

“Wah~ku harap aku tidak menyusul Theo dengan cepat” Alex berkata dengan nada mengejek.

~ 🚗 ~
Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Studio Pinewood Gallery nomor 13 tampak suram dan menakutkan. Garis polisi melintas membaluti rumah itu. Lingkungan itu banyak sekali pohon pinus, semua pohon itu tampak berusia puluhan tahun. Studio kosong itu memiliki satu jendela menghadap depan, pada kacanya tertempel berbagai stiker grafis bertema fotografis. Tidak ada aspal di sekitar rumah itu, hanya ada tanah liat yang becek akibat hujan yang tidak berhenti sejak 3 hari lalu.

Alex melihat sekeliling rumah, memastikan tidak ada yang melihat. Lalu menganggukkan kepala mengisyaratkan bahwa situasi aman. Kami memasuki studio tua itu. Ruangan berbau gosong dan pengap karena hanya ada satu jendela.

“Ini aneh..” Aku bergumam

“Kau merasakannya juga kan?” Sahut Alex “Menurut teori yang disampaikan polisi, korban mati karena dijerat oleh tali dan untuk menutupinya, pelaku membuat seolah olah studio kebakaran.”

“Tapi, mengapa harus memalsukannya dengan ledakan? tentu saja itu akan memicu banyak orang untuk datang ke TKP lebih cepat” ujarku .

“Dan alat untuk menyeting ledakan terlihat sangat kentara seolah olah…. seseorang memang ingin membuatnya terlihat seperti pembunuhan berencana dan bukan kecelakaan” lanjut Alex.

“Jebakan?”

“Mungkin”

“Mengapa?”

“Entah lah, menutupi sesuatu?”

Kami diam sejenak, memikirkan segala kemungkinan yang ada untuk menjawab pertanyaan kami. Lalu dering handphone Alex memecahkan kesunyian yang menyelubungi ruangan itu untuk sejenak. Selagi Alex keluar untuk menjawab panggilan telepon, aku memutari ruangan sekali lagi. Aku menemukan secangkir teh yang hangus di atas sebuah meja kecil yang memiliki ukiran khas. Semasa sekolah, Theo memang senang minum teh. Tidak pernah sehari pun ia melewatkan jam minum teh nya. Aku tetap menelusuri rumah itu. Sebuah lorong pendek berlantai papan kayu pinus membawaku ke dapur ruang belakang. Disana terdapat satu pintu gudang kecil yang kelihatannya lama tidak dibuka. Ruang makan tersebut berbentuk sebuah persegi. Dindingnya dilapisi kertas dinding bermotif daun teh, sepertinya Theo masih terobsesi dengan teh. Di sebuah meja makan kayu yang permukaannya gosong, ada sekotak teh yang mewah berlapiskan warna emas. Dengan tangan berlapiskan sarung tangan aku membuka kotak itu dengan hati–hati. Didalamnya terdapat 9 bungkus teh yang masih baru,  sepertinya Theo sudah meminum satu. Dengan hati hati aku mengambil satu bungkus dan merobeknya. Aroma wangi terlepas dari segel yang ku robek. Tetapi sesaat aku menemukan sesuatu yang aneh pada teh mewah ini. Jika mencermatinya lebih dalam, terdapat bubuk putih yang tersembunyi di dalam bubuk teh ini. Aku memilihnya dan menelitinya dengan kaca pembesar. bubuk putih itu terlihat seperti….ARSENIK!?

~ ⚠️ ~
O⁠_⁠o

Alex kembali dengan membawa sebuah foto bukti baru.Yaitu foto jejak roda yang berada di sekitar studio Pinewood. Roda itu memiliki desain yang futuristik dan aerodinamis, dengan garis garis yang tajam dan potongan potongan yang dramatis.

“Saudara kembarmu berkata ini adalah jejak mobil Lamborghini, huracan sterrato dueler All terrain AT002” Alex berkata “Luar biasa, hanya dengan melihat foto bannya saja ia bisa mengetahui jenis mobilnya. Anak itu Memang maniak mobil sajati.”

“Sejak kapan kau berteman dengan adikku?” Aku bertanya.

“Sejak kami satu kelas di SMA bodoh” Alex berkata dengan nada mengejek.

“Lihat ini” aku berkata sambil menunjukan teh dengan bubuk putih yang kutemukan di dapur itu, dengan cepat alex menyadari bubuk putih itu.

“Arsenik?! Bagaimana bisa?” Alex terkejut.

“Bukankah situasi ini sudah sangat jelas?” Aku berkata “Hanya orang itu yang bisa melakukannya.”

“Sangat jelas” Alex berkata. “Tapi bagaimana bisa ia melakukannya dalam waktu 15 menit? sementara katamu 20 menit saja sudah sangat mustahil.”

“Tentu saja itu memungkinkan ia karena memiliki lamborghini itu.” Aku berkata “Akan ku jelaskan di cafe nanti.”

~🍵~
Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Hayo penasaran kan gimana kelanjutan nya?

Next ga nih?

cerpen ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang